✖️Chapter 18✖️

576 77 21
                                    

Di tengah hamparan rumput hijau dengan langit biru yang cerah, berdirilah seorang pemuda dengan pakaian kebesarannya. Ia memandang lurus ke arah istana yang berada jauh di depannya. Entah apa yang sedang dipikirkan pemuda bersurai putih kemerahmudaan saat memandangi istana bernuansa barat dengan warna dasar putih tersebut.

"Kau parah sekali," Seorang pemuda berambut merah panjang yang terikat ke bawah duduk bersandar pada pohon yang berada di belakangnya, "Sardinia."

Sardinia tersenyum dan memejamkan matanya. Kemudian, ia membalikan tubuhnya pada pemuda berambut merah itu. Ia membuka matanya lagi serta berkata, "Tadaima, Erin."

Erin tersenyum hangat, "Okaeri."

Sardinia berjalan mendekat pada Erin, lalu duduk di sebelah kanan Erin di atas rumput serta bersandar pada batang pohon di belakangnya. "Apanya yang parah, Erin?" tanya Sardinia masih dengan pandangannya yang terarah pada istana tadi.

"Kau bertingkah seperti orang jahat tadi."

"Fufu... Bukankah itu lebih baik? Kalau tidak, bocah itu akan merasa sedih saat aku hilang dari dunia tadi."

"Pede sekali dirimu itu. Tapi, maa... Itu tidak sepenuhnya salah, sih... Karena, Riku itu penyayang."

"Ya 'kan?"

"Kau menyerap kekuatan gelap Tsukumo tadi. Tapi, karena kau bukan seorang manusia dan kemampuan sihirmu tidak cukup untuk menyerap kesemua kekuatan Tsukumo, kekuatan Tsukumo malah jadi meluap dari tubuhmu. Kau pun bertingkah seperti orang jahat agar Riku takkan segan-segan melakukan hal yang sama padaku saat berada dalam Kotak Ilusi terhadapmu."

"Jadi, aku tidak mengingkar janjiku 'kan? Aku tetap membantu mereka dalam memusnahkan Tsukumo."

"Tapi... Aku ragu... Apa mengalahkan Tsukumo semudah itu?"

"Entahlah. Tapi, jiwa kita 'kan menghilang bersama kekuatan gelap Tsukumo. Jadi, Tsukumo sudah tidak ada lagi di dunia sana. Seharusnya sih sudah tidak ada lagi yang dikhawatirkan."

"Menurut kalian bagaimana?" Erin menatap pada kedua pemuda lainnya yang duduk di sebelah kirinya.

Pemuda berahoge dengan surai putih keunguan menjawab pertanyaan Erin, "Aku ragu dengan asumsi kalian."

"Aku setuju dengan Sogo," angguk pemuda berambut belang di sebelah kiri Sogo, "Karena, Tsukumo tidak bahagia."

Sogo mengangguk, "Kau benar, Momo-san. Tsukumo itu yokai 'kan? Bahkan dia tidak pernah menjadi manusia sebelumnya. Ia memang sudah terlahir sebagai yokai. Kalian tahu 'kan apa yang dapat membuat seorang yokai menghilang dari dunia sana?"

"Kebahagiaan, ya...?" Erin meluruskan kedua kakinya dan memandang ke arah langit biru, "...Tapi, yaa... Kita 'kan sudah tiada lagi di dunia sana. Jadi, itu sudah bukan urusan kita 'kan? Kalau pun Tsukumo kembali, setidaknya kita sudah membantu mereka yang masih hidup dengan menghilangkan sebagian dari kekuatan Tsukumo."

Sardinia tersenyum, "Sou da nee... Perjalanan kita sudah menemui akhirnya."

"Meskipun begitu, aku mencemaskan Riku," ujar Momo.

Erin mengarahkan pandangannya pada Momo dan tertawa kecil, "Kau tidak perlu cemas, Momo. Aku yakin bocah itu dapat menghadapinya."

Sogo menunjukan senyum terpaksanya, "Daripada mencemaskan Riku-kun. Aku malah lebih mencemaskan Tamaki-kun..."

"Tapi, bukannya ada Iori? Iori dapat mengurusi Tamaki 'kan?" tanya Momo.

"Hmm... Iya sih..."

"Hee... Kasihan sekali gadis itu. Dia harus mengurusi dua orang sekaligus," celetuk Sardinia.

Song of Desperation [IDOLiSH7 Fanfic] || ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang