7th Temptation
¤¤¤“Langsung pulang aja ya, setelah ini.”
Berlian mengangkat pandangan dari stik kentang yang tengah disantapnya. Saat ini mereka sedang berada di pinggir pantai, duduk di kursi malas berdampingan dengan Akira hanya terpisah meja kecil yang di atasnya terdapat buah kelapa muda yang dinikmati langsung dari kulitnya. Salah satu minuman favorit Berlian. Angin sore yang bertiup cukup kencang menggoyang-goyangkan rambut pendek Berlian serta cardigan panjang dari kain Bali yang tadi dibelinya dari salah satu pusat perbelanjaan. Cardigan berbahan dasar rayon khas Bali itu terasa sejuk di kulit, dan jatuh menjuntai ke bawah kursi panjang bersandar rendah yang tengah ia duduki.
“Langsung pulang?” tanyanya setelah berhasil menelan hasil kunyahan. Ia menoleh ke pantai, pada ombak yang mulai surut dan matahari yang tinggal seperempat. Berlian benci senja sebenarnya, karena di balik keindahan semburat jingga yang penuh pesona itu, terdapat pesan rahasia bahwa kegelapan akan segera tiba. Matahari yang kuat, dengan segala kegagahannya akan tetap kalah tertelan malam yang akan berkuasa. Tapi, Pantai Sanur selalu menjadi favoritnya. Berlian bisa berlama-lama di sini. Gelombangnya tenang, tidak sebesar Pantai Kuta. Angin sepoi-sepoi yang menerpa wajah. Aroma asin air laut. Ini adalah tempat pelarian yang sempurna dari kerumitan dunia.
Namun, di sini pun sekarang Berlian tidak bisa lari. Bukan, bukan ia sebenarnya, melainkan Akira. Selama liburan, ah ... semenjak tahu Nara juga berada di sini, Akira tampak sedikit berbeda. Lelaki itu mungkin tidak menyadarinya, tapi Berlian tahu.
Akira menjadi lebih sering menoleh ke kanan atau ke kiri seolah sedang mencari-cari. Dia juga selalu ingin cepat pulang dari tempat-tempat yang mereka datangi. Seperti saat ini.
Berlian ingin marah. Oh, tentu saja. Ia di sini, tapi kenapa orang lain yang diharapkan? Berlian benci perasaan seperti ini, bahkan walau hanya sekadar memikirkannya.
“Iya. Aku capek, Sayang. Lagian masih ada beberapa hari lagi sebelum balik ke Jakarta, kan? Kita masih bisa jalan-jalan besok, lusa, dan hari berikutnya.”
Memulai konfrontasi saat ini, pasti hanya akan berakhir dengan pertengkaran besar seperti waktu itu. Dan pertengkaran merupakan hal terakhir yang Berlian inginkan saat ini. Jadilah ia hanya mengangguk kecil sambil kembali menikmati stik kentang yang mendadak terasa seperti serbuk gergaji di lidah.
“Kalau gitu, aku keluarin mobil dari parkiran dulu, oke?” Akira berdiri. Sebelum pergi, ia mengelus puncak kepala Berlian dengan gerakan lembut dan penuh kasih sayang. Yah, hal kecil yang sangat Berlian hargai, berhasil membuat gejolak amarah di balik dadanya kembali mereda, meski tidak sepenuhnya.
Tahu dirinya tidak akan bisa menikmati stik kentang sebaik tadi, ia pun meletakkan piring berbahan styrofoam dengan kasar ke meja hingga beberapa isinya tumpah. Ia lantas berdiri. Melangkah menjauh dari tempatnya duduk untuk menghirup udara segar banyak-banyak. Cardigan yang dikenakan ia tanggalkan di tempat duduk bersama barang-barang lain. Kakinya melangkah telanjang di atas hamparan pasir yang lembut dan terasa agak hangat akibat terpapar terik seharian—tidak mungkin menggunakan heels di atas permukaan pasir.
“Lian?” sapa suara berat dari arah samping yang semula tak terlalu ia hiraukan. “Berliana, kan?” tanya suara itu sekali lagi dengan nada mantap, berhasil menarik perhatian wanita itu. Ia pun menoleh dan mendapati sosok tinggi besar seseorang dengan banyak tato yang nyaris menutupi seluruh kulit aslinya yang tampak, kecuali wajah yang hanya tertutup oleh brewok.
Berlian mengernyit menatap si penyapa. Apa dia salah satu pengikut instagram yang mengagumi kecantikannya?
Bukan sombong, Berlian hanya menyadari bahwa ia memiliki bentuk fisik yang menarik. Dan tidak perlu munafik, kecantikan yang ia miliki memang membuat sebagian kaumnya iri dan kaum Adam terpesona.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tempt the Afternoon
RomanceWarning! Cerita ini hanya fiksi. Ambil bagian terbaiknya dan buang segala keburukannya, oke. Bacalah saat benar-benar luang. ¤¤¤ Narendra Narespati. Penyuka aroma hujan, semburat fajar dan motor vespa tua hadiah ayah tirinya yang sudah sering keluar...