9th Temptation

11.5K 2.9K 567
                                    

9th Temptation
¤¤¤

Nara akan dipulangkan hari ini oleh Akira lantaran insiden kemarin. Yah, Naren tidak bisa menyalahkan suami tukang selingkuh itu. Nara memang tidak bisa dilepas seorang diri. Tapi, memulangkannya juga bukan pilihan yang benar. Nara bahkan belum sempat melakukan semua rencananya selama liburan di Bali. Tapi, ya sudahlah, Naren tidak bisa ikut campur lebih jauh.

Sebagai bentuk penghiburan bagi gadis itu  Naren berencana menteraktirnya sarapan pagi ini sebelum Nara kembali ke Jakarta.

Siapa sangka masih ada kesempatan untuk melakukan misi. Lihat di sudut sana, Akira sedang bersantap ria bersama selingkuhannya. Dan hanya dengan sedikit dipanas-panasi, Nara langsung terbakar dan menyeretnya ke sisi meja sang suami, hendak bergabung tanpa undangan dengan dua manusia itu.

Naren berusaha untuk tidak berdecak jengkel saat gadis itu  mengempas tangannya yang main diseret paksa begitu mereka sampai di sisi meja Akira dan Berlian hingga membuat lengan kemejanya kusut masai saking eratnya dia mencengkeram. Dasar teman tak ada akhlak memang gadis yang sudah dianggap anak sendiri oleh Agung ini. Andai sedang tidak dalam misi, Naren mungkin sudah akan mencekiknya.

Pagi ini, Narendra juga ada janji temu untuk survei lanjutan. Ia tampil santai mengenakan celana pendek selutut berwarna khaki, kaus putih berlengan pendek yang dilapisi kemeja biru dengan kancing depan yang dibiarkan terbuka. Niatnya, setelah menemani Nara sarapan, ia akan langsung berangkat. Siapa mengira  mereka akan bertemu dengan pasangan selingkuh di restoran hotel? Dan godaan untuk mengompori Nara sama sekali tak terelakkan.

"Kita duduk di sini?" Naren bertanya sok polos, bersikap seolah tak ada orang lain di meja itu yang sontak menghentikan kegiatan begitu mendapati sosok yang tak diharapkan datang mengganggu. Yang Nara jawab dengan manis

Menarikkan kursi untuk Nara duduki di bawah tatapan tajam Akira dan Berlian, Naren menunduk rendah. Ia berbisik—tidak bisa disebut bisikan juga karena ia sengaja sedikit mengeraskan suara agar kalimat lembutnya bisa didengar dua pasang telinga lain di meja yang sama.

“Gue ambilin sarapan kita dulu, ya,” yang diangguki Nara. Setelah berbalik, seringai licik Naren tak bisa ditahan. Ia sempat melirik Akira dan melihat lelaki itu sedang menatap penuh permusuhan.

Uh, oh, ini seru. Lebih-lebih Berlian dan Nara yang langsung siap dalam mode perang. Bisakah Naren langsung pergi saja dari sini dan menemui temannya?

Tentu saja bisa, asal setelahnya nanti ia harus bersedia mendapat omelan panjang dari Nara yang cerewetnya kadang bikin pusing. Tidak lah, terima kasih. Lagi pula, kapan lagi ia bisa menyaksikan perang mata istri sah dan selingkuhan secara langsung, kan? FTV ikan terbang pasti kalah seru.

Saat kembali ke meja dengan nampan berisi sarapannya dan Nara, Naren mendengar desisan ular betina yang duduk di samping Akira. “Apa aku memintamu duduk di sini?” Dua tangannya yang seputin porselen mencengkeram gagang garpu dan sendok. Tatapan tajam yang ia layangkan pada Nara sukses membuat bulu kuduk Naren berdiri.

Kenapa selingkuhan selalu lebih sadis dari istri sah, sih?

Berusaha mengabaikan adu laser dua wanita Akira, Naren menarik kursi untuk dirinya sendiri, lantas menaruh piring sarapan Nara di depan gadis itu. Nara bukan tipe manusia pemilik perut yang bisa dikompromi hanya dengan sepotong kue. Sarapan, makan siang, dan makan malamnya tak ada beda. Pokoknya harus pakai nasi. Hanya saja, untuk menjaga harkat dan martabat Nara di depan sang rival yang cara makannya saja begitu elegan, Naren sengaja memesankan Nara panekuk.

“Apa aku perlu izin untuk duduk satu meja dengan suamiku?” Nara membalas seraya melirik Naren jengkel. Entah jengkel karena dipaksa duduk satu meja dengan Berlian, atau karena sudah dipesankan kue bulat yang pasi tak akan membuat perutnya kenyang. Atau mungkin dua-duanya.

Tempt the AfternoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang