Rania menepuk tangan Rian yang sedang tertidur pulas di kursi samping ranjangnya pelan, membuat Rian langsung terbangun.
"Iya Ran? Kamu kenapa? Butuh sesuatu?" tanya Rian begitu sadar.
"Minum," Rania berbicara dengan susah payah.
Rian membantu Rania untuk meminum air putih yang telah tersedia di mejanya.
"Mas Rian kok disini? Bunda sama Ayah mana?" tanya Rania.
"Pulang, saya suruh pulang, dirumah mu kan masih ada Abah Musa sama Ibu Juah," ucap Rian.
"Mas Rian mending sekarang pulang, biar bisa langsung istirahat, besok kan harus latihan lagi," ucap Rania.
"Saya izin nggak latihan besok," jelas Rian.
"Mas Rian, Minggu depan mas Rian sudah harus berangkat All England loh, pulang ya? Istirahat yang cukup" suruh Rania.
"Saya disini sama kamu," jawab Rian.
"Mas Rian, Rania nggak apa-apa, cuma syok doang, abis mas Rian pulang Rania janji bakal tidur, besok pasti Rania udah pulang, beneran mas Rian," ucap Rania mencoba memberikan pengertian.
"Saya udah janji sama ibu kamu buat jagain kamu," jelas Rian.
"Mas Rian juga punya janji sama Rania ngasih medali," ucap Rania.
"Nanti Rania yang bicara pas Bunda kesini mas Rian," ucap Rania.
"Kamu nggak apa-apa saya tinggal?" tanya Rian khawatir.
"Mas Rian! Rania bahkan nggak pake infus, Rania mungkin masih bisa lari abis ini, udah mas Rian nggak usah khawatir!"
"Kalo ada apa-apa telfon saya, sama pencet tombol, biar suster dateng," ucap Rian akhirnya mengalah.
Rania memegang kedua bahu Rian kemudian menepuknya pelan.
"Semangat, mas Rian nggak boleh ngunjungin Rania setelah urusan All England selesai, oke?"
"Kenapa gitu?" tanya Rian.
"Biar fokus mas Rian! Nanti Rania janji jemput deh pas pulang," tawar Rania.
"Kamu nggak takut saya di deketin sama cewek lain kalo nggak ngunjungin kamu?" tanya Rian.
"Takut sih, tapi Rania lebih percaya jalannya Allah, kalo memang ujungnya nggak sama Rania, berarti mas Rian bukan jalannya Rania," jelas Rania.
"Udah ah keburu malem!" Rania mendorong badan Rian menjauh.
"Udah malam daritadi kali!" jawab Rian.
Jam memang sudah menunjukkan pukul 11 malam, Rian buru-buru memesan taksi melalui aplikasi online.
"Pamit dulu, Assalamualaikum," ucap Rian sebelum menutup pintu kamar Rania.
"Waalaikumsalam," balas Rania.
Rania sejujurnya takut sendirian, mengingat kejadian sebelumnya yang telah ia alami menambah ketakutannya semakin menjadi-jadi, tapi Rian harus tetap latihan esok hari karena mengingat turnamen yang akan datang adalah impian semua pemain bulutangkis, Rania tidak bisa egois dan memintanya untuk tetap menemaninya.
Rania memutuskan untuk kembali tidur agar badan lelahnya bisa jadi jauh lebih baik ketika bangun esok pagi.
Pagi-pagi buta, Rania sudah pergi ke nurse station untuk meminjam mukena para suster yang menjaganya agar bisa menunaikan kewajiban sholat subuh.
Polisi yang sama yang mewawancarai Rian dan Fajar kini duduk berhadapan dengannya, meminta keterangan dari Rania.
"Saya nggak tau kenapa akhir-akhir ini dia malah makin sering ngikutin saya, dan jujur aja, bikin saya merasa terancam pak," jelas Rania yang diangguki.
"Baik, laporan akan segera kami tindak lanjuti ya mbak Rania, dimohon kerja samanya untuk kasus ini, semoga cepat pulih, Pak, Bu, saya pamit permisi dulu" ucap pak polisi yang diangguki oleh kedua orang tua Rania.
"Udah ayo pulang," ajak ayahnya.
"Yah, anterin Rania ke Asiette dulu sebentar, kemarin ada janji sama yang jual rumah buat ibu sama Abah," jelas Rania sembari mengikat rambutnya.
"Kamu tuh bener-bener ya, kaya nggak ada syok syoknya sama sekali," omel Bunda.
"Syok mah pasti bun, tapi sekarang orangnya udah di taruh di tempat yang seharusnya, jadi ya biasa aja," jelas Rania.
"MBAK RANIAAAA!!!!!!! MBAK NGGAK PAPA?" teriak Reni begitu ia sampai.
"Ya Allah ada ibu sama bapak, Assalamualaikum," Reni menyalami tangan orangtua Rania.
"Mbak, gimana mbak keadaannya?" tanya Jeno.
"Sehat banget, udah kerja lagi ah, mbak mau ketemu orang," ucap Rania mendorong Jeno.
Rania, kedua orangtuanya, mas David, dan petugas pengecek surat tanah sedang berbincang santai, sesekali ayah Rania yang ramah membuat lawakan ditengah pembicaraan.
"No, mbak minta bungkusin makanan dong buat makan malem," ucap Rania begitu pembicaraan mereka selesai, dan mas David dan petugas pengecekan surat tanah izin untuk meninggalkan Asiette.
Rania dan kedua orangtuanya telah sampai di rumah, Abah Musa dan Ibu Juah menunggu Rania khawatir di ruang tamu diiringi isakan dari ibu Juah.
"Assalamualaikum ibu, Abah!" Rania memeluk keduanya.
"Waalaikumsalam neng Rania! Neng Rania kenapa? Nggak kenapa-kenapa kan neng? Mana neng yang luka" tanya ibu Juah panik.
"Nggak apa-apa ibu, Rania Alhamdulillah sehat, ibu sama Abah doain Rania juga kan pasti?" jawab Rania.
"Ibu kemarin latihan jalan nggak?" tagih Rania sembari duduk di sebelah ibu Juah.
"Latihan neng, tapi cuma sebentar, kalo jalan lama-lama, sakit kaki ibu neng,"
"Ibu sama Abah, nggak boleh pindah ke rumah baru kalo belum bisa jalan," jelas Rania.
"Iya neng, tapi neng Rania beneran nggak apa-apa kan?" tanya Abah.
"Sehat Abah, tuh Rania nggak ada bekas infusan, luka, nggak ada sama sekali," bangga Rania.
"Yaudah ayo makan dulu, Rania bawa makan malem dari Asiette,"
Malam itu Rania tidak di bayang-bayangi oleh ketakutan akan Alfi, malam itu adalah malam dimana Rania bebas tertawa, bebas menunjukkan dirinya dimanapun ia berada.
Rania menghubungi nomor Rian begitu selesai makan malam, Rania memandang langit-langit kamar tidurnya.
'Halo,' sapa Rian dari seberang.
'Mas Rian, Rania sudah pulang,' jelas Rania yang mendapatkan deheman dari Rian yang berada di seberang.
'Iya, ibu yang ngomong ke saya tadi pagi,'
'Ih ibu bocor banget sama mas Rian,'
'Latihannya gimana mas tadi sama Fajar? Eh jangan lupa bilangin makasih juga buat Fajar' ucap Rania.
'Ya latihannya kaya biasa, cuma tadi nambah nambahin jam latihan buat fokus sama yang kurang,'
'Ran, kalo saya pulang bawa medali, kamu harus ngabulin permintaan saya ya?'
'Nggak mau, kaya Idan aja kamu,'
'Serius loh Ran,'
'Yaudah iya mas Rian, mau apa juga Rania beliin, tapi kalo bisa request makanan aja ya, duitku abis nanti,'
'Mas Rian, waktu itu Rania pernah nanya, belum mas Rian jawab, inget nggak?'
'Yang mana?' tanya Rian.
'Kenapa mas Rian nggak suka orang cerewet, terus kenapa juga mas Rian mau deket-deket sama Rania?!'
'Loh, emang saya deketin kamu?'
'Lah, emangnya nggak?'
'Nggak tuh,'
'IH MAS RIAN!'
'Mas Rian emang nggak ada niatan nembak Rania dalam waktu dekat?' tanya Rania iseng.
'Nggak,'
'Ih tau ah, Rania matiin, mas Rian ngeselin!'
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑬𝒌𝒔𝒕𝒓𝒐𝒗𝒆𝒓𝒕
FanfictionMuhammad Rian Ardianto, pria yang harusnya bisa menikmati hidup tenangnya lebih lama kini harus dihadapkan kenyataan bahwa dunia mengirimkannya perempuan tidak bisa diam, cerewet, banyak tingkah yang mampu memporak-porandakan kehidupannya yang tenan...