8

1K 151 8
                                    

"Tiga puluh sembilan derajat."

Naruto menarik keluar termometer dari mulut Sasuke dengan kasar. Anak itu meletakkan termometer di atas nakas dengan gerakan kasar, lalu mengambil handuk kecil di atas nakas. Handuk ditempelkan perlahan ke dahi dan sekitar wajah Sasuke setelah mencelupkan benda itu ke dalam baskom berisi air dingin bercampur es batu.

Sasuke mengamati si remaja yang merawat dirinya dengan telaten, meskipun ekspresi kesal sangat kentara di wajah anak dengan rambut sewarna cahaya matahari. Ia tak mengatakan apa pun sejak tadi, memilih untuk diam dan tak menanggapi ocehan Naruto yang tiada henti---anak itu benar-benar keponakan Uzumaki Karin. Wajahnya memerah, rambutnya lepek, matanya terlihat sayu. Kulitnya yang sudah pucat dari sananya terlihat semakin pucat.

Benar. Uchiha Sasuke, si bos yang lembur selama beberapa hari terakhir akhirnya tumbang juga di hari ke-lima. Pagi ini, dia terbangun karena suhu ruangan yang terlalu dingin---sebenarnya suhu AC-nya masih seperti biasa, tetapi mungkin Sasuke terkena karma karena sempat mengatai Naruto kampungan saat bocah itu protes tentang suhu ruangan yang terlalu dingin beberapa hari lalu. Awalnya Sasuke tidak menghiraukan, tetapi badannya tiba-tiba terasa sangat panas setelah dia mandi. Naruto yang menyadari perubahan sikap Sasuke yang menjadi agak ceroboh karena demam pun langsung menyeret laki-laki itu ke kamar.

"Kau seperti ayam yang siap disembelih," komentar Naruto saat mencelupkan handuk ke dalam baskom sekali lagi. "Astaga, dahimu seperti sumber api! Kurasa kita bisa memanggang daging di dahimu untuk pesta barbeku," tambahnya asal setelah menempelkan punggung tangan di dahi Sasuke.

Naruto beranjak pergi dari kamar Sasuke, lalu kembali lagi dengan semangkuk bubur yang mengepulkan uap panas. Anak itu mendudukkan diri di atas kasur dengan tangan menyodorkan mangkuk ke dada Sasuke.

"Makan, minum obat, lalu istirahat. Dasar laki-laki lemah."

"Suapi aku."

Naruto kontan menatap Sasuke dengan tatapan menghakimi. "Memangnya kau bayi?"

"Suapi aku atau aku akan pergi ke rumah Karin dan bertemu dengan ibumu sekarang juga."

"JANGAN SEMBARANGAN!!!" Naruto meneriaki Sasuke tepat di depan telinga laki-laki itu. Sasuke sampai harus memejamkan mata karena suara Naruto seakan menembus kepala layaknya peluru, tetapi Naruto tidak peduli. "Kenapa kau suka sekali mengancamku dengan hal itu? Aku bahkan harus kembali tinggal di rumah terkutuk ini agar kau tidak pergi dan melapor pada ibuku. Dasar lintah darat!"

"Kalau diperhatikan baik-baik, sebenarnya kau yang pantas disebut lintah darat. Kemewahan yang kau dapatkan di sini tak sebanding dengan kamu yang tak melakukan pekerjaan apa pun di sini selain merawat Amaterasu."

"Sekarang aku juga harus merawatmu, sudah impas, 'kan? Dan kau yang memintaku kembali ke sini, aku bukan lintah darat!"

Sasuke tak menyahut lagi. Mulutnya dibuka, menunggu Naruto menyuapkan bubur untuknya. Bocah pirang itu berdecih sambil menyendok bubur, lalu menjejalkan benda logam itu hingga menabrak langit-langit Sasuke.

"Oh-OHOK!!!" Sasuke terbatuk hebat, tangannya bergerak memukul dadanya dengan keras. "Air ... air!!!"

Naruto yang tak menyangka kalau kejahilannya berbuah sial untuk Sasuke segera berlari ke dapur, lalu kembali lagi dengan segelas air. Tanpa menunggu, Naruto segera meminumkan air itu sambil mengusap pelan punggung Sasuke. Anak itu lalu menunduk saat Sasuke menyorotnya dengan tatapan tajam.

"M-maaf ... aku hanya bercanda tadi."

"Kau keterlaluan," sahut Sasuke dengan nada rendah.

Naruto semakin menundukkan kepala, menghindari tatapan Sasuke. "M-maafkan aku ...."

Sasuke berdecih, lalu memalingkan wajah. Naruto yang masih merasa bersalah pun mengambil inisiatif untuk menyuapkan bubur lagi untuk Sasuke, dengan gerakan yang pelan dan hati-hati. Sasuke menerima suapan demi suapan dalam diam, kemudian mengonsumsi sebutir obat penurun panas yang diberikan oleh Naruto.

"Istirahatlah. Aku mau keluar sebentar---"

"Jangan ke mana pun hari ini."

"T-tapi---"

"Di mana rasa tanggung jawabmu?" tanya Sasuke rendah, memotong ucapan Naruto. "Kalau kau sudah memutuskan untuk merawatku, sebaiknya kau tetap di sini sampai setidaknya panas tubuhku turun. Aku benci orang yang lari dari tanggung jawab."

Naruto tak menjawab atau membantah. Bocah itu terdiam cukup lama sambil menatap ke rak buku di dekat pintu, hingga akhirnya kembali menatap Sasuke setelah laki-laki itu meraih tangan kanannya.

"M-mau apa kau?"

"Kau pasti menungguku tidur agar bisa kabur." Sasuke menarik tangan Naruto ke dalam selimut, menggenggam tangan anak itu dengan erat di bawah kain tebal tersebut. "Kau takkan ke mana-mana."

Naruto mengernyit, tetapi membiarkan. Rasa bersalah yang mencokol di dada membuat Naruto membiarkan Sasuke melakukan apa yang dia inginkan, yang malah membuat Sasuke diam-diam menarik senyum ganjil tanpa sepengetahuan Naruto.

Sementara di lain sisi, Karin mengernyit setelah membaca pesan dari Naruto. Di pesan singkat itu, Naruto bilang Sasuke sedang demam dan meminta Karin mengambil alih pekerjaannya, yang mana itu terlalu aneh untuk Karin yang sudah bekerja dengan Sasuke selama hampir tujuh tahun lamanya.

"Sasuke selalu bekerja walaupun sedang sakit ... dia selalu menolak kalau kusuruh istirahat ... bahkan gajiku pernah dipotong dua puluh persen karena memasukkan obat tidur dalam makanannya supaya dia bisa istirahat sebentar ... dia juga pernah mengikuti rapat pemegang saham dua hari setelah operasi usus buntu tahun lalu."

Karin mengetuk dagu menggunakan telunjuk dengan cat kuku merah terang. Ia menarik napas, mengernyit sekali lagi, lalu menyugar rambutnya.

"Apakah salah satu baut di kepalanya terlepas?"

ngebutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang