Memulai

169 21 2
                                    

Memulai, bisa memulai karena sempat terhenti atau memang baru sekedar memulai. Memulai hanya akan ada jika kau memang memulainya, tapi Bintang dan Zabir memang belum pernah memulai.

"Mau main basket?" Zabir memegang erat tangan Bintang, sesekali mengayun. Bintang tersenyum mengangguk. Gadis itu sempat membawa baju ganti, ia memang selalu membawanya. Dipakainya baju oversize berwarna moka. Arah pandang Zabir tak lepas dari Bintang, tubuh kecil gadis itu seakan tenggelam.

Zabir perlahan mendekat, di raihnya tangan Bintang "Bagaiamana mau main kalau tanganmu tak terlihat." Perlahan Zabir gulung pergelangan baju itu, agar jari jemari Bintang bisa dilihatnya.

Bintang mengambil satu bola, karena hanya tersisa satu di sana. Selebihnya mengempis.

"Sini kubantu." Zabir memeluk gadis itu dari belakang, hanya mengajarinya tapi sesekali ia juga memeluknya. Bintang tak bisa fokus menatap ke depan, apalagi ketika pria itu dengan sengaja memajukan wajahnya.

Cupp

"Pipimu merah" Ejek Zabir, ia tersenyum manis.
"Kenapa dicium?!" Tanya Bintang, malu.
"Tidak tahan."
"Bibirmu yang merah, kau memakai lipstik?"
"Tidak sayang"

Bintang terdiam, rasanya hangat ketika pria itu memanggilnya sayang.

"Kau berterima kasihlah pada bola basketnya!" Suruh Zabir, Bintang mengernyit. "Karena?"

"Karena sudah mempersatukan dua insan yang saling mencintai-" Zabir terdiam sejenak, ia meletakkan tangannya di atas kepala Bintang. Hanya diletakkan, tak diusap. "Kemana janjimu itu?" Lanjutnya.

Bintang berpikir, ia samasekali tak ada janji pada Zabir. "Janji apa?" Tanya Bintang.
"Kau ini pelupa atau bagaimana? Huh?"
"Janji apa?" Ulang Bintang.

"Kau pernah bilang akan bertanya terus, pertanyaan itu. Kau lupa atau sengaja?" Tanya Zabir, cemberut.

"Pertanyaan?? Pertanyaan apa kau sudah mencintaiku?" Tanya Bintang memikir-mikir.

"Iya. Aku mencintaimu, Bintang."

Bintang tersipu malu, "Aku tidak bertanya!" Tegasnya.

"Lalu tadi apa?" Tanya Zabir, ia juga ikut tersenyum.

"Pertanyaan. Eh? Yasudahlah. Aku juga mencintaimu, Zabir."

"s-a-y-a-n-g" Lanjut Zabir mengeja.

Bintang memutar bola mata malas "Iya. Aku mencintaimu Kak Zabir, sayang."

"Bilang apa tadi?"
"Sayang"
"Yang keras dong Bin, aku gak denger nih." Zabir memajukan kepala, menaruh telinganya di hadapan wajah bintang. Dengan pelan, Bintang mendorong tubuh tinggi itu agar menjauh. "Malu kak, diliat orang."

"Jadi kalau berdua nggak malu?"

"Tau ah!"

***

Mpok Nur membawa dua mangkuk bakso ke meja itu, paling pojok berwarna biru. Di atasnya tercetak nama Sky, tak pernah ada yang berani memakainya, alasannya Zabir, tapi itu dulu. Meski Zabir bukan ketua lagi, masih tak ada juga yang berani, takut dinyinyirin Azka.

"Mpok, bakso Azka mana? Kok cuma dua sih!" Ucap Azka manyun.

"Tangan Mpok cuma dua, sabar dong!"

"Nih, ambil punya gw!" Ansel menyodorkan baksonya itu ke Azka, pria itu selalu mempermasalahkan hal yang tak penting. "Lo?" Tanya Azka.

Ansel berbalik menatap Yuli, mereka sama-sama tersenyum. "Nungguin pacar." Ucapnya bersama.

"Jomlo bisa apa ya Tuhann? Tolong Azka tuhannn, tolong Rio jugaa." Diangkatnya kedua tangan ke atas, urat malunya hilang.

"Gw mau bawa kabar, lo udah pada tau belum.?" Tanya Azka lagi. Tempat itu tak akan bersuara jika bukan karenanya atau Rio. Menunggu Ansel dan Zabir berbicara duluan? Kalau ada perlunya doang, kata Azka.

"Deket-deket sini!" Semuanya mendekat, memajukan telinga menghadap Azka. "DASAR PENDENGAR GIBAH LO PADA!!!" Ia meneriaki satu persatu telinga mereka secara bergantian. Lalu tertawa.

"Ga ada akhlak lo Ka." Ucap Yuli sebal.

"Yasudah deketin lagi sini telinganya!" Tak ada yang menggubris Azka.

"Zabir nyium Bintang di lapangan. Berita hot kan? Azka gitu loh." Ucapnya pelan, memancing yang lain

"APA?!!" Kompak ketiganya.

"Nggak ngegas juga nyet. Tuh mereka, tanyain aja kalau nggak mau berakhir kayak bola basket." Tunjuknya melihat dua orang datang, dengan tangan bertaut.

"Bolanya kenapa?" Tanya Rio penasaran.

"Zabir melahap habis bolanya waktu lagi marah, hati-hati lo Yo! Habis ini lo yang diterkam Zabir." Bisik Azka pelan, sebelum Zabir tiba.

"Ekhmm, air dong! Keselek nih, kayak lagi digosipin orang." Sengaja, Zabir hanya menyindir Azka. "Duduk, Bin." Zabir menarik kursi dua jarak dari Rio, ia menyuruh Bintang duduk, lalu ikut duduk di samping Rio. Agar keduanya punya batas.

"Makin romantis aja nih." Azka mengejek.

"Diam lo, jomlo!!" Ucap Zabir tak ingin kalah.

"Bir lo ganti tuh bola basket sebelum ketahuan Pak Reno." Rio mengganti topik, ia sedikit tak nyaman apalagi hubungan keduanya sudah mulai membaik, egois memang. Jangan salahkan Rio, perasaannya yang muncul tiba-tiba.

"Iya bolanya rusak. Tapi kok kak Zabir sih yang disuruh menggantinya?" Tanya Bintang heran.

"Bakso datang! Satu paket komplit dengan banyak sambal, khusus untuk orang nyinyir!" Ucap Mpok Nur dengan lantang. "Eh?? Azka ganteng udah makan? Lah terus bakso ini untuk siapa dong?" Mpok Nur menarik nafas kecewa. Ia sengaja memberi banyak sambal, agar Azka tahu seberapa pedas mulutnya.

"Kasih Rio aja, biar tambah panas tuh hati!" Ucapan Azka langsung mendapat tatapan tajam dari Rio.

"Sini Mpok! Zabir suka kok makan yang pedas" Tangan Zabir meraih semangkuk bakso. Zabir meneguk salivanya, melihat kuah bakso yang berwarna merah. "Kak!" Cegah Bintang, ia tak ingin Zabir berakhir di toilet.

"Tenang aja sayang. Kalau pedas bisa liat kamu yang manis." Ucapnya meyakinkan. Bintang tersenyum malu.

"Sel, lo sama Yuli udah lumayan lama lah yah pacaran. Kok di sosmed sayang-sayangan, sekarang nggak? Kayak yang Ono nih, di sampingnya Rio." Sindir Azka.

"Lo makan apa sih Ka? Lo cocoknya jadi cewek, biar gede jadi ibu-ibu nyinyir." Ledek Ansel.

"Ganteng gini disuruh jadi cewek. Mpok, Azka gantengkan?" Azka tersenyum, Mpok Nur hanya menggeleng-geleng melihat perilaku murid satu itu.

"Oh iya, baru ingat nih. Lo pada mau ikut study tour nggak nih?" Tanya Ansel, menyodorkan selembar surat izin.

"Bukannya untuk anak kelas 11 ya kak?" Bintang menarik kertas yang di pegang Ansel.

"Tenang aja kali. Gw ketua osisnya.!"
Balas Ansel.
"Kapan kakak di ganti? Bulan depan bukannya ujian akhir kalian? Kenapa masih kakak yang menjabat?" Tanya Bintang lagi, ia memang tak tahu.

"Karena popularitas sekolah meningkat sejak gw yang menjabat, study tour ini juga program terakhir gw. Lumayan nih, keluar pulau!"

"Pulau?" Kali ini Rio yang penasaran.

"Sulawesi." Balas Azka.




Sampai bertemu ditempat kita memulai, ditempat pertemuan dan perpisahan sekaligus, Senja-Dari Bintang.


(COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang