5.

621 75 12
                                    

"Abang Radit!!" Teriakan dari kejauhan di dengar oleh orang-orang di sekitar Radit berdiri.

"Aduuh nih bocah napa suka banget sih bikin abangnya malu" Rutuk Radit pada sang adik yang masih jauh di depan sana.

Sesampainya Eva dan Evi di depan Radit, keduannya langsung menarik tangan sang Abangnya agar cepat masuk kedalam mobil. Tak tahu saja si Radit ini jadi bahan tontonan cuci mata para gadis.

"Eh eh, kalian ini apaan sih, masa Abang di tarik-tarik!" Kesal Radit memberontak dari tarikan sang adik.

"Abang napa sih tebar pesona banget!" Itu kata Eva.

"Tahu nih Abang! Mentang-mentang ganteng nih yee jadi tebar pesona!" Evi pun ikut-ikutan memojokkan Radit.

"Siapa sih yang tebar pesona? Yang ada tuh kalian teriak-teriakin nama Abang, jadi orang-orang pada lihatin Abang yang ganteng ini..oh iya, plus keren"

"Ganteng plus keren nggak jamin punya calon!" Semprot Eva.

"Ganteng plus keren tapi gandengan aja nggak punya, sok-sokan!" Pedes banget tuh ucapan! Batin Radit mengumpat.

Di dalam mobil.

"Kalian tuh udah pada gede-gede, bentar lagi dah pada lulus kuliah, terus katannya pengin jadi istri, tapi kok ya kelakuan masih sama kaya bocah SD"
Radit mengelus puncuk kepala kedua adiknya dengan sayang. Radit tuh sayang banget ama adiknya, cuma ya carannya beda dengan kebannyakan orang.

"Iya Abang, besok nggak lagi bertingkah kaya anak SD lagi, tapi setelah Abang nikah" Jawaban Evi membuat Radit melotot.

"Kok setelah Abang nikah?"
Tanya Radit.

"Kan kalo masih ada Abang ya harus dimanfaatin dong, buat tempat manja-manja, ya kan Evi?" Penjelasan Eva malah tambah membuat Radit meradang. Bisa-bisannya Abang ganteng gini dimanfaatin adek polos sih?

"Iya dong!"

Ya udahlah Radit nyerah. Dia mengangkat kedua tangannya dengan frustasi. Biarlah yang merubah si kembar sang suami mereka besok. Pikir Radit.

Mobil melaju membelah jalanan kota Bandung di siang hari menjelang sore. Sekitar 35 menit menempuh perjalanan pulang dari kampus, akhirnya sampai juga di depan halaman rumah berlantai dua milik keluarga Robi Khalif.

Si kembar langsung saja turun dari mobil dengan berlari kecil menuju rumah mereka. Tapi ada yang ganjil di halaman rumah. Yaitu terlihat mobil berwarna putih terparkir apik disana selain mobil milik Radit juga Papah nya.

Sesampainnya di dalam rumah, tepatnya di ambang pintu menuju ruang tamu, Eva langsung mematung dengan mata tak berkedip memandang pemandangan di depan matannya. Sehingga Evi yang berada di belakang Eva jadi menubruk Eva, karena Eva berhenti mendadak.

Diikuti Radit yang berjalan santai setelah memarkirkan mobil dengan apik tadi.

"Assalamualaikum" Salam dari ketiga orang yang baru datang itu.

"Waalaikumsalam" Jawab semua orang yang berada di ruang tamu.

"Sini Nak, duduk di samping Bunda" Pinta sang Bunda dengan menepuk sofa di sebelah kanan dan kirinnya. Si kembar hanya menurut. Dengan canggung, Eva dan Evi menyalimi orang tuanya dan orang tua tamu nya.

"Ini Reva kan ya? Wahh udah gede, cantik lagi. Ini juga Revi kan? Waahh masih sama, nggak ada bedannya kayak Reva" Ungkapan wanita paruh baya setelah disalimi Eva dan Evi.

Dia adalah mamah Dinda, dan yang di sebelah kanan mamah Dinda suami nya, Ayah Malik. Dan yang di sebelah kiri Mamah Dinda adalah? Kalian bisa menebak sendiri? Dia adalah Fariz Maliki, polisi muda yang waktu lalu bertemu di mall dengan si kembar.

"Iya tante, kan jadi malu" Eva tersipu dengan pujian Mamah Dinda.

"Ya udah, sekarang kan anaknya udah di sini, monggo sampaikan niat baik bapak Malik pada putri saya" Papah Robi membuka permbicaraan yang serius dengan bahasa formalnya.

"Bismillahirrohmanirrohiim, kedatangan keluarga kami kesini tidak lain adalah ingin menyampaikan niat baik anak kami Fariz Maliki, selanjutnya akan disampaikan sendiri oleh putra saya" Ayah Malik melirik Fariz untuk mengutarakan niatnya secara langsung pada keluarga Papah Robi.

Disisi lain, Eva dan Evi mulai ketar katir, masalahnya Ayah Malik tidak langsung menyebutkan nama dari mereka berdua, masa iya sekaligus dua-duannya kan nggak mungkin.

Fariz menarik nafas panjang sebelum berucap, dan menghembuskan secara perlahan untuk menetralkan rasa gugubnya.

"Bismillahirrohmaanirrohiim, saya Fariz Maiki datang kesini, dihadapan seluruh anggota keluarga besar bapak Robi, ingin meminta izin untuk menjadikan putri bapak sebagai istri dan ibu untuk anak-anak saya kelak". Jeda sekian detik. Sebelum akhirnya_

"Mas Fariz mau nikahin Evi sama Eva sekaligus?" Cletuk Evi membuat semua orang menatap dengan terkejut sekaigus menahan tawa, kecuai Eva dan kedua orag tuanya yang memandag Evi dengan tatapan peringatan.

"Eh, maaf sebelumnya saya belum menyebutkan nama di antara kalian berdua, saya bermaksud melamar Reva Aurina Syafa". Penjelasan Fariz mengundag helaan nafas lega dari Evi, tapi di sisi lain Eva terkejut sekaligus bahagia karena lelaki yang di sukai juga menyukannya balik.

"Saya menerima lamaran kamu Nak, tapi untuk keputusan selanjutnya saya serahkan pada puti saya" Jawab papah Robi, dan melirik pada Eva.

"Eva nerima lamarannya mas Fariz pah" Jawab Eva semangat dan mengundang rasa syukur semua orang.

"Alhamdulillah, terimakasih Reva, sudah mau nerima lamaran saya" Jawab Fariz.

"Sama-sama mas" Eva tertunduk dan tersipu oleh kalimat Fariz.

Dan mamah Dinda menyodorkan kotak bludru warna merah yang berisi cincin berlian didepan bunda Shabil, untuk di pasangkan pada jari Eva.

Dan selajutnya kedua keluarga itu berdiskusi tentang kapan acara pernikahan akan di langsungkan. Dan keputusan acara pernikahan akan di laksanakan 2 bulan lagi setelah Eva menamatkan skripsi nya.

***

 
"

Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh" Salam dari seorang pemuda dengan wajah lelah nya. Memasuki rumah sederhana milik orang tuannya.

"Wa'alaikumsalam warohmatullah" Jawab wanita paruh baya dengan senyum hangat pada sang pemuda yang masuk kedalam rumah dan menyalimi tangan sang ibu.
"Lelah banget ya Nak? Makan dulu gih, baru setelahnya mandi" Lanjut sang ibu.

"Iya Bu, Bapak kemana? Kok nggak kelihatan?" Sang pemuda berjalan menuju dapur beriringan dengan sang Ibu.

"Bapak lagi di belakang rumah, kamu ini kapan to Nang, le pang mbojo?" Sang Ibu bertanya dengan aksen jawanya.

"Loh kok Ibu bicarannya ke mbojo-mbojo segala sih? Fasha belum ada calonnya Bu, toh umur Fasha belum tua-tua amat lah" Jawaban santai Fasha mengundang pukulan pelan di pundak nya oleh sang Ibu.
"Aaww! Ibu..sakit nih," Rengek Fasha, padahal ya nggak keras-keras amat sih. Dasar.

"Loh yo kamu ini Nang, umur wes cukup buat nikah kok di tunda-tunda, kalau belum ada calon biar Ibu aja yang carikan, anak-anak teman Ibu di pengajian banyak yang naksir kamu loh" Crocos sang Ibu.

"Ish, Fasha udah naksir orang lain Bu, tapi Fasha ragu kalau langsung lamar buat jadi istri, takutnya mendadak banget loh, soalnya baru kenal, juga baru cuma beberapa kali aja ketemunya" Terang Fasha sebelum menyuapkan nasi kedalam mulutnya.

"Oohh ceritanya cinta pandangan pertama, Ya nggak papa to, kan lebih cepat lebih baik"

"Besok lah Fasha cari tau tentang keluarga nya dulu Bu, juga sekalian minta restu ke Bapaknya dia dulu, kalau Bapaknya nerima Fasha, baru setelahnya kita se keluarga berkunjung ke rumahnya" Jelas Fasha panjang lebar.

"Yowes nek pang koyo ngono, Ibu manut kamu aja, semoga lancar ya, biar Ibu cepat gendong cucu" Do'a sang Ibu dengan mengelus kepala Fasha.

    ***

          Kebumen, 3 Oktober 2020

REVA Dan REVI [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang