22.

204 23 124
                                    

"Iya gue, Chika Adinara. Orang yang paling benci sama lo!" bentak Chika.

Chika mengilingi kursi tempat Aura diikat, satu tangan Chika mengusap lembut rambut Aura yang terurai dan berantakan. Chika membisikan sesuatu kepada Aura dengan nada yang horor.

"Kalo gue gak lukain lo, gak akan seru kayaknya," bisik Chika. Aura sudah pasrah sekuat apapun ia memberontak ia tidak akan bisa terlepas begitu saja.

Chika menatap Aura dari depan dengan senyum jahat yang sudah ia pasang. Chika merogoh saku celana jeansnya mengeluarkan cutter lipat dari dalam sana. Chika menundukan sedikit tubuhnya agar posisinya sama dengan Aura, Chika menyodorkan cutter kecil itu tepat di wajah Aura.

"Gak akan sakit, gue lukain sedikit aja ya? Paling 10 cm, kalo ke dalamnya? 2 cm pun cukup 'kan?" tanya Chika.

Aura memejamkan matanya, ia merasakan Chika menggores tangan kanannya. Rasa ngilu dan perih Aura rasakan terlebih lagi Chika menekan cutternya agar menancap lebih dalam.

Cairan bening mulai menetes, Aura mencoba menahan agar Chika merasa sia-sia telah melukai Aura. "Kok lo kayak nahan sakit, sakit ya?" tanya Chika.

"Wanita biadab!" bentak Aura. Nafas Aura tersengah-sengah rasa perih di tangan kanannya mulai sangat terasa.

Chika tertawa dengan terbahak-bahak. "Emang!" balas Chika. Chika mencengkram wajah Aura dan menggores kembali di pipi Aura. Aura meringgis tangan, wajahnya begitu perih dan bahu yang sangat sakit akibat pukulan keras dari balok kayu di halte bus.

Chika melepas gesper yang terpasang di pinggangnya, Chika tidak puas dengan luka yang telah ia beri kepada Aura.

Plak!

Plak!

Suara cambukkan begitu keras dalam ruangan yang minim cahaya itu. Chika dengan tega mencambuk kaki Aura menggunakan gesper, rasanya Aura sudah tidak kuat lagi. Chika membuang gespernya ke sembarang arah, ia mendekati Aura dan mencekiknya membuat Aura sulit untuk bernafas.

"Lo yang buat gue kayak gini! Lo pelakor di hubungan gue sama Elang! Lo pelakor di hubungan gue sama Rigel! Gue benci sama lo!" bentak Chika yang masih Mencekik Aura.

"L-e-p-a-s," ucap Aura terbata-bata.

Chika melepas paksa cekikkannya. "Buat lo mati sekarang kayaknya kurang seru, tunggu sampe Rigel dateng, atau jangan-jangan dia gak dateng?"

Aura menarik nafasnya dalam-dalam kenapa ia bertemu dengan wanita yang tidak memiliki hati sedikitpun?

"Apa gue pantes disebut pelakor saat lo yang menyelingkuhi mereka?" tanya Aura. Mata Aura sudah memeras, berkali-kali ia menahan air matanya agar tidak jatuh begitu saja.

Plak!

Chika menampar pipi Aura dengan sangat keras, Aura merasakan sakitnya semakin bertambah, Chika menamparnya di pipi luka sayatan yang Chika buat.

Chika tertawa kembali, tawa yang begitu menyeramkan. "Pelakor ya pelakor," balas Chika.

Chika langsung menutup mulut Aura menggunakan kain, Chika mulai berbisik kembali. "Diem di sini cantik, dan jangan berisik oke?" ucap Chika.

***

Elang melirik jam dinding yang berasa di kamarnya, waktu sudah menunjukan pukul 7 malam namun Aura belum sama sekali kembali. Elang meremas handphone yang berada dalam genggaman, ia memutuskan untuk mencari keberadaan Aura.

Elang menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa. "Kamu mau ke mana?" tanya Alana melihat sikap Elang yang menunjukan bahwa ia sedang menyembunyikan sesuatu.

Rigel dan Aura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang