Memberi

135 12 0
                                    

Memberi bukan tentang pemberiannya, sebesar dan semahal apapun itu jika tak ikhlas maka nihil. Jika pemberian yang dimaksud ini adalah apa yang tak berwujud, bagaimana bisa?

Manusia yang memberi cintanya, memberi orang yang paling dicintainya, adalah ia yang bak malaikat. Saat hatinya masih ingin memiliki, namun desakan menelusup masuk ingin merebut. Mempertahankan salah, memberinya juga salah.

Hati, ketika sudah memilih empunya, harus siap menanggung beribu resiko. Mungkin karena tak ada ucapan selamat datang bagi si pemilik atau mungkin karena hempasan.

Namun hati yang tulus tidak hanya sekadar bertamu, makan, lalu pulang. Tapi ia menetap, menjadikannya rumah. Menjadikannya tempat pulang.

Ketika sudah menetap, lalu seorang tamu datang berniat ingin mengambil alih kepemilikan dan hidup bersama si pemilik lama. Mungkin sulit, iya. Tapi jika ia ingin menetap untuk mengusir, kurang ajar namanya.

Para murid membereskan barang-barang bawaan mereka, pasalnya mereka akan kembali ke Bandung.

"Kak, boleh bantuin bawa kopernya nggak?" Mohon Riris memegang sebuah koper berwarna hitam. Zabir mengangguk.

Yuli menarik kopernya ke dalam bus namun segera diambil alih oleh Ansel, ia menatap malas ke arah Riris yang terus mendekati Zabir.

"Maaf yah Ris, kursi di samping kak Zabir itu punya Bintang!!" Sinis Yuli ketika Riris terlihat ingin duduk di samping Zabir.

"Maaf"

Riris beralih ke kursi yang berada di depan Zabir, ia merasa kesal pada Yuli yang selalu menatapnya sinis.

Saat bus mulai berangkat, Bintang asyik dengan earphone di telinganya. Mendengar beberapa podcast. Sementara Zabir menyandarkan kepala di bahu Bintang. Lantas Riris berbalik,

"Kak, boleh ngajak ngomong nggak? Bosen nih" Ucapnya membalikkan badan menghadap ke arah Zabir.

"Hm"

"Kak Zabir sukanya apa?" Tanya Riris.

"Bintang" Balas Zabir pelan, ia mulai menguap lantaran nyaman bersandar di bahu Bintang.

"Sama kak, aku juga suka lihat bintang, apalagi kalau nggak mendung. Cantik banget menghiasi langit. Boleh nggak nanti kita liatnya barengan?" Tanya Riris antusias.

"Bintang Zanaya, aku nggak perlu ngelihat dia bareng orang karena Bintang Zanaya cuma milik Zabir." Bintang berbalik mendengar jawaban dari Zabir, sejujurnya tak ada musik ataupun podcast yang ia dengar. Hanya malas ketika melihat Riris menghadap Zabir.

"Oh maaf, kak Zabir paling nggak suka apa?" Tanya Riris lagi.

"Ditanya-tanya cewek, soalnya istriku cemburuan---aww" pekiknya ketika satu cubitan mendarat di perutnya.

"Udahlah Bin, itu earphone-nya jangan pura-pura dipasang" Ucap Zabir bangun, melepas earphone di telinga kiri Bintang. "Dengerin bareng yah?" Sambungnya mencabut kabel yang tersambung di handphone Bintang. Lantas memasang ke handphone nya.

"Mau lagu apa?" Tanya Zabir melihat-lihat playlist nya. "Halalkanmu" Gumamnya tersenyum kecil.

"Kalau nggak mau ngomong balik ke depan aja! Atau mau lihat ke uwuwan kami?" Tanya  Zabir ke Riris yang masih menghadap ke belakang. Ia kembali bersandar pada bahu Bintang, menutup mata nyaman mendengar alunan musik.

"Sayang" Ucap Zabir lagi, Riris langsung berbalik melihat Zabir yang bermanja-manja bersama Bintang.

Dipojok kursi kanan, Yuli senang ketika Zabir bermanja-manja pada sahabatnya itu. Ia juga senang mendengar jawaban yang dilontarkan Zabir ke arah Riris.

(COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang