Chapter 10

915 211 18
                                    

Jangan lupa untuk putar lagu yang ada diatas^^

"Apa yang kau lakukan penguntit!!"

Apa tadi katanya penguntit? Demi apa?

[Name] berusaha melepaskan cengkraman pria itu darinya, alhasil bukannya terbebas ia malah merasakan sakit di tangan kirinya. "Akh-" ringis [Name].

Khun menatap tajam gadis itu, segera ia menghempaskan lengannya. "Siapa kau?!"

Ingin rasanya [Name] dan berlari menjauh dari sini. Bukannya apa- ia merasa risih dengan wajah Khun yang begitu hampir dekat dengan wajahnya.

"A-aku hanya ingin menemui kakakku." Ucap [Name] setenang mungkin, walau dalam diam jantungnya tengah berdisko kencang.

Seketika Khun menjauhkan wajahnya. "Kau adiknya Baam?"
tanya Khun serius.

[Name] mengangguk cepat.

Khun menghela nafas, segera ia mengajak gadis ini ketempat dimana adiknya berada.

[Name] pun mengekorinya dari belakang. Mereka berdua masuk kedalam dan menutup pintunya rapat-rapat.
.
.
.

Gadis itu berharap bahwa manik golden itu membuka menatap dirinya hangat seperti dulu. Ia menggenggam tangan Baam menciumnya perlahan, rasa sakit yang perlahan kini mulai lingkar dihatinya.

Khun pergi keluar dan menunggu didepan pintu, memberikan waktu untuk gadis itu.

[Name] merutuk dirinya sendiri, jika saja ia menghentikan saat Baam mengejar Rachel- Mungkin tak akan pernah terjadi. Luka yang ditanggung Baam begitu cukup besar bahkan sampai terasa mengenai dirinya.

Mengejar sesuatu yang tak akan memungkinkan dirimu untuk mendapatkannya, hanya merugikan sendiri. Meraih langit diatas kehampaan seseorang demi mengejar bintang. Konyol sekali!

Apa yang harus ia lakukan agar bisa menjauhkan gadis itu?

Bahkan untuk berdekatan dengan kakaknya terasa sangat sulit. Bahkan tak ada ruang baginya selain untuk Rachel.

Semenjak gadis itu mengisi kesunyian mereka berdua, ia tak bisa lagi berdekatan dengan Kakak. Sulitnya hanya untuk mencari atensi kakak- bak berlari-lari seperti orang gila yang tanpa tempat untuk berpulang.

Ia tak bisa berkehendak sendirian. Berpikir kritis menjauhkan Baam dari Rachel dengan seribu satu cara yang tentu SANGAT MUSTAHIL UNTUK DILAKUKAN!

Bagaimanapun juga Rachel sering membimbing untuk merubahnya menjadi seperti ini, walaupun afeksi mereka hanya tertuju masing-masing, tanpa memperdulikannya. Gadis itu membantah bahwa semuanya akan baik-baik saja walaupun rasanya seperti ditusuk ribuan belati.

Ia bisa mengingat jelas bagaimana tiap jengkal wajah itu tersenyum dan cerah saat bertemu Rachel, bagaimana tatapan tulus itu saat menatap Rachel.

Kenapa ia tak suka saat Baam memberikan perhatian pada Rachel?

Kenapa hatinya sangat sakit melihat mereka berdua yang begitu bahagia tanpa dirinya?

Itu sakit, sakit. Sampai lupa bagaimana dirinya untuk bahagia barangkali sedikit saja.

Tapi, ia tak tega untuk melunturkan senyuman yang bersinar itu. Sama sekali tak tega, ia paham betul jikapun ia melakukannya maka siap-siap hari itu akan dinobatkan sebagai penyesalan.

Haruskah ia berhenti, membiarkan kakaknya leluasa mengejar tanpa beban dirinya. Haruskah ia meninggalkan kakaknya, lalu pergi menjauh sejauhnya sampai tak seorang pun yang bisa menemukannya.

Jika meski begitu hati kecilnya pasti sangat, sangat, akan merindukannya.

Haruskah ia melenyapkan semua kenangan hingga sampai jejak-jejak terkecilnya sekalian, agar ia bisa sedikit tenang? Setidaknya, sejumput rasa rindu itu tak akan lagi hinggap dihatinya.

[Name] menitikkan air matanya, terisak kecil mengapa sulitnya hanya untuk bersama. Lika-liku setiap jalan yang ia lewati begitu terjal, terlalu banyak memakan perasaan.

Ia mengusap air matanya, lekas ia berdiri mengecup singkat kening kakaknya. "Sampai jumpa di lain waktu kak." Bisiknya pelan.

.
.
.
.
.
.

Pendek? Iya emang, tapi dichap kedepannya bakal panjang kek kereta api~

Jangan lupa tinggalkan jejaknya ya^^

Our Destiny |Tower Of God Fanfiction|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang