Atlantic (the professor) humanoid bab 41

207 32 6
                                    

Newyork, 15 April 2005

Di pagi harinya, Hideo bersiap untuk berangkat menuju ke sekolahnya.

Saat Hideo mencoba memasang kedua kaus kakinya, pandangannya teralihkan siaran langsung televisi yang memberitakan penemuan yang ditemukan oleh Marie Lucifer di Prancis.

"Sekilas berita Internasional. Salah seorang mahasiswi di salah satu universitas bergengsi di Prancis berhasil menemukan sebuah artefak kuno milik suku Vale yang dinyatakan hilang beratus tahun yang lalu. Berikut kilasannya melalui reporter kami."
Ucap seorang news anker di stasiun televisi.

"Maaf, boleh minta waktu anda sebentar? Boleh saya tahu siapa nama anda?"

"Emm ... ya tentu, saya Marie Lucifer."

"Boleh sedikit saya bertanya Nona Marie? Bagaimana anda bisa menemukan penemuan fenomenal seperti ini? apa yang anda lakukan demi bisa mencari sisa-sisa peninggalan dari suku yang dinyatakan hilang tersebut?"

"Sedikit rumit bila saya menjelaskan semuanya dari awal, akan tetapi informasi mengenai eksistensi tentang keberadaan suku Vale awalnya saya dapatkan dari mendiang ayah saya. Dengan sedikit informasi itulah, saya bisa mengungkap kenyataan bahwa suku itu Vale benar-benar pernah ada di Prancis menurut rekam jejaknya di museum dan lukisan Marie Antoinete pada tahun 1800-an."

"Lalu apa langkah anda selanjutnya nona Marie? apakah anda ingin mengungkap lebih lanjut tentang eksistensi suku tersebut."

"Kita lihat saja nanti, saya masih butuh banyak waktu untuk mencari tahu semuanya."

"Terima kasih atas waktunya, kami tunggu penemuan-penemuan spektakuler anda yang selanjutnya."

Setelah menyaksikan berita di salah satu televisi nasional. Hideo pun seketika mematikan televisi karena merasa bosan dengan siaran tv tersebut.

"Hooaaaam ... acara di televisi semuanya tidak ada yang menarik. Sebaiknya aku segera bergegas ke sekolah."

Dengan langkah cepat, Hideo menuruni tangga dan langsung berpamitan dengan Friska ibunya.

"Hideo ... kau tidak sarapan dulu?"
Teriak Friska dari dapur setelah melihat Hideo berlari menuruni tangga.

"Tidak bu ... aku tidak lapar."

"Tapi sayang ... setidaknya bawa bekal makananmu."

Hideo pun berlari tanpa mendengar teriakan ibunya yang sudah menyiapkan sarapannya.

Setiba di sekolah, Hideo mulai memasuki kelas dan tidak melihat Reina di bangkunya.

"Hei Hideo, di acara pesta dansa nanti malam kau mengajak siapa?"
Tanya Edric pada Hideo.

"Aku sudah mengajak Reina. Tapi tumben jam segini dia belum tiba di sekolah, biasanya dia yang paling rajin datang pagi-pagi."

"Entahlah, mungkin dia masih dalam perjalanan."

"Semoga saja kau benar ...."
Balas Hideo dengan raut wajah murung.

Hideo merasa bahwa Reina masih merasa syok dengan kekuatan Proxima B yang ia peroleh dari dirinya.

Hideo merasa bahwa Reina marah terhadapnya karena ia telah menyembunyikan sesuatu yang bahkan tidak pernah ia ceritakan pada siapapun bahwa ia merupakan keturunan seorang bangsa Atlantis.

Disaat bel masuk kelas mulai berbunyi, Reina masih tak kunjung datang. Hideo masih menatap lekat bangku Reina yang kosong.

Selama jam pelajaran, Hideo tidak mampu berkonsentrasi mengikuti pelajaran sekolah. Yang ada di dalam benaknya hanyalah memikirkan tentang Reina.

Setelah jam pelajaran usai. Hideo berjalan menuju kantin sekolah.

Namun ....

"Hei! kau yang bernama Hideo Vrechter?!"
Bentak Max, yang merupakan kakak kelasnya.

Max terlebih dahulu mengajak Reina untuk menjadi pasangannya dalam acara pesta dansa. Akan tetapi justru Reina lebih memilih Hideo sebagai pasangannya dalam acara dansa nanti malam.

"Iya, aku Hideo. Ada apa?"

"Sebaiknya hajar saja anak ini."
Balas Eagle, teman Max.

Seketika, Max pun menarik kerah baju Hideo dan menghempaskannya ke loker.

"Akan kubuat kau menyesal karena sudah berani mendekati Reina."
Ujar Max sembari mengepalkan tangannya.

Semua murid pun berkerumun saat setelah melihat keributan di sekolah.

Hideo yang tidak tahu harus berbuat apa dengan sangat terpaksa harus melawan Max untuk melindungi dirinya.

Saat Max melancarkan pukulan pertama. Hideo hanya menangkis pukulan tersebut menggunakan satu tangan dan mengeluarkan sengat kecil dari kekuatan petirnya.

"Aaaww ... huuuh ... apa itu tadi?!"
Sambil menggoyang-goyangkan tangannya. Max merasa kesakitan.

Saat Max kembali meluncurkan pukulan kedua. Dengan sigap Hideo merunduk, dan men-takel kaki Max dengan gerakan memutar sehingga Max terjatuh ke lantai.

"Kurang ajar! berani-beraninya kau!"
Balas Eagle yang tidak terima melihat temannya terjatuh seketika.

Saat Eagle mulai melancarkan pukulan. Hideo pun berbalik, dan menarik tangan Eagle, lalu menghempaskan tubuh Eagle.

"Jangan paksa aku menyakiti kalian, aku tidak mau melawan kalian!"

Tanpa sadar, salah satu teman Max pun mendekap kepala Hideo untuk segera melumpuhkannya.

Seketika, Hideo mengeluarkan kekuatan api dan membuat suhu tubuhnya menjadi 500 derajat celcius tanpa menunjukan elemen apinya secara kasat mata.

Melihat salah satu teman Max yang kepanasan setelah menyentuhnya. Seketika Hideo menerjang perutnya dan membuatnya terpental jauh hingga tembok paling sudut di ruang sekolah.

Kekuatan terjangan tersebut merupakan kekuatan bangsa Atlas yang sama seperti Malik. Kekuatan super yang bahkan mampu membelah batu menjadi dua bagian.

Walau Hideo menahan dirinya saat menerjang salah satu teman Max. Namun efeknya masihlah terasa sehingga sedikit dinding bangunan sekolah terlihat retak.

Semua murid hanya menperhatikan Hideo dengan tatapan penuh keheranan. Lalu Hideo seketika berlari meninggalkan lorong sekolah dengan perasaan cemas.



*******


Next bab 42

ATLANTIC 3 - The Professor Humanoid [Season 3]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang