"Naru-chan---pfft ... aku akan maklum kalau ibumu atau Paman Minato yang memanggilmu begitu, tapi orang ini? Yang tampaknya berusia jauuuh ... lebih tua dari kita?" Kiba menggeleng kepala dengan raut terkejut yang sangat dibuat-buat. Ia menghalangi mulutnya dari tatapan laki-laki di sampingnya lalu berbisik pada Naruto, "Naruto, katakan padaku. Apakah dia adalah ... sugar daddy-mu?"
Naruto menyedot minuman di hadapannya sekuat tenaga sebelum kakinya bergerak menendang kaki Kiba dari kolong meja. Anak berambut pirang itu memeletkan lidah saat temannya mengaduh kesakitan. Mata Naruto lalu melirik laki-laki di samping Kiba yang sudah kembali menutupi setengah wajahnya dengan masker, lalu memalingkan wajah.
Laki-laki yang sedang menyeruput kopi itu Naruto adalah Hatake Kakashi. Mantan mahasiswa bimbingan Namikaze Minato yang sering mengunjungi rumah Naruto dulu---setelah dipikir-pikir, tidak salah Naruto menganggap ayahnya jahat karena membuat mahasiswanya melakukan perjalanan dari Tokyo ke Oyabe tiap akhir pekan selama empat bulan. Naruto yakin, Kakashi terus mengumpati ayahnya selama tiga jam berada di atas kereta, dalam perjalanan waktu pergi atau pulang saat itu.
"Bagaimana kabarmu?" tanya Kakashi dengan ramah. "Kelihatannya kau tumbuh dengan baik."
"Ah ... baik ... kabarku baik-baik saja," sahut Naruto canggung. Ia berusaha semampunya untuk memandang ke arah lain, menghindari tatapan Kakashi yang membuatnya mati gaya. "Kakashi-san ... terlihat lumayan berbeda sekarang."
"Kau juga terlihat jauh berbeda sekarang. Kau semakin tinggi, wajahmu semakin dewasa, bahkan sekarang sudah berani cat rambut." Kakashi tersenyum dalam maskernya. "Kau juga tak memanggilku 'Kakashi-kun' lagi."
Naruto terbatuk hebat, sementara bola mata Kiba hampir keluar dari rongga matanya. Kakashi malah tertawa melihat reaksi berlebihan dari dua anak laki-laki itu.
"Ah ... maafkan aku---"
"Harusnya aku yang minta maaf karena membuatmu terkejut saat sedang minum," jawab Kakashi santai.
Suasana kembali canggung setelah itu. Naruto kembali menyedot bubble tea sambil menatap ke arah pintu masuk kafe, dan matanya membulat setelah bertemu pandang dengan seorang laki-laki yang sedang berjalan ke arahnya.
Naruto berdiri dengan panik dan bergegas meraih tas di samping kursi. Ia sudah hampir kabur saat laki-laki dengan setelan jas berwarna biru tua itu dengan cepat mengalungkan dasinya di leher Naruto, menggenggam erat kedua ujung dasi dan mencegah kepergian si pirang. Naruto tertahan di tempat, tasnya jatuh ke lantai.
"Ohok ... ohok! Lepas! Lepaskan aku ... ohok ... sialan!"
Uchiha Sasuke, yang baru saja hampir membuat Naruto menyapa neraka dalam waktu dekat, segera melepaskan salah satu ujung dasi. Ia mendorong Naruto hingga jatuh terduduk di kursi lagi, dan menatap bocah pirang itu yang juga sedang menatapnya dengan tatapan sengit.
"Apa-apaan kau?!" Naruto bertanya dengan gemeletuk gigi yang terdengar jelas. "Apa yang kau lakukan di sini?"
"Jelas-jelas aku yang berhak menanyakan itu," jawab Sasuke datar. "Pulang. Amaterasu belum makan siang."
"Gila. Aku juga belum makan siang, tetapi harus segera melayani gagak sialan itu," gerutu Naruto sambil kembali berdiri tegak di depan Sasuke dengan tangan yang memegang leher. "Jangan mengaturku. Aku akan kembali saat aku sudah ingin."
"Perlu kukalungkan lagi dasi ini di lehermu?"
"Permisi, apakah kau tidak merasa dirimu terlalu kasar?"
Sasuke menoleh, mendapati Kakashi juga telah berdiri dengan kedua tangan dimasukkan ke kantong celana. Mata Sasuke menyipit sebentar.
"Jangan ikut campur."
"Aku punya urusan dengan Naruto, kami perlu mengobrol sebentar," balas Kakashi datar. Tatapan matanya bahkan sudah tak seramah tadi. "Lagi pula, kau tak berhak mengatur Naruto."
Sasuke menyeringai tipis. "Tentu saja aku berhak, bibinya memberiku hak untuk itu."
"Oh, Karin memintamu mengawasinya?" tanya Kakashi santai, tetapi berhasil mengundang tanya dalam kepala Sasuke. "Tenang saja, Tuan Penjaga. Kau boleh pergi. Jangan lupa sampaikan salamku pada Karin, katakan padanya kalau Naruto sedang bersamaku."
Sasuke menatap Kakashi tajam. Dengan gerakan cepat, Sasuke menarik tangan Naruto, tetapi dengan cepat pula Kakashi sudah menarik tangan kiri Sasuke ke belakang dan menendang belakang lutut Sasuke hingga ia jatuh berlutut di lantai.
"Jangan macam-macam dengan mantan atlet judo---"
Kalimat Kakashi terhenti. Belum selesai berbicara, Sasuke sudah berhasil berputar ke belakang dengan cepat dengan kaki yang menendang lurus ke arah perut Kakashi. Pria bermasker itu jatuh terduduk di lantai sambil memegang perut.
Tanpa berkata apa pun, Sasuke segera menyeret Naruto mengikutinya. Kiba hanya melongo, seperti pengunjung lain yang juga melongo menyaksikan adegan kekerasan di depan mata.
Sedangkan Kakashi, ia perlahan berdiri sambil menatap ke arah pintu masuk. Matanya menatap tajam ke arah laki-laki asing yang sedang menyeret Naruto.
Sasuke memang tidak mengatakan apa-apa, tetapi Kakashi jelas merasakannya. Pandangan menusuk yang tersembunyi dalam tatapan datarnya. Kakashi dapat merasakan kebencian dalam mata Sasuke.
Satu yang Kakashi tahu pasti, laki-laki asing itu baru saja mendeklarasikan perang.
