"Ayo, kita buat anak." Ujar Seulgi di sela ciuman panas mereka.Irene yang mendengar itu sontak membulatkan matanya penuh. Buat anak?! Itu memang yang ia inginkan, tapi dengan keadaan sekarang ia tak mau memikirkan hal itu lagi.
Dengan cepat Irene pun berusaha mendorong Seulgi. Namun, Seulgi menahan kedua tangannya, kemudian ia kunci ke belakang membuat Irene tidak bisa berbuat apa apa.
"Lepasin!!" Teriak Irene sembari berusaha membuka kuncian Seulgi terhadap lengannya.
"Kalau aku lepasin nanti kamu nya bakal berontak" Jawab Seulgi
"Please, Gi. Lepasin"
"Kok kamu gini sih? Kamu dulu kan minta anak sama aku. Sekarang aku udah siap kok kamu nolak?"
Irene rasanya ingin menangis saja. Benar, memang dirinya ingin anak, tapi itu dulu sebelum mengetahui Seulgi berselingkuh dibelakangnya.
Irene pun dengan berani menatap Seulgi dengan tajam. Seulgi saat ini memang terlihat mabuk. Terlihat jelas juga wajahnya yang memerah, hal itu membuat Irene mendengus kasar. Melawan orang mabuk itu akan sia sia, tapi masa iya dirinya harus merelakan tubuhnya kepada Seulgi? Irene menggeleng. Ia tidak mau.
"Aku bilang, lepasin! Aku emang pengen punya anak dari kamu! Tapi, itu dulu, Gi! Sebelum kamu ketahuan selingkuh dibelakang aku!!"
"Hah? Aku Selingkuh? Kapan? Kok kamu nuduh si, mana mungkin aku selingkuhin istri aku yang cantik ini" Ujar Seulgi dengan agak cengegesan membuat Irene semakin kesal.
"Kamu masih ngela...hhppmmh"
Belum sempat Irene menyelesaikan ucapannya. Seulgi dengan tiba tiba membungkam mulut Irene dengan bibirnya. Mencium bibir Irene dengan ganas, membuat Irene susah untuk mengambil nafas sedetik pun.
Ciuman Seulgi turun ke leher jenjang Irene. Menelusuri leher itu dari atas ke bawah dengan bibirnya yang hangat. Irene yang merasakan itu hanya bisa mengeluarkan air matanya. Ia tak bisa membela diri, terlebih tangannya yang dikunci oleh Seulgi.
Irene memejamkan matanya erat ketika bibir Seulgi ingin menghisap kulit lehernya. Ia pasrah, tak bisa berbuat apa apa. Tapi untungnya Seulgi tiba tiba ambruk ke tubuh Irene.
Irene membuka matanya dan melihat Seulgi yang kini tak sadarkan diri. Ia menghela nafas lega, untung saja Seulgi pingsan. Dengan segera Irene pun memanggil Sri agar membantunya memindahkan Seulgi ke tempat tidur.
"Nyonya, kalau nyonya butuh apa apa tinggal panggil saya aja, ya." Ujar Sri dan diangguki Irene sebagai jawaban. Kemudian Sri pun pergi dari kamar tersebut.
"Rene...jangan pergi" Ujar Seulgi dengan lirih membuat Irene mengarahkan pandangannya kepada Seulgi.
Tetapi setelah itu Seulgi terdiam kembali cukup lama. Ah, mungkin pikir Irene tadi Seulgi hanya mengigau dan efek dari Seulgi yang sedang mabuk.
"Air," Ujar Seulgi kembali dengan sangat pelan namun berhasil tertangkap oleh indra pendengaran Irene.
"Air," Ujar Seulgi lagi dengan mengingau. Irene hanya mampu memutar bola matanya mendengar itu. Sudahlah, untuk apa juga dirinya berlama lama di sana? Semua itu hanya buang buang waktu saja!
Irene berbalik badan dan mulai melangkah ke arah ruang kerja Seulgi untuk segera keluar dari ruang tersebut. Tetapi ketika ia hendak melewati pintu, langkah kakinya pun terhenti. Irene menggigit bibir bawahnya. Bagaimanapun juga ia tetap tidak tega meninggalkan Seulgi sendirian dalam keadaan seperti itu. Meskipun tadi Seulgi telah berbuat yang tidak tidak padanya.
Bagaimanapun Irene tetap manusia. Pada akhirnya ia pun memutuskan untuk turun ke bawah sejenak untuk pergi ke dalam dapur dan mengambil air minum untuk Seulgi. Irene tahu Seulgi tidak mungkin bisa minum dengan normal sehingha ia mengambilkan sedotan juga untuk Seulgi.
Sesampainya di kamar, Irene langsung mencoba memasukan sedotan ke dalam mulut Seulgi namun nihil. Seulgi benar benar mabuk parah dan air di dalam gelas tidak berkurang sedikitpun. Malahan sekarang ini Irene kelihatan seperti orang bodoh saja.
Pada akhirnya Irene pun meletakan gelas berisi air putih tersebut di atas nakas. Pikirnya biar Seulgi saja yang meminumnya sendiri ketika bangun nanti.
Tanpa Irene sadari tangannya pun bergerak ke arah dahi Seulgi. Matanya membulat ketika merasakan suhu yang begitu panas. Seulgi demam.
Tapi...untuk apa juga ia harus peduli?
Baiklah, mungkin Irene munafik karena pada akhirnya ia tetap turun ke lantai bawah untuk mengambil handuk kecil dan baskom yang sudah ia isi dengan air untuk mengompres dahi Seulgi agar demamnya segera menurun.
Irene ingin mengganti baju Seulgi atau melepaskan sepatu Seulgi. Tetapi menurutnya tidak usah seberlebihan itu. Lagi pula, kalau besok Sri menelponnya lagi tentang Seulgi yang mabuk atau apa, ia tidak akan mau peduli lagi. Baginya, ini adalag yang terakhir kali.
Ketika Irene sudah menuruni anak tangga. Matanya menatap ke arah jam tangannya dan tanpa ia sadari ternyata jam sudah menunjukan pukul setengah sembilan malam.
Irene pun langsung melangkahkan kakinya ke teras rumah. Namun langkahnya terhenti ketika ia baru saja sampai di teras rumah ketika melihat seorang wanita yang tak asing baginya.
"C-Chungha?" Ujar Irene dengan terbata.
Chungha juga tampak tak kalah bingungnya ketika dia melihat Irene yang berada di sana. Kenapa juga Chungha harus sebingung itu ketika melihat keberadaan Irene? Toh, dulunya juga ini rumah suami Irene dan rumah Irene juga. Seharusnya saat ini yang kaget itu Irene.
Irene akhirnya hanya tersenyum miring. Pikirnya mungkin saja Seulgi dan Chungha mau berhubungan suami istri.
Istri siri hendak memuaskan suami orang lain.
Irene memilih untuk terus berjalan saja dan mengabaikan keberadaan Chungha yang semula menampilkan wajah bingung namun kini sudah berganti dengan menampilkan wajah tidak suka terhadap Irene secara terang terangan.
Wanita nomal pada umumnya pasti saat ini mereka akan langsung mencakar ataupun menjambak rambut Chungha. Namun Irene tidak.
Irene terlihat biasa saja atau merasa bahwa dirinya sudah tidak normal. Atau mungkin hatinya sudah mati dan tak merasakan sakit sehingga dirinya bisa sesantai itu?
Ketika Irene baru saja berjalan beberapa langkah, tiba tiba Chungha mengatakan sesuatu yang terdengar begitu lucu sekali di telinga Irene.
"Mbak, bukannya Mbak udah mau cerai sama Seulgi, ya? Terus kenapa juga Mbak masih aja ada di sini? Tolong, dong, Mbak sadar diri!"
Lucu sekali bukan? Seharusnya Irene yang mengatakan hal itu pada Chungha supaya sadar diri. Namun saat ini malahan Chungha yang mengatakan hal itu pada Irene.
Irene memutar bola matanya memilih untuk mengabaikan dan meninggalkan Chungha. Namun tanpa terduga Chungha berjalan cepat menyusul Irene kemudian memegang lengan Irene.
"Tunggu sebentar, Mbak. Saya mau ngomong sebentar sama kamu."
Irene megernyit menatap Chungha. Pada akhirnya Irene hanya mampu menghembuskan nafas lelah dan melepaskan tangan Chungha yang memegang lengannya. Irene kembali mengabaikan Chungha. Tapi sepertinya Chungha bukan tipe orang yang mudah putus asa dan masih terus memaksa Irene agar berbicara empat mata dengannya.
"Mbak" Panggil Chungha lagi ketika Irene sudah keluar dari pintu gerbang rumah Seulgi.
Tetapi kata kata yang Chungha lontarkan selanjutnya berhasil membuat Irene berhenti seketika.
"Sebenernya saya tahu semua hal tentang Mbak Irene dan tentang Seulgi juga"
Bukan hal itu saja yang membuat Irene tidak percaya. Kalimat kedua juga berhasil membuatnya benar benar....
"Dan sebenernya orang tua saya pun juga tau kalau sebenernya Seulgi udah punya Istri dan Mbak Irene adalah Istri sahnya Seulgi."
TBC
Mian kalo ada typo
Bentar lagi end. Udah ketebak belum endingnya gimana? 😏
![](https://img.wattpad.com/cover/226897798-288-k542506.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BETRAYAL & REGRET(√)
DragosteSemua berawal dari sebuah KEBOHONGAN yang di balas dengan PENGKHIANATAN dan di akhiri dengan PENYESALAN Akan kah mereka bertahan walau dalam pernikahannya sudah terpampang jelas benang merah? Pernikahan yang baru berjalan seumur biji jagung Diwajib...