01

1.5K 99 2
                                    


# Yoona

Aku masih bertahan diposisiku. Duduk bersandar pada kursi dengan melipat kedua tangan didepan dada. Mataku menatap lurus ke depan tanpa berkedip, sepertinya. Memandangi dua sejoli yang tengah asik berciuman di pojok sana.

Suasana cafe siang ini memang tak begitu ramai meski pada jam makan siang. Cafe ini akan rame di hari sudah sore dan setelahnya hingga larut malam. Aku memang bukan pemilik cafe atau bekerja di cafe ini, tapi aku tau, karena ini cafe favorite ku dan hampir setiap hari aku kesini, dijam makan siang seperti ini atau bahkan setelah pulang dari kantor. Karena letaknya yang dekat dengan kantor dimana aku kerja sebelumnya. Kenapa sebelumnya? Karena aku baru saja dipecat dari kantorku karena melalaikan mengecek presentasi penting yang seharusnya membawaku naik jabatan justru merana setelahnya. Pasalnya aku tak mengeceknya semalam setelah selesai membuatnya, aku tertidur begitu saja. Dan kurasa tangan jahil Nari lah yang melakukannya. Menyisipkan fotoku yang penuh iler pada slide terakhir di presentasiku. Dengan tulisan, 'Semoga harimu cerah besok pagi Yoona sayang'. Ya sangat cerah karena pada akhirnya aku di depak keluar dari kantor dicuaca yang luar biasa sangat terik. Ohh, malangnya. Kurasa hari ini benar-benar hari buruk bagiku.

Senyum miris kembali menghiasi bibirku. Pandanganku masih tak berubah, menatap lurus dimana posisi dua orang itu bercumbu. Bercumbu? Sepertinya terdengar terlalu vulgar disiang bolong seperti ini. Tapi kurasa orang lain yang melihatnya juga akan menyatakan argumen yang sama. Heran saja, meski bukan urusanku seharusnya mereka melakukan di tempat yang semestinya, meski cafe ini juga tak melarang pengunjungnya berciuman. Tapi ya Tuhan.. Tiga menit berlalu dan mereka masih saja berciuman tanpa mempedulikan sekitar.
Apa aku iri? Tidak. Cemburu? Entahlah. Dadaku merasakan sesak juga sedikit nyeri. Karena sejak tadi aku menahan napas juga emosi.
Why? Demi menahan malu ku pada semut merah yang sedang berbaris didinding di sampingku, meski tak ada semut juga, laki-laki itu adalah kekasihku. Seperti itu sebelum aku melihatnya mencium gadis disampingnya dengan panas disiang bolong seperti ini. Tapi sudah ku putuskan tidak akan mengenalnya lagi setelah beberapa menit lalu aku melihat adegan favorit dalam drama ini.

Mungkin aku terlihat bodoh melihat kekasihku-ralat mantan kekasihku-yang saat ini sedang bermesraan dengan wanita lain. Atau lebih tepatnya menyedihkan. Tapi kurasa lebih pada bersyukur, karena sejak tadi bibirku tak hanya sekali menyunggingkan senyum. Entah itu senyum bodoh untuk mantan pacarku, atau senyum menyedihkan untuk diriku sendiri.

Tentu senyum bodoh untuk laki-laki yang sudah menjadi mantan kekasihku beberapa menit lalu. Percuma laki-laki itu punya otak jika hanya digunakan sebagai hiasan. Cafe ini tempat favorit kita - oh kita....tempat favoritku. Aku bekerja di kantor yang sama, dan letaknya yang tak terlalu jauh dari kantor. Lalu bagaimana bisa dia bersama wanita lain dan bermesraan disini, dimana kemungkinan 99% aku akan mendatangi cafe ini. Apa dia sengaja agar aku melihatnya langsung? Ohh, parasit macam apa lelaki itu. Kenapa aku baru sadar padahal sudah tiga tahun kami pacaran, bahkan baru bulan lalu merayakan hari jadi tiga tahun kita. Dasar brengs*k. Geramku.
Oke aku tak tahan lagi. Akhirnya aku berdiri, membawa langkahku ke pojok dimana lelaki yang sudah membuatku ingin meledak karena tak tahan lagi. Bahkan mereka masih bermesraan sesekali masih memberikan kecupan satu sama lain saat aku sudah berdiri di dekat mereka tanpa mereka sadari.

"Ehemmm.... " aku berdehem untuk meminta perhatian dari mereka.
Dapat aku lihat bagaimana wajah keterkejutan mereka.

"Hai...."sapaku lagi, santai.
Senyum kembali menghiasi bibirku, senyum paling manis yang ku miliki. Jangan harap aku akan meraung-raung dan membunuh laki-laki itu ditempat sekarang juga. Aku bukan gadis seperti itu. Dapat aku lihat keterkejutan di mata keduanya, terutama laki-laki yang sudah menyandang sebagai mantan kekasihku, bagiku. Bola matanya hampir saja mencelus keluar dan rahangnya merosot sempurna memandangku yang kurasa masih dengan senyum termanisku alih-alih meninjunya atau menyiram dengan air minum seperti drama-drama yang pernah aku lihat sebelumnya.

"Yo... Yoonn... " suaranya parau, tertahan dan menyedihkan yang terdengar ditelingaku.

Sungguh jika saja aku tak menahan emosiku karena dia mantan kekasihku, mungkin aku sudah tertawa terbahak-bahak melihat wajahnya saat ini.
Lagi-lagi aku hanya tersenyum menatapnya kemudian beralih pada wanita malang disampingnya yang menatapku dengan pandangan terkejut juga bingung yang sangat kentara.

"Aahhh, wanita mu cantik sekali. Pantas saja kau tak tahan untuk tidak menciumnya ditempat favorit ku. "ucapku setenang mungkin, meski aku sadar jika suaraku juga terdengar menyeramkan. Tak lupa senyum manisku masih menyertainya. Aku tak ingin terlihat menyedihkan pada lelaki yang sudah mengkhianatiku.

"Yoo.. Yoon... Bukan seperti yang kau lihat. Aku bisa jelaskan. "

Aku mengangguk pelan pura-pura mendengarkan. Padahal tanganku gemas sekali ingin menampar atau meninju laki-laki itu saat ini juga.

"Minho ssi tak perlu capek-capek menjelaskan. Aku sudah sangat paham dengan apa yang mataku tangkap selama 15 menit lalu. Hmmmm...... Sepertinya aku sangat mengganggu kalian. Aku hanya ingin menyapa . Aku akan pergi setelah ini. Jadi kalian bisa lanjutkan aktivitas kalian. "

Aku hampir saja berbalik dan pergi. Tapi teringat sesuatu yang membuatku kembali menghadap mereka yang masih menatapku tegang.

"Maafkan aku, aku hampir melupakan sesuatu.... Minho ssi, berikan aku dompetmu. "ucapku, menengadahkan telapak tanganku. Bisa aku lihat tatapan menyedihkan di kedua matanya. Tapi aku tak peduli. Aku sudah sangat menahan emosiku untuk berakting sebaik mungkin mencoba setenang yang aku bisa saat ini.

"Kurasa kau juga tak mabuk disiang bolong untuk tak mengerti kata-kataku saat ini, Minho ssi. Jadi berikan aku dompetmu sekarang selagi aku masih sangat halus padamu. "

Bisa kulihat mata Minho yang memohon, namun akhirnya tangannya bergerak merogoh dompet di saku celananya dan langsung aku rebut begitu saja. Membuka dompet itu. Sempat berhenti sesaat memandang fotoku dengannya disana yang tersenyum bahagia, membuatku sebal karena merasa pernah bahagia seperti itu. Tapi sedetik kemudian aku tersadar lagi. Aku menarik dua kartu milikku disana, dan mengembalikan dompetnya lagi.

"Aku hanya mengambil milikku." ucapku sambil mengacungkan dua kartu milikku dihadapannya."Oh iya, nona, ku harap kau tak bersedia membayar makan siang kalian kali ini. "aku kembali tersenyum manis dan membalikkan badanku dan pergi dari sana.

"Sial, seharusnya aku bisa membeli dua apartemen dengan kartu tabunganku daripada memberi makan peliharaan baj*ngan itu. " gumamku.

LOVE AGAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang