'INI KE-TUJUH BELAS KALINYA KAU MENELEPONKU MALAM INI, PEREMPUAN GILA!'
"Ah ... bocah tengik ini. Baiklah, kalau begitu, mari sudahi panggilan ini. Aku perlu pergi ke kamar tamu dan bilang pada Kushina kalau---"
'Aishhh! Baiklah, maafkan aku!'
Karin yang berbaring di kasur dengan irisan timun yang menempel di seluruh wajah menarik seringai menyebalkan. Tak bertahan lama, karena sedetik kemudian wanita itu menggeram sambil memukul kasur dengan tangan yang tak menggenggam ponsel.
"Naruto, dengar baik-baik. Apa pun yang terjadi, jangan membuka pintu kalau Sasuke mengetuk---"
'Aku bahkan tak sempat menghitung sudah berapa kali kau mengatakan itu dalam tujuh belas panggilanmu malam ini!'
"Berhenti memotong kalimatku, bodoh!"
'BERHENTI MEMANGGILKU BODOH! AKU TAKKAN BISA BERTAMBAH PINTAR KALAU KAU TERUS MEMANGGILKU---'
"KAU MEMANG BODOH KARENA AYAH DAN IBUMU BODOH, BODOH! TERUTAMA IBUMU---ah ... ah ... mentimunku ...." Karin terpaksa menghentikan teriakannya lantaran irisan mentimun di wajahnya berjatuhan saat ia berteriak.
'Karin, aku harus tidur sekarang karena harus ke kampus jam delapan besok. Kudengar kau libur besok dan lusa, kau bebas ingin bangun jam berapa besok, tapi tolong jangan sita jam tidurku.'
Karin berdecih sebal. Tangannya memasukkan irisan timun yang terlepas dari dagu ke dalam mulutnya sebelum mulai menasehati, "Jaga jarakmu sekitar satu meter dari Sasuke. Kalau dia lebih dekat dari itu, kau harus bergeser. Jangan terlalu sering berbicara dengan dia. Jangan menatap wajahnya lebih dari tiga puluh detik. Dan yang terpenting, jangan biarkan Sasuke menyentuhmu."
'Memangnya kenapa? Kami sama-sama laki-laki---'
"JUSTRU ITU MASALAHNYA, IDIOT!" Karin sekali lagi harus memungut kembali irisan timun yang jatuh di samping kepala. "Besok, aku akan ke sana. Turuti perintahku kalau kau ingin bokongmu selamat."
'Ada apa dengan bokongku? Apa yang ingin kau lakukan pada bokongku?'
Tanyakan itu pada Uchiha Homo Sialan Sasuke itu, bocah dungu. Karin menghela napas pasrah.
'Ini sudah hampir jam sebelas malam. Aku akan mengakhiri panggilan ini dan langsung menonaktifkan ponsel. Selamat malam, Nenek Sihir.'
Sesaat setelah panggilan berakhir, Karin memejamkan matanya dengan sangat erat.
Dua hari yang lalu, Sasuke memberinya sebuah hadiah dan ancaman. Hadiahnya adalah libur dua hari, yang artinya minggu ini Karin hanya perlu bekerja selama tiga hari. Ancamannya adalah memotong gaji Karin sebanyak tiga puluh persen untuk tiga bulan ke depan.
Itu semua Sasuke lakukan hanya untuk mendapatkan satu hal: izin dari Karin agar Naruto tinggal satu minggu lagi di apartemen Sasuke.
Uzumaki Karin, dengan kejeniusan unlimited langsung menarik sebuah kesimpulan. Rumor yang berembus di kantor mengenai orientasi seksual sang bos itu benar adanya. Bahwa sesungguhnya Sasuke adalah penyuka sesama jenis, dan Uzumaki Naruto, keponakan kurang ajar yang diam-diam Karin sayangi seperti anak sendiri, menjadi target Sasuke sekarang ini.
Dua hari kemarin dan juga hari ini, Karin bisa masih bisa bernapas karena Sasuke lembur di kantor dan baru kembali ke apartemen jam sepuluh malam, yang artinya Naruto masih selamat karena anak itu selalu tidur jam delapan malam kalau sedang sendirian. Masalahnya, Sasuke mengambil cuti setengah hari besok. Bosnya akan kembali ke apartemen pukul satu siang, yang mana dia akan bertemu dengan Naruto karena anak itu akan kembali ke apartemen jam sebelas siang karena dia hanya akan mengikuti upacara penerimaan mahasiswa baru besok.
Sasuke si atasan homo dan Naruto si keponakan bodoh dalam satu ruangan, bisa bayangkan apa yang akan terjadi?
"Argh! Aku bahkan tak bisa ke sana karena aku tidak diizinkan bertemu Sasuke saat sedang libur kecuali dipanggil olehnya!" Karin kembali menggerutu. Tangannya sudah menyingkirkan irisan timun di wajah dan membuangnya ke lantai. Gadis itu meraih ponselnya lagi, lalu mengetik pesan dengan gerakan cepat.
"Aaahhh!!! Kenapa keparat kecil ini selalu menjadi beban pikiran untukku?!"
Sedangkan di apartemen, Sasuke mengernyit saat melihat pesan dari Karin.
"Apa ini? 'Aku akan menelanjangimu dan menggantungmu di tiang listrik kalau kau memperalat Naruto'?"
"Ah, ternyata dia tahu kalau kau selalu mengancamku agar aku mengikuti kemauanmu." Naruto mengangguk sendiri sambil menyeruput ramen. Ia mengabaikan kuah ramen yang meleleh ke dada telanjangnya karena makan dengan terburu-buru. "Tenang saja, aku takkan bilang kalau kau menyuruhku mencuci rambutmu, asalkan kau tak melapor ke ibuku."
Sasuke yang juga sedang bertelanjang dada itu mengangguk tak niat, lalu kembali menenggak jus tomat dengan wajah tanpa dosa.
