Bira--2

132 14 7
                                    

Ada banyak hal di dunia ini. Semua diciptakan berpasangan, termasuk manusia. Kalau kamu belum punya pasangan, mungkin bukan manusia. Nggak deng, bercanda. Mungkin belum menemukan yang tepat saja.

Sama seperti bahagia, pasangannya sedih. Orang yang sangat dipercayai Zabir, kini bergelar pembunuh. Pembunuh kakaknya sendiri. Tapi apa yang keluar dari mulut Rafael, tidak semua benar.

"Bir, Ka. Lo berdua kenapa jadi pada diam gini sih? Bintang kan baik-baik aja!" Rio memerhatikan keduanya, mereka tak ada yang ingin berbicara.

"Bintang baik-baik aja. Coba lo tanya Azka!!" Balas Zabir datar.

"Nggak usah cemburu Bir, bagus juga Azka menolong Bintang." Ansel memberitahu.

"Ck. Lo nggak aneh apa, kenapa Azka tau Bintang ama Rafael saling kenal?" Tanya Zabir, masih menatap datar ke arah Ansel.

"Lo tanya Azka atau Bintang aja. Kok nanya gw sih. Lo juga Ka, kenapa diam sih. Biasanya juga nyerocos aja tuh mulut!" Ansel menunjuk Azka yang sama seperti Zabir, hanya diam.

"Pembunuh nggak ada yang bisa nyerocos kalau udah ketahuan!" Zabir tersenyum miring, menyindir Azka yang tak berniat membalas sindirannya.

"KAKAK!" Bentak Bintang, tak terima dengan ucapan Zabir.

"Kamu membelanya? Kalian itu sebenarnya ada hubungan apa sih?!"

"Kak, sebenarnya kakakmu Kezza Langit Pratama adalah orang yang membuatku menangis tiap malam, Senja. Anak dari Pak Pratama, ayahmu Kak." Ucap Bintang, ia tertunduk lesuh.

"Aku tak peduli itu. Aku hanya ingin mendengar Azka berbicara jujur." Zabir menatap kesal Azka yang hanya diam membalas tatapannya.

Sementara Rio, Yuli dan Ansel tak mengerti arah pembicaraan mereka.

Azka bangun dari duduknya, ia meninggalkan Zabir dengan segala pertanyaannya. Zabir mengepalkan tangan, menahan emosi agar tak memukul Azka yang memilih pergi.

"Diamnya Azka berarti iya." Ucap Zabir menyimpulkan.

"Kau tak boleh menuduh Denan em maaf Kak Azka. Kau tak boleh menuduhnya begitu saja kak!" Bintang berusaha menenangkan Zabir.

"Lo nggak bakal ngerti rasanya kehilangan kakak satu-satunya Bin!"

"Aku mengerti kak. Aku menunggu Senja dan melihatnya terkapar tak berdaya kak. Aku mengerti!"

"Sel, Yul. Ayo!" Rio menarik pelan tangan Ansel dan Yuli, menyuruh mereka untuk memberi ruang pada Zabir dan Bintang.

"Kak, tenanglah dulu kak!" Tangan kecil Bintang mengusap lembut bahu Zabir, pria itu sangat lemah.

"Bin. Aku yang paling dibodohi di sini, Bin. Ayah menghapus namanya, orang tuaku memisahkanku dengan Kak Langit, Amanda menghianatiku, sekarang Azka juga Bin. Dan orang yang sangat aku cintai ternyata pernah jadi orang yang dicintai kakakku!" Zabir menangis menyembunyikan wajahnya di pelukan Bintang.

"Tidak semua jahat kak, kau hanya perlu kuat."

***

"Denan, Kau?" Seorang wanita berjalan menghampiri Azka Denanda yang duduk berlinang air mata.

"Kak Kia? Aku salah Kia." Dengan cepat Azka memeluk tubuh wanita itu.

"Kau kenapa? Hmm kudengar RM beralih ke Bandung? Kau juga rindu pada ketua kita Langit? Atau kau masih mencintaiku?" Tanya Kia membalas pelukan erat Azka.

"Semua pertanyaanmu jawabannya iya. Iya, aku kenapa-napa, RM beralih di Bandung, iya aku rindu Langit, dan iya untuk aku masih mencintaimu."

"Bukankah sudah kubilang aku lebih tua darimu?! Aku seusia dengan almarhum Langit."

(COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang