Menghindar

12.2K 274 4
                                    

Hari hari berikutnya setelah peristiwa hinaan secara mati matian itu membuat aku tak pernah lagi datang ke ruangan pak David. Sebisa mungkin aku berusaha agar aku tidak bertemu dengannya lagi supaya aku tidak lagi melihat wajah datarnya.
Supaya aku dapat melupakannya, melupakan perasaan yang seharusnya tidak boleh dibiarkan ada begitu saja.
Sudah cukup untuk kejadian waktu itu, sudah sangat jelas membuka mataku bahwa aku harus berhenti mengaguminya terlebih lagi berharap banyak untuk menjadi istrinya.

Aku mulai menghindari sift pagi hanya agar tidak bertemu dengan dokter pembimbingku sendiri.

Dulu aku sangat menginginkannya, tapi sekarang?

Aku bahkan sering bertukar sift dengan dokter kandungan yang lain. Meskipun ini dilarang keras dari pihak rumah sakit tapi tetap saja aku lakukan agar tidak lagi bertemu dengan dr. David si wajah datar dan tidak memiliki hati itu.

Seminggu sudah dapat aku lewati tanpa bertemu dengannya.
Sampai pada akhirnya aku terpaksa melihatnya karna setiap bulannya pasti akan diadakan rapat bulanan untuk semua dokter.
Aku berfikir apa gunanya rapat ini, hanya pembahasan yang tidak penting bagiku.

Sebuah meja persegi panjang menjadi batas antara aku dan pak David diacara rapat bulanan.

Kenapa?

Kenapa dia harus duduk tepat di depanku?

Lebih sialnya lagi yang berada di sebelah kananku adalah pak Arman, dokter genit yang terus terusan meluncurkan gombalan gombalan garingnya.
Kadang aku tertawa kecil atau hanya memberikan senyuman canggung sebagai jawaban dari perkataan pak Arman.

Dan lebih parahnya lagi di sebelah kiriku adalah pak Kris, si tua bangka yang terkenal dengan otak mesumnya.

Entah mengapa bola mataku tertarik untuk melihat ke arahnya.
Baru saja aku menatap wajah datarnya tapi tanpa aku duga dia juga sedang memperhatikanku, membuat aku reflek memalingkan wajah ke arah lain tak mau lama lama melihatnya.

Aku mulai bosan, setengah jam telah berlalu dan pak Budiman tak kunjung selesai. Apalagi dengan pak Arman yang terus terusan berkicau seperti burung dan pak Kris yang kadang main senggal senggol kakiku dikira ini lagi nonton dangdutan apa gimana?

Dan untuk kesekian kalinya, lagi lagi pria bertampang datar yang duduk di depanku ini sedang melihat ke arahku dengan tatapan mata yang seperti biasa.

Aku lewati satu jam dari hari ini dengan sangat membosankan dan menjengkelkan.

"Hai Ellizaaa..."

Aku mencoba untuk tidak berbalik dan tidak mendengarnya, aku terus berjalan semakin cepat berusaha menghindarinya. Menghindari si pemilik nama yang sangat kurang ajar terhadap temannya sendiri.

"Za!" kali ini dia berdiri di depanku menghadang jalanku.

Melliza: "Ck. Apaan sih!" aku berdecak sebal pada orang yang mengaku temanku ini.

Bagaimana tidak sebal, aku yang tersiksa harus duduk diapit pria ganjen dia malah asik enak enakan duduk bersebelahan dengan dr. Jonathan, pria incarannya yang dia yakini hendak menjadi jodohnya.

Marsya: "Kamu kenapa Za?"

Marsya: "Kamu marah sama aku?" tanyanya polos sok tidak tahu apa apa.

Melliza: "Menurut anda?!" kataku dan berjalan kembali melewatinya.

Marsya: "Maaf deh maaf, bukannya enak?" katanya yang mulai mengejarku kembali.

Aku berhenti dan menatap matanya tajam karna ucapannya.

Melliza: "Enak apanya!" seruku tidak habis pikir.

Melliza: "Sebelah kananku pak Arman yang selalu berkicau bagaikan burung, sebelah kiriku pak Kris si tua bangka yang suka main mau grepe grepe ke aku. Ketambah lagi...

Dr. ClaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang