Keesokan harinya aku pun masih saja terus datang seperti biasanya ke ruangan pak David.
Bahkan kali ini tanpa mengetuk terlebih dahulu pintu ruangannya, tanpa permisi aku langsung saja membuka pintu ruangannya dengan penuh percaya diri.Melliza: "Selamat pagi pak David" sapa pertamaku padanya yang baru saja menutup pintu ruangannya.
Dia melihat ke arahku sekilas karna kedatanganku dan kembali lagi memperhatikan berlembar lembar kertas yang ada di kedua tangannya.
Melliza: "Pak David, ini saya bawakan rendang untuk makan siang pak David" kataku dengan meletakan kotak makan di atas meja kerjanya yang sangat dekat dengan dirinya.
David: "Rendang?" tanyanya mengernyit heran sembari menatap wajahku dengan serius.
Melliza: "Iya pak, rendang sapi ala mbak Melliza" jawabku sedikit mengajaknya bercanda dengan tidak melupakan senyuman andalanku yang sangat terpampang nyata sangat jelas di wajahku.
David: "Anda masak sendiri?" tanyanya lagi dengan tatapan terarah ke kedua mataku.
Aku hanya tersenyum manis diikuti dengan anggukan secepat kilat yang menjadi jawabanku atas pertanyaannya padaku.
David: "Cukup!" ucapnya tiba tiba dengan membanting kertas kertas yang berada di tangannya sedari tadi awal aku pertama masuk ruangannya.
Melliza: "Hah?" aku bingung dengan apa yang dimaksud pak David.
Apa aku telah berbuat kesalahan?
Apa masakanku yang kemarin tidak enak?
Kenapa pak David kelihatannya sangat marah sekali padaku?
David: "Cukup sudah anda memasak untuk saya, jangan lakukan ini lagi" katanya dengan memalingkan tatapannya ke arah lain.
Melliza: "Kenapa pak?" tanyaku merasa penasaran.
Melliza: "Tapi saya senang memasak untuk an...
David: "Saya bilang CUKUP!!!" sentaknya langsung menimpali tanpa permisi hingga membuat diriku sangat terkejut.
David: "Apa anda tidak mengerti akan apa yang saya ucapkan dr. Melliza?!" sentaknya semakin meninggi dengan menatap tajam kedua mataku.
Aku sungguh tersentak karnanya, jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya karna bentakannya.
Aku memang kebal telinga jika hanya untuk mendengar beribu ribu sindiran ataupun cacian tentang penampilanku yang cukup menstrim bagi seseorang yang berprofesi sebagai dokter.
Aku juga bisa bersikap masa bodoh, cuek dan menganggap perkataan mereka hanya angin lalu saja.Tapi kali ini, sebuah bentakan yang keluar dari mulut seorang pria yang aku selalu harapkan bisa ada di sisiku meski pun itu terlihat mustahil?
Cintaku bertepuk sebelah tangan?
Apa ini karma karna aku selalu menolak kebanyakan pria karna tidak sesuai dengan kriteriaku?
David: "Apa ini cara rendah anda untuk mendapatkan nilai plus dari saya?" ucapnya teramat sangat dingin dengan tatapan merendah ke arahku yang membuat diriku langsung mengkeret dibuatnya.
Aku pun langsung bungkam tak sanggup menjawab pertanyaannya.
Cerita awal memang seperti itu, aku mencari muka di hadapannya bahkan mencari perhatiannya agar pak David mau membantuku mempermudah semua jalanku.
Tapi apa sungguh ini yang selalu pak David pikirkan ketika aku memasak untuknya?
Apa aku serendah itu di matanya?
Apa tidak ada kesan lain lagi bagi diriku di matanya?
David: "Huh!"
David: "Dimana perkataan anda yang penuh dengan keangkuhan itu dr. Melliza Clara?"
David: "Disaat kita pertama kali bertemu, bukankah kau begitu angkuh dan tidak akan mendengarkan perkataan orang lain?" ucapnya dengan mengangkat alis sebelah kirinya.
David: "Apa anda langsung merubah keputusan anda saat saya hendak melaporkan anda atas tata cara anda berpakaian di dalam lingkungan rumah sakit ini yang kurang terlihat sopan?"
Memori tentang hari itu pun menghantam diriku lagi dalam bayang bayang semu yang ingin aku lupakan.
Hari dimana untuk pertama kalinya aku memiliki alasan mengapa aku harus berperilaku manis terhadap pak David.
Memang benar apa yang pak David katakan,bahwa aku kala itu begitu terlihat angkuh dengan spekulasi dan keputusanku sendiri.
Tidak berusaha terlebih dahulu untuk mendengarkan masukan bahkan sebuah peringatan yang ia katakan.David: "Apa sekarang anda menyesalinya dr. Melliza?"
David: "Karna telah mengatakan itu pada saya maka anda akhir akhir ini melakukan hal manis dengan bersusah payah memasak untuk saya?"
David: "Anda berusaha menyogok saya dengan makanan makanan yang anda masak sendiri ini agar anda tidak benar benar dikeluarkan"
David: "Apakah benar seperti apa yang saya katakan dr. Melliza Clara?"
Terus saja bibir yang jarang berbicara itu mengeluarkan kata kata pedas yang jelas sangat terlihat tertuju untukku.
Mengeluarkan segala perkataan yang menusuk begitu dalam perasaanku yang awalnya ada untuknya.
Tiba tiba memecahkan sebuah harapan dan menjatuhkan diriku dari suatu ketinggian dengan rasa sakit yang teramat.Aku pun hanya tertunduk mendengarkan apa yang telah keluar dengan lancarnya dari mulut pak David.
Nafasku memburu, mataku terasa perih seperti ada sesuatu yang menggenang dan siap meluncur bebas dari tempat semestinya.Memang benar awalnya ide mendekati pak David adalah untuk membantuku melewati masa magangku dengan mudah. Tapi tujuan utama ku bukanlah disitu.
Karna sejak awal niatanku yang hendak memendam perasaan ini malah berujung pada perasaan yang semakin mendalam. Rasa entah apa yang terus tumbuh di hati terdalamku dan semakin melekat pada pikiranku.
Suatu rasa yang berat jika tidak melihatnya seharian, bahkan hanya mendengar suaranya saja sudah menjadi obat kerinduanku terhadapnya.
Meskipun aku selalu mendapat perilaku yang cuek olehnya, tidak pernah mendapat perhatian yang selalu aku harapkan tapi aku selalu ingin melakukannya.
Melakukannya lagi dan lagi meski tidak mendapatkan balasan darinya.
Aku selalu berusaha agar bisa terlihat olehnya, agar dia bisa melihatku. Aku pun selalu ingin melihat wajah datarnya, wajah tanpa ekspresi dan sangat dinginnya.David: "Sangat disayangkan, semua yang anda lakukan untuk saya tidak akan pernah bisa mempengaruhi nilai kepribadian anda di mata saya" dia berdiri dan membelakangiku.
Melliza: "Saya melakukannya bukan untuk menyogok anda pak David, saya melakukannya tulus" ucapku jujur apa adanya.
Aku mulai angkat bicara setelah diam begitu lama dengan tatapan sayu menahan air mata yang hendak jatuh.
David: "Tulus?" tanyanya terdengar terkekeh.
David: "Huh! Kita bahkan bukan kerabat, kita juga bukan teman apalagi teman dekat. Lantas atas dasar apalagi jika bukan karna anda ingin menyogok saya dr. Melliza?" tuduhnya terus menerus.
Dia masih saja tidak melihat ke arahku. Membuat diriku hanya bisa menatap punggung lebar nan kokohnya.
Ku lihat punggungnya, punggung seseorang yang selalu aku rindukan dan ingin aku miliki.Aku masih saja terus diam tidak menjawab pertanyaannya karna tiba tiba rasa sesak datang menghampiri. Menghampiri dan menenggelamkanku dalam rasa kekecewaan yang sangat berat.
Hingga akhirnya aku pun menangis. Menangis karna tidak kuat lagi akan segala ucapan dari pria yang aku harapkan.
Air sialan itu pun turun dengan beraninya membasahi pipi sebelah kiriku, mulai dari setetes demi tetes hingga lama kelamaan menjadi sebuah tangisan.Aku tidak kuat lagi, mengapa aku bisa menyukai seorang pria seperti pak David?
Seorang pria yang tidak memiliki hati nurani pada seorang wanita.
Ku pejamkan mataku dan menarik dalam nafas yang terasa sangat berat.
"Karna saya mencintai anda. Apa anda PUAS?!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dr. Clara
Romance• 21+++ • Adult • Mature Content Seorang dokter muda berparas cantik, memiliki bentuk tubuh yang sempurna dan menjadi pujaan bagi kaum para pria tidak disangka telah menaruh hati pada seorang pria yang telah beristri dengan usia yang terlampau cuku...