Melepaskan?

156 17 3
                                    

Melepas bukan tentang ikhlas tidaknya, tapi tentang bisa atau tidak. Pikiran dan perasaan berada dalam satu tubuh, bergerak mengikuti arus yang sama tapi berbeda ingin. Otak bilang "Ya sudahlah, untuk apa mempertahankan, jika hanya ada luka." Namun hati berkata "Kau kuat. Bertahanlah demi cintamu." Saat satu mulai bercabang, sulit menentukan arah. Ada yang memilih bercerita, ada juga yang memilih bungkam dan menikmati.

Berahi cinta yang sudah dititipkan pada tuannya, walau tanpa sepengetahuan tak bisa ditinggal begitu saja. Setidaknya ada salam perpisahan sebelum dinding tebal membatasi.

Perihal masa lalu, semua orang punya. Salahkah Bintang jika ingin bertanya pada Zabir? Sementara dirinya pun tak ingin membagi yang sudah berlalu.

"Kau kenapa? Apa karena tak masuk sehari saja kau bisa segalau ini, Bintang?" Senyum Zabir merekah, tiap berbicara pada Bintang, selalu ia akhiri dengan senyuman.

Meski Zabir juga linglung, kuatnya seseorang memang tak bisa dinilai dari seberapa sering ia tersenyum.

"Bukan itu kak, aku hanya menunggumu sampai kau siap membaginya." Ucap Bintang lirih. Suaranya sendu, menahan bulir yang kian memberontak ingin menerobos .

"Membagi?" Zabir memperbaiki posisi duduknya, menghadap Bintang yang juga menghadap ke arahnya.

"Amanda" Sulit bagi Bintang untuk menyebut nama itu, entah kenapa Bintang benci, bibirnya kaku meski sebatas nama.

Zabir mengedip pelan, ia mencerna mimik wajah gadis itu. Amanda, Bintang sudah tahu tentangnya.

"Amanda mencintaimu kak." Tambah Bintang lagi. Kali ini hatinya kalah pada otak. Saraf itu memanipulasi hati Bintang agar tetap diam.

"Aku, e- aku. Maaf" Zabir tertunduk untuk pertamakalinya, ia merasa lemah.

"Amanda lebih membutuhkanku, Bintang. Percayalah, kau pasti bahagia dengan melepasku." Sambung Zabir. Pipinya basah, entah sejak kapan tangis itu pecah.

Bintang meremas kuat roknya, salahnya menitipkan hati pada orang sebelum meminta izin.

"Maafkan aku kak. Bintang minta maaf karena telah menitip hati Bintang pada orang yang salah!"

Perkataan Bintang cukup untuk menampar kuat hati Zabir.

***

Suara riuh terdengar di mana-mana. Diantara kerumunan orang, disitulah Ansel berada, melawan Erlang. Ia ditemani Yuli, gadis itu memang sudah tahu kelakuan asli Ansel.

"Hati-hati! Aku tidak siap kehilanganmu kak Ansel." Yuli menggengam erat pergelangan Ansel, jujur ia tak suka pria yang gemar di jalan, tapi terlanjur cinta, mau bagaimana lagi.

"Ck, kalau Ansel kalah. Lo jadi pacar gw!" Perintah Erlang yang dibantah keras oleh Ansel.

"Mending lo jadi pengecut aja Lang, sama seperti Rafael kakak lo!"

Ansel memasang erat helmnya, ia sudah mencintai Yuli, dan tak ingin menjadikan gadis itu taruhan.

"Lo nggak usah bawa-bawa kakak gw!!" Bentak Erlang tak suka.

"Suruh balik tuh kakak lo sama bininya daripada ngengaggu hubungan orang! Cih!!" Rio tersenyum miring, kakak beradik sama saja.

"Nggak ada urusannya sama lo! Andi Bagaskara kok disebut Rio. Kenapa? Karena lo nggak bisa jadi matahari saat hidup lo itu hanya ada awan gelap?!!" Erlang menghinanya, membuat emosi Rio memuncak.

Bugh bugh

"Nama gw juga nggak ada urusannya sama lo burung Elang!!"

Wajah Erlang sudah memar, ia tak berniat membalas hantaman keras dari Rio. Ia tak ingin tambah buruk di hadapan Yuli, meski tahu gadis itu hanya akan melirik Ansel si penipu perilaku.

***

Dalam ruangan berbentuk kubus itu, Bintang  terperangkap di sana. Sementara hatinya masih ia titip pada Zabir, orang yang tak pernah Bintang sangka akan melukainya melebihi senja.

Senja mungkin pernah berjanji, Zabir tidak. Semua murni kesalahan Bintang yang mengharapkan Zabir. Bintang lupa, diawal Zabir sudah memperingatinya untuk tak berharap pada manusia. Tapi hati Bintang tak bisa memilih ingin berlabuh di mana.

To Yuli : Kamu di mana? Aku butuh bahu untuk bersandar.

Sejam yang lalu, Bintang mengirimi gadis itu pesan, namun Yuli tak kunjung membalasnya. Ia melirik sekilas ponselnya, hanya ada Rio, Azka dan Joko yang aktif. Pada siapa Bintang harus mengadu? Apa pada angin yang berhembus, atau pada burung yang bertengger di luar sana.

Hanya gesekan-gesekan ventilasi yang mampu ia dengar, dinginnya udara meski dalam ruangan seakan tak dirasakannya. Bintang membuka jendela, melihat burung-burung di luar sana. Mereka hanya singgah, sama seperti dirinya yang singgah mengisi kekosongan Zabir, sebelum gadis itu kembali.

***

"Maafkan aku, maafkan aku!"

Puluhan kali kalimat itu terucap tak henti-hentinya. Digenggamannya masih terpampang jelas fotonya bersama gadis yang ia tak tahu siapa Bintang dalam hidupnya.

Menyakiti Bintang membuat hati Zabir terluka, ia salah. Namun Zabir juga sudah berjanji pada gadis itu, Amanda.

Seringkali Zabir mendengar Bintang menangis tiap malam, menyebut-nyebut Senja. Zabir ingin Bintang juga kembali pada senja. Menurut Zabir, mereka hanya dua orang yang saling menitip senyum untuk menutup luka.

"Bintang, hari ini aku mengembalikanmu pada semesta. Carilah pemilik baru atau kembalilah bersama luka lama. Kau bisa mengobatinya, aku yakin cintamu pada senja itu bisa mengalahkan rasa sakit yang kuberi. Maafkan aku, maafkan aku Bintang."
-Ahmad Zabir.

Burung kertas berwarna merah, burung pertama yang Zabir terbangkan ke semesta, tentang bintang. Dengan mengirimnya pada semesta, Zabir ingin meyakinkan hatinya kalau ia benar-benar akan melepas.

***

"Ansel!! Yeyyyy!"

Sorakan anggota Sky terdengar, Ansel berhasil mengalahkan Erlang. Yuli menghampiri Ansel, pacarnya. Dipeluknya tubuh kekar milik Ansel, bersyukur pria itu selamat dan juga menang.

"Permainan belum berakhir!" Satu kalimat itu berasal dari Rafael, saudara Erlang.

"Lo jangan main-main sama teman gw!" Rio memperingati, tangannya meremas kuat jaket yang dikenakan Rafael.

"Boneka sudah kukirim. Hentikan saja! Makanya, bawa Zabir kembali dan berikan Yuli pada adikku itu!" Rafael mendorong kuat Rio, ia terpental pelan.

"Apa cuma aku yang tidak paham?" Pertanyaan Yuli membuat keduanya diam.

-
-
-

Menitip dan menutup, satu kata terlihat sama tapi berbeda arti- Bintang

-
-
-
Masih sempat Up xixi. Maafkan Zabir.

(COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang