Terlalu Rapuh

161 15 4
                                    

SMA Eilder masih berkalang kabut. Banyak yang merasa kehilangan sosok Erlang terutama guru BK, juga Satpam sekolah.

"Makanlah!" Sesuap makanan mengarah ke mulut Bintang, Rio menyuapinya. Bintang tak menolak, tak peduli di meja itu ada Zabir. Mereka kembali duduk bersama, pada satu meja.

Amanda terus merangkul lengan Zabir, ia tak berhenti bermanja-manja pada pria itu.

"Kalian ini sudah seperti pacaran!" Ucap Azka. Pertanyaan itu ditujukan untuk Bintang dan Rio.

"Memang. Tak mungkin seorang teman dekat, duduk bareng, pulang bareng, saling suap. Bohong jika tak ada rasa, kan Bintang?" Rio mengusap pelan kepala Bintang. Gadis itu hanya mengangguk.

"Ck. Masih jadi tunangan orang udah pacaran aja" Zabir menyindir mereka. Ia memilih pergi dari tempat itu, sebelum emosinya bangun dan berakhir memukuli Rio.

"Zabir!" Teriak Azka.

"Apaa?!! Mau main basket gw!" Ucapnya berhenti.

"Lo cemburu?" Tanya Azka lagi.

"Nggak!!"

"Kalau begitu tetaplah duduk!!"

Zabir membalikkan badan, kembali duduk. Ia tepat berada di hadapan Bintang dan Rio yang masih saling menyuap.

"Hentikan pertunangan kalian!" Amanda berucap.

"Aku nggak mau!" Balas Bintang, suaranya sedikit meninggi.

"Kau itu gadis apasih Bintang? Mau pada dua pria, semurah itu kau?" Amanda tersenyum miring ke arah Bintang, terlalu menganggap remeh gadis itu.

"MURAHAN MANA SAMA LO YANG HAMIL DI LUAR NIKAH!! SAMA LO YANG MAU REBUT MILIK ORANG AGAR LO BISA DAPAT CINTA ORANG YANG TAK PERNAH CINTA SAMA LO. HAH!! JAWAB AMANDA, MURAHAN MANA?!! GW CUMA MAU PERTAHANIN APA YANG GW PUNYA!" Bintang menggebrak meja begitu keras. Kesabaran Bintang, sudah habis.

"BINTANG CUKUP!"

"Cih, belain dia lo Zabir? Cewek ini? Cinta pertama lo kan?  Lebih berarti dari gw kan? Kalau emang kakak mau hentikan. Kau yang bilang pada orang tua kita." Bintang sudah tak tahan, ia harus melawan Zabir meski hatinya terluka jika membentak pria itu.

"Cukup Bintang. Gw akan hentiin, kamu di luar batasanmu!!"

"Ayah dan ibu lo bisa meninggal kak!!"

Plakk

Satu tamparan mendarat di wajah gadis itu, Zabir menampar Bintang.

"ZABIR!! lo bukan Zabir lagi. Jangan kasar ke cewek Bir!!" Perintah Ansel ia tak tahan dengan ini.

"Lo juga semua!! Gak denger apa kata gadis itu?!! Orangtua gw dibilang mau meninggal." Tangan besar Zabir menunjuk sahabatnya, ia memukul kasar meja itu. Mereka seperti memberi tontonan gratis.

"Ayahmu kanker kak, stadium akhir. Itulah kenapa aku menerimamu dulu, padahal belum mencintaimu. Ibumu lemah kak, ia. Sudahlah" Bintang berlari dari tempat itu, Rio dan Yuli yang mengejarnya. Ia menahan tangisnya yang kian membanjiri pipinya.

"Bintang" Panggil Yuli, gadis itu langsung memeluk sahabatnya."Apa aku salah jika mempertahankannya? Aku mencintainya Yul. Yang kukatakan itu benar, Ibunya rapuh sama sepertiku. Ibunya bahkan hampir bunuh diri Yul. Aku mengakui dulu menerima karena ibunya, tapi sekarang hatiku semuanya Yul. Semua perasaanku ada padanya."

***

Sekotak kertas, Zabir memandangi lekat kotak itu. Ia tak tahan dengan dirinya sendiri. Zabir menatap pantulan dirinya pada cermin berukuran besar.

(COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang