TIGA PULUH LIMA

1.4K 190 12
                                    

Kalau berkenan, kasih komentar dan vote ya. Terimakasih 🥰

Suara derap langkah kaki, dan kaki kuda, merayap dari kejauhan, mendekat kepada mereka dengan bunyi yang semakin nyaring di setiap langkah. Renjun dan Jaemin berdiri dengan wajah yang bersiaga. Renjun menoleh kepada Jaemin dengan alis yang menyungging.

"Apapun yang terjadi, jangan gunakan kekuatanmu, jadilah manusia biasa, jangan melawan, jangan menggerutu dan jangan lakukan apa pun untuk melindungi diri, meskipun lehermu ditodong dengan pedang." Kata Renjun menjelaskan dengan penuh penekanan.

Jaemin berdecih "Mereka sebaiknya memiliki pedang yang runcing." Balas Jaemin dengan santai. "Tenanglah, aku tahu kita berdua pandai dalam berakting menjadi orang yang lemah."

Derap langkah itu semakin mendekat dan suaranya semakin jelas, dari balik pepohonan dan semak hijau, kepala kuda dan orang-orang berpakaian serba logam mengepung mereka dengan wajah yang gahar, di balik pelindung kepala mereka yang mengilap bagaikan permukaan kaca.

Seorang prajurit dengan baju zirah berwarna merah, dan tombak emas yang runcing mencuat ke angkasa, bergerak dari balik seekor kuda hitam legam. Ia melepaskan pelindung kepalanya. Wajahnya begitu dingin dan tampak kaku, seluruh permukaan wajahnya bagaikan marmer yang diukir, dengan hidung yang sebegitu mancungnya, tubuhnya tinggi dan tegap, terbalut baju zirah yang merah cemerlang. Dari kejauhan mereka sama-sama sudah tahu, meskipun bukan ia yang sebenarnya, tapi tubuh dan wajah itu adalah Park Jisung.

"Dewa Dangun, benarkah yang mulia mengirim kalian kemari." Ucapnya dengan tegas, dan dengan suara yang sama yang selalu ia gunakan untuk berbicara sebagai seorang Park Jisung.

Jaemin mendekatkan bibirnya pada telinga Jisung kemudian berbisik. "Wow, mereka menggunakan bahasa Korea, dengan logat dan kosakata yang begitu tua sekali."

"Setidaknya mereka tidak mengoceh dengan bahasa Spanyol karena aku tidak pernah lulus pelajaran itu dan sebaiknya kau diam." Jawab Renjun membalas dengan bisikan. Renjun maju beberapa langkah, pria berwajah Jisung itu perlahan mundur dan pertahanan anggota gerak bawahnya bagaikan terpelintir, sehingga membuatnya sedikit bergoyang, ketakutan.

"Tidak sepenuhnya demikian, kami berasal dari dunia yang jauh dari dunia kalian. Dan taruh kata begitu,  kami datang dengan niat baik, kami tak bermaksud mengganggu kerajaan, sama sekali." Kata Renjun menjelaskan dengan santai. "Dan aku Yahudi."

Pria itu menggeleng, dan matanya menyipit curiga kepada mereka, dengan itu ia tidak kehilangan keseimbangannya pada pijakan pasir pantai putih di bawahnya, keseganannya kepada Renjun dan Jaemin seketika lenyap saat ia tahu bahwa bukan Dewa merekalah yang mengirim Jaemin dan Renjun kemari.

"Kalian penyihir, berbicara dengan bahasa yang aneh dan tutur kalimat yang semrawut, sebaiknya kalian berdoa kepada Tuhan kalian supaya Raja kami berbaik hati untuk tidak membunuh kalian berdua." Ucapnya, kemudian memberi isyarat kepada pasukan di belakangnya untuk mendekat dan membawa Renjun serta Jaemin.

Mereka berdua dengan pasrah membiarkan diri mereka ditarik paksa dan diikat oleh para prajurit, sebab melawan tidak akan membuat mereka mendapatkan tujuan kedatangan itu kemari.

Para prajurit itu membawa Jaemin dan Renjun untuk pergi menuju kerajaan. Jalan menuju tempat megah itu sangat panjang, meskipun bangunan megah istana sudah tampak dari tempat mereka berdiri. Jalan itu membawa mereka tepat menuju pintu gerbang istana, kiri dan kanan sepanjang jalan penuh sesak oleh pepohonan yang rimbun dan sejuk. Daun yang lebat menutupi langit dan cahaya matahari hangat yang menuju mereka, sehingga suasana di sana sangatlah nyaman. Dunia yang sedang mereka datangi adalah abad-abad awal Masehi, sebelum dunia semakin menjadi tidak terkendali dan dipenuhi oleh selisih paham antara pemimpin-pemimpin.

His Guardian-[NOMIN] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang