Uchiha Sasuke melirik arloji di pergelangan tangan. Hampir jam tiga sore, dan perutnya belum diisi setelah ia menenggak setengah cangkir kopi tadi pagi. Pantas saja kepalanya mulai terasa pening sejak setengah jam yang lalu--sepertinya perut Sasuke sudah diisi oleh udara.
Hendak keluar dari ruangan untuk meminta Karin membelikan makan siang, Sasuke malah mendapati gadis itu sedang bertengkar dengan keponakannya di meja kerja sekretaris. Sepertinya bukan pertengkaran biasa yang disebabkan oleh Karin yang begitu suka beradu mulut, karena sang sekretaris bahkan sudah bersiap meluncurkan tinjuan ke arah Naruto.
Dengan gerakan cepat, Sasuke menghampiri Karin dan segera menahan tangan perempuan itu yang telah melayang di udara. Tinjuan gagal mendarat pada sasaran, membuat Karin semakin kesal.
"Wah! Lihat, siapa yang ingin ikut campur dengan urusanku." Karin memindai Sasuke dengan tatapan sinis. "Lepaskan tanganku, Bos. Berandal ini perlu kuberi pelajaran."
Sasuke melonggarkan cengkeramannya pada pergelangan tangan Karin sebelum berucap, "Ini kantor, bukan ring tinju."
"Aku harus memberi pelajaran untuk keponakanku yang telah melakukan kesalahan."
"Apa salahku? Aku hanya minta izin untuk tinggal di rumah Kiba selama seminggu!" Naruto menyalak kesal, mengabaikan Karin yang terlihat siap untuk menelannya hidup-hidup.
"Itulah! Itulah kesalahanmu, bocah kepala batu!" Karin berteriak tepat di depan wajah Naruto sampai ludahnya menyiprat ke wajah anak itu. Naruto mengusap wajahnya dengan kasar. "Kaupikir apa yang akan kukatakan pada ibumu yang sebentar lagi akan tiba di apartemen? Dia akan memukulku karena membiarkan anaknya pergi tanpa pengawasan!"
"Kaupikir kenapa aku memilih untuk kabur? Aku pasti akan dipukul kalau dia tahu rambut merahku yang dia bangga-banggakan sudah berubah warna menjadi seperti milik ayah!"
"Lalu, menurutmu siapa yang salah di sini? Kau! Kau yang salah, berandal! Siapa yang menyuruhmu mengganti warna rambutmu? Siapkan rambutmu untuk dijambak sebentar. Kalau kau berani pergi ke rumah Inuzuka itu, jangan harap akan menerima uang jajan dariku!"
Sasuke yang sedari tadi diam dan mendengarkan pertengkaran, akhirnya memilih untuk membuka mulut dan menghentikan keributan.
"Akan kubuat kau lembur di akhir pekan kalau masih cerewet."
Satu kalimat pendek, bahkan jumlah kata yang diucapkan tak lebih dari sepuluh kata, tetapi mampu meredam ledakan yang belum selesai. Secepat kilat, Karin membuat gestur menarik ritsleting di bibir.
Sasuke hanya berdecih melihat Karin yang begitu cepat dikendalikan hanya dengan kalimat yang mengancam hari liburnya. Mendapati keadaan sudah terkendali, laki-laki berkulit pucat itu melirik Naruto yang juga sedang melihat ke arahnya.
"Tinggal bersamaku."
"Ha?" Naruto mengerjap bodoh.
"Dibandingkan dengan rumahku, ruang kerjaku tak ada artinya," lanjut Sasuke memprovokasi. Dia tahu bocah di depannya ini sangat suka dengan kemewahan. "Daripada tinggal di rumah temanmu, lebih baik kau tinggal denganku."
"Sebentar, sebentar." Karin--yang tangannya sudah terlepas dari cengkeraman si bos--meletakkan telapak tangan di dada Sasuke. "Anda, Uchiha Sasuke, bosku yang sangat pelit mau memberi bantuan? Pasti ada sesuatu yang Anda inginkan dari kami--atau dari bocah ini."
Sasuke menarik ujung bibir. "Minggu ini kita akan lumayan sibuk, aku butuh seseorang untuk memberi makan Amaterasu."
Amaterasu, burung gagak peliharaan Sasuke--ya, bos Karin memang seaneh itu. Bibir Karin bergerak membentuk lingkaran dengan kepala yang mengangguk pelan.
"Amaterasu?"
"Burung peliharaanku," sahut Sasuke pada pertanyaan Naruto. "Kau boleh makan dan tidur di sana dengan cuma-cuma. Kau hanya perlu memastikan Amaterasu tidak kelaparan."
"Sebentar!" Karin memotong dengan cepat. "Baiklah, anggap saja aku setuju Naruto tinggal denganmu karena aku lebih percaya padamu dibandingkan dengan si bocah Inuzuka, tetapi apa yang harus kukatakan pada ibunya Naruto? Aku akan dipukul, sungguh."
"Bukankah Naruto seorang mahasiswa baru? Katakan pada ibunya kalau Naruto sedang menjalani minggu orientasi mahasiswa di luar kampus."
Karin membulatkan mulutnya sambil mengangguk sekali lagi. "Ah ... Sasuke, sahabatku ... kau tahu, 'kan, kalau aku selalu kagum dengan kejeniusanmu sejak kita masih di sekolah dasar?"
Sasuke hanya mendengus, abai dengan sahabat perempuannya yang selalu mengatakan hal yang sama saat Sasuke berhasil menemukan solusi.
"Kalau begitu, aku setuju!" Naruto menyengir lebar sambil mengancungkan jempol ke arah Sasuke.
Karin dan Naruto yang terlampau bahagia karena menemukan titik terang pun saling berpelukan, tak tahu kalau Sasuke sedang menyeringai di belakang mereka.