Minggu pagi, Rania yang sudah mandi dengan rambut setengah basah dan menggunakan daster kesayangannya sedang menuntun Ibu Juah yang sudah mampu berjalan sedikit-sedikit.
Ayah dan Abah sudah menggenggam erat raket mereka, sedangkan bundanya sedang membersihkan halaman rumah dengan sapu lidi di tangannya.
Mobil putih Rian telah sampai di depan rumah Rania, Rian turun menggunakan setelan olahraga dan tas raket miliknya, membuat bunda yang sedang asik menyapu meninggalkan sapunya begitu saja untuk menyapa Rian.
"Assalamualaikum Bu, Pak, Abah, Ibu" Rian menyalami semua orang kecuali Rania.
"Selamat ya nak Rian atas kemenangannya, medalinya keren banget waktu di foto!" ucap ayah antusias.
"Hadiah buat Rania pak, dia yang minta dibawain," balas Rania.
Rania meninggalkan orang-orang rumahnya yang asik bermain badminton, memutuskan untuk memasak sarapan pagi yang kemarin Rania janjikan pada Rian.
Rania menggoreng tahu, lalu membuat ayam kecap kesukaan keluarganya, ditambah dengan tumis buncis dan jagung muda, tak lupa buah-buahan seperti melon dan semangka yang ia potong simetris.
"Sarapannya udah jadi, makan dulu kali yah! Itu mas Riannya belum sarapan tau dari pelatnas!" protes Rania.
Di meja makan, bunda, ayah, ih Bu Juah dan Abah Musa menyerbu Rian dengan pertanyaan tentang pertandingan kemarin, membuat Rania yang tidak mengerti hanya mengangguk-angguk sok mengerti dengan yang Rian ucapkan.
"Nggak pulang ke Bantul yan? Jenguk ibu?" tanya Bunda menuang air putih ke gelas Rian yang sudah habis.
"Makasih Bu, Iya rencananya Rian pulang besok," ucap Rian.
"Oh iya Bu, pak, saya mohon ijin buat bawa Rania ketemu keluarga saya, apa diperbolehkan?" tanya Rian yang mampu membuat Rania tersedak.
Akhir-akhir ini, Rian hobi sekali melakukan tindakan tidak terduga yang mampu membuat hatinya porak-poranda, padahal harusnya Rania yang membuat Rian begini.
"Boleh mas Rian, bawa aja, nggak usah dipulangin juga nggak apa-apa," jawab Bunda.
"Mas Rian kok izinnya sama ayah sama bunda?! Rania yang dibawa, boro-boro izin, ngomong aja nggak?!" protes Rania kesal sambil melahap semangkanya.
"Kamu mana protes kalo diculik sama cowo seganteng Rian!" balas bundanya.
"Iya sih, tapikan bisa izin!" ucap Rania tak mau kalah.
Rian yang kembali dari mobil membawa banyak sekali boneka binatang dan juga tas Charles and Keith berwarna soft pink ke hadapan Rania yang asik mengunyah keripiknya di depan televisi.
"Nih, oleh-oleh!" ucap Mas Rian.
"Ngapain mas Rian?! Bawa boneka sebanyak ini? Emangnya Rania mau bikin kebun binatang?!" tanya Rania polos.
"Waktu itu kamu yang minta!" jawab Rian.
"Kapan?" tanya Rania bingung.
"Waktu itu! Waktu saya telpon di Inggris jam delapan malam, saya lagi nemenin si Fajar beliin boneka buat gebetannya, terus saya telfon kamu buat nanya,"
"Ya terus kamu jawabnya Penyu, Koala, Gajah, Lumba-lumba, Kucing, Singa,"
"MAS RIAN NELFON RANIA JAM DUA MALEM MAS?!!!! GIMANA BISA MAS PERCAYA SAMA ORANG YANG SUARANYA AJA SENGAU?!!" ucap Rania frustasi.
"Makasih Rania," sindir Rian.
"Iya mas Rian, makasih ya" ucap Rania pasrah.
"Terus ini?" tanya Rania begitu melihat tas soft pink tersebut.
"Waktu itu mau ngasih kamu pas di apartemen Fenhan, eh saya nya lupa, terus masih di mobil, yaudah"
Rania sudah mengganti dasternya dengan oversize tee yang ia padu padankan dengan rok plisket cantik berwarna putih, tak lupa handbag dengan ukuran yang cukup besar.
"Ayo," Rian juga mengganti baju latihannya dengan celana pendek chinos dan kaos ASSC yang dilengkapi dengan slingbag Gucci dan jam tangan Patek Philippe.
"Mau kemana?" tanya Rian begitu Rania duduk di sebelahnya.
"Beli oleh-oleh sama kado buat ibumu lah Mas," ucap Rania memasang seatbeltnya.
"Oke, mall ya?" tanya Rian yang Rania angguki.
Rania memilih gamis berwarna krem yang cantik untuk kakak perempuan Rian, sedangkan untuk ibu Rian, Rania memilih gamis berwarna pastel ungu dengan detail sederhana tapi cantik itu.
"Saya aja yang bayar," ucap Rian.
"Mas Rian, kado ini dari Rania! Bukan dari mas Rian tau," tolak Rania langsung memberi kartu debitnya.
Rian mengajak Rania untuk pergi ke toko emas untuk menghadiahinya sang ibu sebuah kalung cantik.
"Ini bagus nggak mas? Detailnya cantik, nggak keliatan berlebihan juga" Rania memberi tahu Rian tentang kalung dengan bandul berbentuk bunga yang cantik.
"Mbak, boleh liat yang itu nggak?" Rian menuruti kemauan Rania.
"Boleh nih, ibu saya nggak suka sama yang kelihatan berlebihan soalnya,"
"Mbak, saya ambil yang ini ya," ucap Rian.
"Istrinya nggak sekalian mas?" tanya penjaga toko tersebut.
"Hah?! Saya buk-"
"Boleh, kamu mau yang mana Ran?" tanya Rian.
Rania yang salting hanya menggelengkan kepalanya sembari menjauh dari Rian, mencoba menutupi pipinya yang merona.
"Mau lanjut kemana lag-"
"Mas Rian, mbak Rania! Saya minta foto dong," ucap orang lain yang menyela pembicaraan Rian.
"Sini saya yang foto," Rania yang mengira dirinya dijadikan tukang foto langsung berinisiatif untuk membantu memotret keduanya.
"Eh bukan! Sama mbak Rania juga" selanya.
Setelah foto dengan orang tersebut, Rania dan Rian berakhir berfoto dengan banyak sekali penggemar yang mengerubunginya.
Rian akhirnya berinisiatif untuk membawa Rania kabur untuk kembali ke parkiran dan pergi dari mall tersebut.
"Eh eh!!!" Rania kaget begitu Rian menarik tangan Rania menjauh dan berlari dari kerumunan.
"Astagfirullah! Rame banget tadi, aku sampai sesak susah nafas," Rania menengguk minuman yang ia miliki di tas.
"Minum dulu mas," Rania menyerahkan botol minum miliknya yang ia minum barusan.
"Kita nonton aja," usul Rian.
"Mana bisa mas Rian?! Nanti dikerubuti lagi kaya tadi," tolak Rania.
"Kita Drive in cinema aja Ran,"
Rania dan Rian berakhir menonton film dari mobil mereka dengan ditemani popcorn, hotdog dan satu soda untuk Rania, dan es teh untuk Rian.
"Oh iya mas Rian, Rania lupa bilang sama mas Rian kalo tuntutan Rania sama Alfi, Rania cabut,"
"Hah?!! Serius kamu Ran?!! Kenapa bisa kamu cabut tuntunannya?! Kamu hampir mati Rania!" ucapnya.
"Alfi butuh bimbingan tenaga ahli, dia punya gangguan mental, mana tega Rania buat Alfi makin gila karena dipenjara?"
"Rania, Rania, kamu tuh malaikat atau apa sih? Saya sampai bingung,"
"Udah ah nonton film lagi!"
"Tapi, nanti kalau dia ngebahayain kamu lagi gimana Ran?"
"Nggak mas Rian, Alfi tetap dalam pengawasan polisi dan dokter, Rania nggak akan kenapa-kenapa,"
"Yaudah, abis ini langsung pulang, siap-siap, besok pagi saya jemput, kita ke Jogja bareng aja naik kereta,"
"Kereta?!"
"Biar saya punya banyak waktu bicara sama kamu?"
"Hah? Apa? Nggak kedengeran,"
"Nonton lagi,"
"Mas Rian nggak jelas!"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑬𝒌𝒔𝒕𝒓𝒐𝒗𝒆𝒓𝒕
FanfictionMuhammad Rian Ardianto, pria yang harusnya bisa menikmati hidup tenangnya lebih lama kini harus dihadapkan kenyataan bahwa dunia mengirimkannya perempuan tidak bisa diam, cerewet, banyak tingkah yang mampu memporak-porandakan kehidupannya yang tenan...