Tunangan

244 18 1
                                    

Aku bukan Bintang,
Bukan banyaknya Bintang yang bisa kau pilih. Bukan pelangi yang datang setelah hujan, bukan pula senja yang siap berjanji. Tapi aku manusia.
Manusia yang punya hati untuk kau lukai, untuk senang. Manusia yang tak luput dari luka, ya luput. Seandainya hidupku tujuanmu, akan kutempuh juga, tapi siapkah kau berjanji? Berjanji bahagia bersamaku.

***

Cintanya Bintang terlalu dalam, ia sudah berulang kali ke psikolog namun katanya "Cari pengganti" sosok itu tak mungkin diganti. Bintang ingin dia, tapi untuk bersamanya Bintang harus mencari sepertinya, atau mungkin kembali.

Bintang berjalan di trotoar, menendang kaleng-kaleng dihadapannya. Keadaan Bintang yang berantakan, derai air matanya terus mengalir.

Bintang tak sengaja menatap sosok wanita paruh baya ingin melompat, bunuh diri?

Ia segera mendekati wanita tersebut, mengajaknya berbicara seolah ia tak punya masalah.

"Bu, ibu kenapa? Coba turun dulu. Bicara sama Bintang"
Digenggamnya tangan dingin wanita itu, Bintang juga lelah. Tapi bunuh diri bukan solusi.

"Ibu mau mati saja nak"

"Jangan Bu, Bintang mohon yah?"

Secara perlahan, wanita itu meraih uluran tangan Bintang, mereka tersenyum bersama.

***

Zabir merebahkan tubuhnya, selang beberapa detik Zabir tertidur.

"Kak, kalau sudah besar kita menikah ya?"

"Menikah hanya untuk orang yang dicintai sayang"

"Kalau begitu berjanjilah untuk mencintaiku, janji?"

"Janji"

"Bi, bangun sayang! Di depan ada tamu!"

Zabir membuka perlahan matanya, dilihatnya sosok yang berbeda, Ibunya.

"Nak, mama mau bicara bisakan?"

"Ada apa ma?" Ucap Zabir serak.

"Kau ini sebentar lagi kuliah, mama dan papa tidak bisa merawatmu terus. Kau mau bertunangan kan?" Sang mama mengusap pelan pundak anaknya, berusaha meyakinkan.

Zabir menatap mamanya, ia tersenyum. Zabir mengingat wanita itu lagi dan sekarang dirinya harus bertunangan, sungguh perasaan yang sangat berat.

"Ma, Zabir mau. Tapi biar Zabir sendiri yang mencari jodoh Zabir, ya?" Zabir menarik pelan tangan sang Mama, ia mengusapnya lembut.

"Mama ada tamu di bawah, coba kau lihat dulu nak."

"Zabir nggak mau ma!"

Zabir membanting keras pintu toiletnya, berendam di bawah shower. Ia tidak bisa dijodohkan. Mamanya hanya menatap sendu pintu yang tertutup. Ia masih setia menunggu anaknya keluar.

"Mama masih di situ? Sudah Zabir bilang, Zabir nggak mau ma!"

"Jangan membentak mama Zabir!"

"Tapi Zabir nggak mau ma!"

"Zabir!!"

Mereka diam, Zabir mendekati mamanya yang menunduk.

"Ma, biarkan Zabir memilih jodoh Zabir sendiri" Ucapnya memeluk hangat mamanya.

"Mama tidak menjodohkanmu nak, mama hanya ingin kau lihat pilihan mama. Dia ada di bawah, kenalan saja dulu"

"Tapi kalau Zabir nggak suka Za-"

(COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang