»» Season 2 | Chapter 12

715 138 16
                                    

bhaks im stuck bruh:( ada yang kangen sama Lisa? atau sama cerita ini? atau tidak keduanya:< 

skip:> btw, jangan lupa untuk memutar lagu yang ada di atas ya^^

2 bulan kemudian. Semilir angin menyambut menerpa wajahnya, surai panjang berwarna cokat berkibar menari mengikuti dersik angin yang menenangkan. berdiri memangku di atap, seraya memandang langit dengan tatapan kosong, namun tak satupun pikirannya luput dari sepercik kenangan masa lalu. Sekilas, bayang elok rupa itu pertama kali terlintas di benaknya. Terus terang, hampir bertahun-tahun dirinya terus dihantui segala macam ingatan bersama dengan adiknya. tak dapat ia pungkiri, bahwa dirinya benar-benar sepi.

Tiap malam ia hampir tak bisa tidur nyenyak, kadang kala mimpi buruk selau hadir di setiap tidurnya. ia terbangun di dini hari, ucapan sarkas terlontar dari lisan kenapa dirinya selalu merasa tidak jelas seperti ini. hanya bisa bergeming diri, bayang rupa sang adik kini terus menghantui di malam hari. 

"kau memandang kosong ke atap." Manik amber itu menatap gurunya yang tengah berjalan kearahnya, dengan wajah tenang dan santai Jinsung menatap murid kesayangnya. "apa yang kau lihat Baam?" 

Baam. pemuda tampan dengan surai panjang itu menatap balik gurunya. tanpa menjawab satu pun pertanyaan dari Jinsung Ha.

"Tim barumu kelihatan lucu. Selamat, ya." Ucap Jinsung seraya menyembunyikan tangannya di balik saku celana, menatap Viole sejenak lalu menyender pada dinding pembatas.

"Mungkin ada beberapa keluhan, tapi mereka takkan segera menindak lanjutinnya." Baam lagi-lagi memandang gurunya, mendengarkan segala ucapan lalu kembali menatap langit biru yang membentang luas.

Jinsung tersenyum kecil, ia menatap lantai dimana ia berpijak- baginya kini benar-benar menarik untuk dilihat. "Mungkin terdengar aneh, tapi aku berharap kau bahagia sejak aku bertemu denganmu, 6 tahun yang lalu."

Tak ada tanggapan dari Baam ketika Jinsung berbicara, sunyi seakan ia berbicara pada diri sendiri, pemuda besurai panjang itu seolah tak memperdulikan Jinsung yang berada di sampingnya, asik menatap hamparan langit luas biru nan cerah. Namun Jinsung tau bahwa Baam mendengar segala curcolannya. tapi, Jinsung sama sekali apa yang ada di dalam pikiran Baam sampai-sampai Baam hanya diam yang seolah tak minat untuk berbicara sedikit saja.

jinsung tau apa hal yang merubah Baam menjadi seperti ini. semua kehendak, keterpaksaan, bahkan ketidak adilan yang dilakukan dirinya dan FUG benar-benar kejam. Jinsung terdiam sejenak sebeum melanjutkan curahannya. 

"Aku tak tau apa yang kau pikirkan, mendengar kata-kata ku tadi, mengingat akulah yang memaksamu untuk menjalani hidup yang tak kau inginkan." Ucap Jinsung.

"Tapi berbahagialah, sebagai Viole."

 kata terakhir Jinsung membuat Viole ingin berkata, namun lisan ini hanya mampu bisu memendam semua perasaan. jika jujur ia sama sekali tak bahagia dengan kehidupan yang ia jalani saat ini. Terlalu banyak tirani yang membuatnya lelah dengan semua hal ini. kali saja, ia benar-benar ingin terlepas dari semua beban yang ada, pulang ke adiknya lalu berbincang dengan teman lamanya berharap dapat sambutan kasih sayang di sedia kala.

Baam kini tersenyum miris, jangan terlau tinggi untuk bermimpi!

ah, ngomong-ngomog bagaimana keadaan adiknya sekarang? bagaimana keadan teman-teman lamanya sekarang?  apa mereka disana sedang merindukan dirinya disini? atau- tidak sama sekali! 

tersenyum miris, bayang sang adik memenuhi bahkan hingga penuh mengisi denyut nadi. berharap rasa rindu ini dapat lenyap, sepertinya itu mustahil- mengingat dirinya hampir kehilangan sang adik mebuat Baam tak tenang barangkali sedikit saja. Apalagi Baam benar-benar merindukan semua orang yang berada di cafetaria, berbagi tawa canda dan cerita.

jika saja.. jika saja benar-benar bisa tersampaikan, Baam ingin berteriak bahwa ia rindu dengan afeksi sang adik, ingin mengeluarkan semua uneg-uneg dari rasa kesepian penuh kerinduan pada semilir angin yang terdengar parau. Lagi-lagi Baam hanya mampu diam menahan semuanya.

Yah, Baam akan menahan semuanya. Sampai Tuhan benar-benar mengizinkan untuk bertemu dengan sang adik. Walau tau rasanya mustahil untuk  memutar waktu lebih cepat, walau rasa bersalah penuh sesal terlambat untuk di utarakan. Baam siap menerima hukuman-apapun itu, ia tak akan pernah merasa takut. asalkan jika itu benar-benar terjadi Baam ingin terus selalu bersama dengan adiknya.

꧁𓊈𒆜 chapter 12, Season 2  𒆜𓊉꧂

Malam hari kini tiba, suasana hunian itu kini sepi sebab para regular disana terlelap dengan mimpi masing-masing. Tak terkecuali oleh pangeran distrik merah yang satu ini, menatap langit-langit ruang yang begitu gelap(samar-samar terlihat), merenung segala hal disana. pembicaraanya dengan si pemandu berambut merah tersebut berhasil membuatnya kepikiran sampai sekarang. 

Ia ingin tidur saja rasanya susah, belum lagi salah satu monster FUG yang kini tengah tidur di sofa dengan mengigau yang tidak-tidak. tentu saja Wangnan  akan bisa tidur dengan nyenyak jika saja ia memberanikan diri untuk menyumpal mulut Jinsung yang tak henti-henti berisiknya itu.

sepertinya malam kali ini Wangnan terjaga dari tidurnya. Wangnan beranjak dari sofa. berniat pergi ke atas atap demi menghilangkan kejenuhannya. iris Emas itu menangkap sosok yang ia kenali saat ia berada di atas atap.  sosok yang berdiri di pembatas pagar seraya menatap indahnya langit malam.

"loh? kau juga terbangun, Viole?" Wangan menatap Viole ramah, tangannya sedikit menyisir rambutnya yang berantakkan. 

"Wangnan?"

Lekas Wangnan menghampiri Viole yang tak jauh darinya. "Gurumu mendengkur keras, aku jadi tak bisa tidur." Di mimpinya dia sedang bersamamu. Lanjut Wangnan dalam hati.

Pemuda bersurai kuning itu memangku tangannya di pembatas pagar, menatap langit malam. "Pemandangan malamnya luar biasa disini. Sepertinya enak minum disini." Ucap Wangnan tersenyum. 

Senyap. Dua orang itu kini sama-sama terjaga di tengah malam yang begitu hening, jiwa yang terjaga hanya ada nanyanika kebisuan, Hembusan angin malam tenang menerpa kedua raga, yang satu sibuk berkalut dalam pikirannya sendiri, yang satu hanya diam kaku tak berarti. Wangan melirik Viole yang berada di sebelahnya, seketika ia teringat sebuah potongan percakapan dimana ia berbincang dengan Hwaryun siang tadi. 

"Kalau dia gagal menjalani ujiannya. Adiknya dan teman-teman lamanya akan mati."

"Viole." panggil Wangnan berusaha merobek kesunyian. Viole menoleh dengan menatap Wangnan penuh tanya, "maaf, aku sudah menganggapmu orang yang jahat." sementara pemuda bersurai kuning itu memangku wajahnya seraya menatap langit malam. "Kau.. orang baik yang luar biasa."

"Kalau aku jadi temanmu, aku tak akan menyesal bertaruh nyawa untukmu." ucapan Wangnan membuat Viole melebarkan maniknya.

"Ayo kita lulus di ujian berikutnya. Apapun yang terjadi." lanjut Wangnan mengadah keatas langit. 

........

tbc gan^^ mulai dari sini sudut pandang akan berubah-ubah ehe~

hape lisa rusak hikd,, mana pas mau dicas mana meledak hikdTvT 

teruntuk emak lisa......anakmu ini sedang menanti kehadiran hp baru:V /plakk// 

ternyata capek ugha ngetik dilaptop TvT mana tugas sekolah ngga kelar-kelar. apalagi mtk disuruh buat video materi. syaland T^T 

jangan lupa tinggalkan jejak^^

Our Destiny |Tower Of God Fanfiction|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang