Pembimbing

43K 439 29
                                    

Di hari ketiga ku menjadi dokter magang di rumah sakit Pancaran Kasih, aku berhasil membuktikan bahwa aku memang dapat diandalkan. Waktu pertama aku masuk, aku diragukan dari berbagai sisi. Mereka selalu beranggapan kalau aku masih muda dan belum cukup berpengalaman, apalagi dengan penampilanku  yang selalu menjadi pusat perhatian dokter dokter lain.

Hanya ada satu yang mau mengerti diriku dari segala kondisiku yaitu Marsya. Teman satu kampusku dulu waktu menimba ilmu di Universitas Negeri Padjadjaran. Dia menjadi dokter gigi di rumah sakit Pancaran Kasih kali ini, dan dia pula yang merekomendasikanku untuk bekerja di rumah sakit ini sebagai dokter magang. Ditambah lagi karena kurangnya dokter kandungan di rumah sakit Pancaran Kasih.

"dr. Melliza, anda dipanggil oleh pak Budiman di ruangannya" kata salah satu suster di rumah sakit tempatku bekerja.

Melliza: "Oh baiklah saya akan segera kesana"

Kudapati sebuah ruangan yang lebih besar dari ruangan dokter dokter lain pada umumnya.

Tok Tok Tok

"Ya masuk" sahut yang berada di dalam.

Melliza: "Permisi pak, ada urusan apa ya bapak panggil saya kemari" tanyaku yang  sudah pada posisi duduk di hadapan pak Budiman yang menjabat sebagai Kepala Rumah Sakit.

Budiman: "Begini dr. Melliza, selaku saya adalah kepala rumah sakit ini saya ingin menyampaikan bahwa selama anda masih menyandang sebagai dokter magang selama enam bulan kedepan akan ada dokter lain yang mengawasi setiap perilaku dan sopan santun anda disini. Ini menjadi peraturan rumah sakit sudah cukup lama, jadi mohon dr. Melliza juga dapat mengerti dan mudah untuk memahaminya" terang pak Budiman padaku.

Melliza: "Iya pak, saya dapat mengerti dan saya akan berusaha untuk memahami" jawabku.

Budiman: "Baiklah, jadi dokter ini akan menjadi pembimbing apabila terdapat tindakan atau kesalahan kesalahan yang anda perbuat. Jadi saya juga berharap anda dapat berinteraksi dengan cukup baik agar tidak ada rasa canggung dengan sesama dokter atau perawat yang lain" terang pak Budiman lagi.

Melliza: "Baik pak saya paham dengan apa yang bapak sampaikan" jawabku mengerti dengan ucapan pak Budiman.

Budiman: "Anda bisa menemui dr. David Setya Mayndra di ruangannya sekarang"

Melliza: "Baik pak kalau begitu saya permisi pak" pamitku dan hanya dijawab dengan anggukan kepala dari pak Budiman.

Selepasnya aku keluar dari ruang pak Budiman, aku mulai tengok kanan dan kiri mencari seseorang yang dapat aku tanyai arah menuju ruangan dr. David itu. Dan sampailah saatku dapati seorang pria yang berpenampilan dokter datang menghampiri.

"Hai" sapannya.

"Ada yang bisa saya bantu dr. Melliza?"

Melliza: "Anda mengenal saya?" tanyaku masih terheran heran.

"Tentu saja. Dokter muda berbakat, berparas cantik disini hanya dirimu dr. Melliza"

"Perkenalkan nama saya Arman"

Dia mengulurkan tangannya, hingga secara otomatis aku pun harus menjabat tangannya. Tapi disini yang membuatku kesal yaitu dr. Arman yang tak henti hentinya melepas genggaman tangannya.

Melliza: "Ehmm.. pak maaf tangan saya" kataku dengan menarik tanganku.

Arman: "Oh iya maaf, saya suka lupa diri kalau bertemu dengan wanita cantik seperti dr. Melliza"

Melliza: "Oh begini pak Arman saya mau bertanya ruangan dr. David Setya Mayndra di sebelah mana ya pak" tanyaku.

Arman: "Ooooh dr. David.. dr. Melliza tinggal lurus terus belok kiri, mentok ruangan nomor tiga dari ujung" jelas dr. Arman itu.

Dr. ClaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang