7

1.3K 172 2
                                    

Sudah terhitung empat hari sejak orang-orang yang bekerja di UST-0 bertransformasi menjadi robot. Semuanya bekerja bagai dikejar hantu, dari presiden direktur hingga karyawan biasa.

Uchiha Sasuke sebagai pimpinan perusahaan saja bahkan hanya mengisi lambungnya di pagi hari dengan secangkir kopi dan melewatkan makan siang selama empat hari berturut-turut. Laki-laki itu hanya bisa makan seperti biasa ketika malam hari tiba---itu pun dia menikmati makanannya di meja kerja. Sasuke akan menghadap laptop hingga larut malam, lalu kembali ke apartemen untuk mengecek Amaterasu dan Naruto, kemudian tidur selama beberapa jam sebelum pergi ke kantor lagi saat pagi hari tiba.

"Kau memperlakukan laptop itu seperti istri yang baru kau nikahi dan tak ingin kau tinggalkan bahkan hanya untuk makan malam."

Sasuke mendongak, mendapati Karin sedang berdiri di pintu sambil memeluk paper bag di depan dada. Terlihat jelas gurat kelelelahan di wajahnya yang selalu memancarkan semangat berlebihan.

"Apakah proposalmu sudah selesai---"

"Izinkan aku menarik napas sebentar, Yang Mulia." Karin menghentikan pertanyaan Sasuke secepat kilat. Ia menghampiri Sasuke, meletakan paper bag tersebut di atas meja Sasuke. "Sandwich dan jus tomat---tenang, aku tak meninggalkan proposalku demi ini. Di dunia ini, ada yang namanya jasa antar."

Sasuke melirik Karin sebentar. Melepaskan kacamata, tangan Sasuke bergerak mengeluarkan dua potong sandwich, lalu melahap makanan tersebut tanpa mengatakan apa-apa.

"Setidaknya bilang terima kasih, bajingan." Karin menggerutu sembari berjalan ke arah sofa. Ia langsung merebahkan tubuh di sana, tak peduli rok pendeknya sudah naik hingga paha putihnya terlihat jelas---oh, kakinya masih tetap di lantai, Karin masih tahu diri. "Naruto makan dengan baik, 'kan?"

"Entah."

Karin segera mendudukkan badannya kembali. "Entah? Kau tidak tahu kabar Naruto padahal anak itu kutitipkan padamu?"

"Kau lupa kalau aku kembali ke apartemen setiap jam sebelas malam, dan akan kembali ke sini jam enam pagi?"

"Oh ... iya." Karin menganggukkan kepala sambil menatap ke luar jendela. "Hah ... untung saja aku menyuruhmu mengejar Naruto dan memintanya kembali. Tak sia-sia aku memohon maaf pada klien dengan alasan yang dilebih-lebihkan agar meeting-nya ditunda hari itu."

"Kalau bukan karena kau mengancam ingin mengundurkan diri, aku takkan melakukan itu."

"Ah, benar juga. Tak sia-sia aku mengancammu hari itu." Karin mengangguk sekali lagi. "Omong-omong, kenapa kau sangat tidak setuju kalau aku ingin berhenti menjadi sekretarismu? Apa karena kau ragu bisa mendapat sekretaris baru yang secantik dan semenggoda diriku?"

"Karena hanya kau yang bisa kusuruh-suruh seperti babu, tetapi tidak pernah protes."

"Bajingan tengik ...." Karin mendesis sambil memicingkan mata.

"Dengan atau tanpa ancamanmu, aku akan tetap membawa pulang Naruto ke apartemenku."

"H-hah?"

Sasuke menyelesaikan gigitan terakhir sandwich-nya, kemudian menyandarkan diri pada sandaran kursi sambil memejamkan mata.

"Naruto pasti akan pergi ke rumah Kiba kalau dia tak kuseret pulang." Sasuke memulai penjelasannya sambil terus memejamkan mata. Tangannya bergerak ke depan wajah, memijat pelipisnya dengan telunjuk dan ibu jari. "Kau akan malu kalau keponakanmu tinggal di sana, padahal katamu kau akan melupakan si Inuzuka dan takkan pernah mengganggu kehidupannya lagi."

Karin tersentak mendengar ucapan Sasuke. Sebisa mungkin dia menghindari Sasuke yang tiba-tiba saja sudah menatapnya dalam-dalam.

"W-wah ... kau benar-benar sahabat sejatiku ... dan kau sangat pintar menganalisis keadaan. Apa aku sudah pernah bilang kalau aku kagum dengan kejeniusanmu sejak dulu kala?" Karin berujar sambil menyengir canggung.

"Hn."

"Ah! Aku penasaran bagaimana kau bisa membawa Naruto pulang hari itu---maksudku, kau tahu kalau Naruto sangat keras kepala, 'kan?" Karin berbicara dengan terlalu cepat, terlihat sekali sedang menyembunyikan kegugupab. "Apa kau berlutut di hadapannya dan memohon maaf layaknya pendosa? Atau kau membelikannya sebuah kedai ramen?"

Sasuke membuang pandangan ke arah jendela. Dia tahu Karin sedang berusaha mengalihkan pembicaraan, dan Sasuke menurutinya saja. Malas juga berbicara tentang kehidupan asmara si sekretaris yang menyedihkan.

"Aku tidak melakukan apa-apa."

"HAH?!" Karin langsung membelalakkan mata. Rahangnya seperti akan jatuh ke lantai saat itu juga. "Tidak mungkin. Naruto tidak mungkin cepat melunak seperti itu! Aku bahkan rela mengerjakan tugas sekolahnya selama sebulan untuk dimaafkan setelah tak sengaja membuang kupon ramennya dulu!"

"Mungkin karena dia tahu kau cocok jadi babu?"

"Aku sedang serius, berengsek!"

"Aku memang tidak melakukan apa-apa." Sasuke memakai kembali kacamatanya, lalu memusatkan perhatian pada laptop lagi. Tangannya mulai menggerakkan mouse saat ia memerintah, "Pergi dan lanjutkan pekerjaanmu. Jangan coba-coba kabur sebelum jam sebelas."

"Aishhh, sialan."

Sasuke pura-pura berfokus, lalu melirik Karin yang berjalan sambil menghentakkan sepatunya ke lantai. Sesaat setelah pintu ditutup, Sasuke kembali menatap ke arah laptop sambil menyeringai.

"Tentu saja Naruto sangat keras kepala," gumam Sasuke pelan. "Kalau tak memberi ancaman, dia pasti takkan kembali."

Ya, mungkin Karin lupa, bahwa jika dirinya adalah ratunya mengancam, maka Uchiha Sasuke adalah Dewa Pengancam.

ngebutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang