DUA PULUH ENAM: Dari Mata Jaemin

1.5K 229 18
                                    

Kalau berkenan, kasih komentar dan vote ya. Terimakasih 🥰


Semua mata yang menatapku bagaikan menelanjangi aku dengan brutal, meluluhlantahkan kepercayaan diriku, sebab aku juga tidak tahu kemana perginya Jeno. Yang terakhir aku ingat adalah ciuman kami—dia—yang singkat dan melankolis, kemudian aku keluar dari mobil dan membanting pintu dengan keras. Pun aku juga sama bertanya-tanyanya dengan mereka, kemana perginya Jeno?

Jihoon pertama kali membuka suara, sebab dia juga yang pertama kali menemukan bahwa Jeno menghilang dari kami. "Kemana perginya dia Hyung?" Ucap Jihoon merujuk pada sang anak Aphrodite.

"Bisa gila aku," Bongshik merosot dan menganga menatap pintu mobil yang terbuka dan kosong "demi apapun." Ucapnya lemas.

Begitu juga dengan Tuan Nakamoto, menjatuhkan tongkat sihirnya yang panjang dan hampir saja menyentuh bumi. Raut wajahnya benar-benar menunjukkan kecemasan, sebab ia pasti tahu bahaya apa yang mungkin saja terjadi, yang mungkin saja dapat membunuh Jeno.

Aku hanya terdiam, benar-benar tak tahu harus melakukan apa, benar-benar tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi. Perlahan-lahan aku menyusun ribuan pertanyaan yang mencambuk kepalaku, merapikannya menjadi ungkapan tanya yang padu.

"Siapa?" Ucapku dengan bibir yang semakin mengelu.

Menyadari dirinya yang duduk tersungkur di halaman parkir itu, Bongshik menyadarkan dirinya dan perlahan-lahan bangun, menguatkan persendiannya, wajahnya berubah serius dan tajam, menandakan benar bahwa sesuatu sedang tidak baik-baik saja.

"Tuan Nakamoto dan Jihoon, kalian cari Jeno, temukan ia hidup-hidup. Kita benar-benar sudah tak punya waktu untuk menunda lagi." Kata Bongshik memerintahkan.

Jihoon dengan raut wajah yang linglung, menjadi terkesiap karena perintah yang sangat-sangat tidak biasa. Dia semacam gelisah, sebab keringat sebesar bulir jagung meluncur dari dahinya. "Ke mana kami harus mencarinya?" Tanya Jihoon ragu-ragu dan takut-takut.

"Cari dia kemanapun, bila perlu datangi ujung dunia!" Kata Bongshik meninggikan suaranya "Aku tak peduli apa yang harus dikorbankan, bawa dia hidup-hidup kemari." Kata Bongshik mengakhiri, kemudian dia berjalan meninggalkan Tuan Nakamoto dan Jihoon yang sejenak membatu.

"Kau tahu sihir penggandaan jiwa?" Tanya Tuan Nakamoto pada Jihoon yang masih termangu.

Jihoon mengangguk, namun penuh keragu-raguan "Aku pernah melakukannya sekali." Jawab Jihoon.

"Itu sudah cukup," balas Tuan Nakamoto padanya, dengan nada yang halus, berusaha menenangkan penyihir remaja itu. "Kau akan pergi ke utara dan selatan, bersama aku."

Aku tak dapat mendengar jelas percakan mereka setelah itu, sebab mereka meninggalkan kami dengan gerakan yang gesit. Jisung menatapku dengan pelupuk mata yang sayu, mempertanyakan keadaanku detik itu.

"Kita perlu bergegas." Ujarku padanya.

Jisung menahan pergelelangan tanganku, "Dia akan baik-baik saja Jaemin. Bangsa penyihir tidak akan pernah menggunakan kekuatan besar mereka—sihir penggandaan jiwa—tanpa hasil yang sesuai dengan apa yang kami inginkan." Kata Jisung, mencoba menangkan aku, seolah-olah aku akan menjadi janda akibat perginya Jeno.

His Guardian-[NOMIN] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang