"APA?!"
Uchiha Sasuke mulai memikirkan rencana untuk mengunjungi dokter THT dalam waktu dekat. Entah kenapa, Naruto selalu meneriaki Sasuke ketika jarak mereka kurang dari satu meter. Dan sialnya, suara Naruto tidak seperti suara remaja laki-laki pada umumnya yang berat dan dalam. Suara anak itu agak serak ketika berbicara normal, tetapi bisa mengalahkan suara ikan paus kalau sedang kesal atau terkejut.
"Katakan kalau kau bohong." Naruto menoleh, menengadahkan kepala dan menatap Sasuke tepat di mata hitam laki-laki itu. "Katakan kalau kau hanya bercanda!"
Harapan Naruto pupus ketika Sasuke tetap diam. Remaja beranjak dewasa itu membanting rokok yang belum sempat disulut ke lantai, lalu mengacak rambutnya sampai benar-benar berantakan.
"Jangan berlebihan. Lagi pula, kau mendapatkan semua yang kau mau di sini."
"Siapa bilang aku mendapatkan semua?" tanya Naruto sambil tertawa sinis. "Aku bahkan tidak boleh nongkrong dengan teman-temanku di kafe karena kau selalu memantau keberadaanku dari ruang kerjamu."
"Aku hanya memenuhi janjiku pada Karin untuk menjagamu."
"Menjaga? Cih. Kau menyanderaku, berengsek!"
Sasuke mengulum senyum. Ia lumayan merasa lucu dengan Naruto yang telah membuang rasa hormatnya dan menjadi anak bermulut kasar di depan Sasuke.
"Lalu, aku masih harus tinggal di sini sampai akhir pekan minggu depan?"
Sasuke mengangguk santai. "Seperti yang kau katakan."
"Aish!!! Aku bisa gila." Naruto kembali menjambak rambutnya sendiri. "Kenapa? Kenapa si Setan Merah harus tinggal seminggu lagi di rumah Karin? Bukankah dia bilang akan pulang hari ini?"
"Kau bisa tanyakan langsung pada ibumu."
Naruto menggeram sambil berjalan mondar-mandir di hadapan Sasuke. Laki-laki itu menatap Naruto sambil menahan senyum, lalu memungut rokok milik Naruto di lantai dan menyulutnya dengan pemantik miliknya. Ia menyedot masuk asap berbahaya dari batangan kanker itu sambil menonton Naruto yang sedang terombang-ambing dalam samudera kekalutan.
"Hei, seharusnya kau bersyukur karena tidak perlu mengepel setiap hari seperti yang selalu kau lakukan di rumah Karin."
"Sebentar." Naruto menghentikan langkah. "Dari mana kau tahu aku selalu mengepel di sana?"
"Mengenal Karin sejak masih muda, aku tahu perempuan itu suka memperbudak yang lebih muda darinya."
Naruto berdecih, lalu kembali berjalan mondar-mandir. Sasuke baru akan kembali mengisap rokok ketika sebuah tangan langsung menarik rokok itu dari tangan Sasuke, membuang benda itu ke lantai dan langsung melumatnya dengan tumit high heels.
"Kau bukan perokok. Kenapa benda ini ada di tanganmu?" tanya Karin dengan tatapan menyelidik. Pandangannya perlahan berganti ke arah si keponakan yang sudah membelalakkan mata. "Oh ... jangan-jangan ... bocah kepala batu ini yang---"
"Kita baru saja berhasil melewati minggu sengsara di kantor, aku hanya ingin menikmati benda itu sambil bersantai sebentar di sini."
Karin menatap Naruto, lalu menatap Sasuke lagi. Bocah Uzumaki diam-diam menghela napas lega.
Kelegaan Naruto tak berlangsung lama. Anak itu membelalakkan mata, lalu menoleh ke Karin.
"Kau harus menjelaskan padaku kenapa Setan Merah masih akan ada di rumahmu sampai minggu depan."
Karin mengerjap bodoh. "Huh? Maksudmu?"
Naruto yang bingung pun ikut mengerjap bodoh. "Huh? Bukannya Ibu masih ingin tinggal karena mau menonton teater?"
Angin bertiup di antara Karin dan Naruto yang masih kebingungan. Satu-satunya yang sadar dengan keadaan dan terlihat panik di sini adalah Sasuke, itulah kenapa dia segera menyeret Karin masuk kembali dan mencari tempat bicara yang agak jauh dari Naruto.
"Katakan pada Naruto kalau ibumu masih di sini sampai minggu depan, dan kau bisa mendapatkan jatah libur selama dua hari."
Karin yang terlalu terkejut dengan negosiasi dadakan ini hanya bisa mengernyit. "Ada apa? Kau mau menahan keponakanku untuk tinggal di sini lebih lama?"
"Hn---maksudku bukan begitu ... maksudku ...." Sasuke mengalihkan tatapan ke tempat lain. "Napsu makan Amaterasu meningkat saat Naruto merawatnya ... jadi ... aku butuh dia ada di sini sampai minggu depan."
"Ah ... karena Amaterasu, ya ...." Karin menganggukkan kepala, dibalas anggukan juga oleh Sasuke. "Hm ... aku bukan Naruto yang bisa kau bohongi dengan sangat gampang."
"Hn?"
"Jelas sekali kau menginginkan sesuatu dari keponakanku." Karin memperjelas maksud kalimatnya. "Katakan, apa alasanmu menginginkan Naruto tinggal di sini hingga minggu depan?"
Ah, Karin memang sekretaris terlatih. Terbukti dia bisa menganalisis keadaan dengan sangat akurat. Di saat seperti ini, Sasuke jadi bingung, ingin bersyukur atau memaki.
Sadar kalau Karin butuh jawaban, Sasuke menatap ke arah lain saat menjawab, "Aku tidak tahu kenapa aku melakukannya, aku juga tidak tahu apa yang sebenarnya kuinginkan."
"Apa maksudmu---"
"Akan tetapi, yang aku tahu pasti ...." Sasuke menarik napas perlahan, lalu berbisik, "Aku senang melihat keponakanmu ada di sekitarku."
