21.

356 40 0
                                    

Pagi-pagi sekali, Eva sudah bangun karena merasakan mual yang sangat luar biasa itu.

Jam masih menunjukkan pukul 02:00 dini hari. Fariz yang merasa kasur di sebelahnya terus saja berguncang, menjadi terusik dari tidurnya.

Fariz berjalan menuju kamar mandi di dalam kamarnya, yang ternyata terdapat Eva yang sedang menunduk di depan wastefel dengan rambut panjangnya yang berantakan seperti singa.

Fariz menghampiri dengan cemas. "Eva, nggak papa?"

Eva menoleh pada Fariz dengan mata sayunya, karena masih mengantuk. "Eva nggak lagi baik-baik. Perut Eva pusing, terus kepala Eva nyut-nyutan"

"Perut pusing?" Fariz malah balik bertanya.

"Iya. Rasanya muter-muter terus. Mass! Eva pengin periksa ke dokter Lina! Kata Bunda kalo Eva ngerasa mual, pusing, suruh langsung ke dokter Lina" Eva merengek dengan menelusupkan kepalanya di depan dada Fariz.

Fariz mengelus rambut Eva dengan sayang. "Besok pagi, ya? Kan Mas juga lagi libur"

"Nggak mau! Eva maunya sekarang!" Eva menggeleng dengan kepalanya yang masih di depan dada Fariz.

"Loh? Kalo sekarang dokter nya lagi tidur, sayang"

"Kata siapa? Coba, Mas telpon aja, pasti di angkat!"

Ya iyalah, diangkat. Dokter kan harus siap sedia 24 jam untuk menangani pasiennya. Tapi, Fariz merasa tidak enak hati mengganggu waktu istirahat dokter Lina.

"Mass! Eva udah nggak kuat buat berdiri, mau pingsan aja, lah!"

Sebelum Eva melorot ke lantai, Fariz sudah menggendong Eva menuju ke dalam kamarnya, dan menidurkan Eva di atas kasur.

Awalnya Fariz bingung, akan menghubungi si dokter, atau tidak. Tapi setelah melihat wajah Eva yang pucat, membuat Fariz menjadi takut. Bukan takut karena wajahnya kaya setan, ya.

Setelah deringan ke tiga, barulah dokter Lina menjawab telepon nya.

"Hallo, dengan dokter Lina Nuraini. Ada yang bisa di bantu?" Tanya dokter Lina dari seberang.

"Hallo dok, Assalamualaikum" Salam Fariz dengan sopan.

"Eh, iya Waalaikumsalam?"

"Bisa dokter ke rumah saya buat memeriksa kondisi istri saya? Oh iya, maaf saya lupa. Saya Fariz Maliki, menantu dari Bapak Robi"

"Oh iya, saya akan kesana sekarang"

"Sudah tau alamat nya? Kalo belum, akan saya share"

"Sudah tahu, Pa. Ya udah, saya tutup telepon nya. Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam"

Tut! Tut!

Hampir satu jam Fariz menunggu dokter Lina, terdengar ketukan pintu dari luar rumah.

Fariz segera menuju pintu untuk membukakan pintu.

Ceklek!

"Assalamualaikum" Salam dokter Lina.

"Waalaikumsalam. Silahkan masuk, dok! Istri saya ada di kamar"

Dokter Lina mengangguk, dan berjalan mengikuti Fariz menaiki tangga menuju kamarnya dan Eva.

Sesampainya dikamar, dokter Lina mulai memeriksa keadaan Eva.

"Ibu Eva merasakan mual dan pusing?" Tanya dokter Lina dengan mengecek tekanan darah Eva.

Eva mengangguk. "Kepala Eva muter-muter. Terus perutnya juga"

Dokter Lina yang mendengar penjelasan Eva terkekeh kecil.

Fariz hanya geleng-geleng kepala. Dia merasa sedang mengurus anak bukan istri.

"Ibu Eva bisa cek dengan ini" Dokter Lina memberikan testpeck pada Eva.

Eva mandang benda itu aneh. Buat apa, ya? Batin Eva bertanya.

"Ini buat nge tes kehamilan, Bu" Dokter Lina menjelaskan seakan tahu isi pikiran Eva.

Fariz tercengang melihat benda yang di sodorkan dokter Lina.

"Istri saya hamil, dok?" Tanya Fariz mendekat ke arah ranjang yang Eva duduki.

"Ciri-ciri yang di jelaskan menunjukkan tanda-tanda kehamilan, Pak" Dokter Lina beralih pada Eva. "Bisa di cek sekarang, Bu Eva. Karena di jam segini akan lebih akurat buat nge tes"

Eva memandang Fariz bingung. Mungkin bingung cara memakai alatnya. Dokter Lina yang paham pun menjelaskan cara menggunakan tespeck nya.

Eva di tuntun Fariz menuju kamar mandi. Sedangkan Fariz menunggu dengan harap semoga saja Eva memang hamil.

15 menit berlalu, tapi Eva tak kunjung keluar juga. Fariz memandang dokter Lina dengan muka cemas.

"Paling juga sebentar lagi Ibu Ev__"

Ceklek!

Fariz dan dokter Lina langsung menghampiri Eva yang berdiri dengan wajah bingung, dengan mata terus memandang alat tesnya.

"Gimana, sayang?" Tanya Fariz tak sabaran.

Eva mendongok memandang Fariz dengan wajah polos. Dan beralih pada dokter Lina.

"Ada garis merahnya" Hanya kalimat itu yang terucap dari bibir Eva.

"Berapa?" Tanya Fariz lagi tak sabaran. Bukannya langsung melihat sendiri, eh malah tanya terus ke Eva yang seakan tidak tahu apa-apa.

Eva menunjukkan jari telunjuk dan jari tengahnya bersamaan. Fariz yang langsung paham memekik alhamdulillah saking senangnya.

Dokter Lina mendekati Eva. "Coba dokter Lina lihat"

Eva memberikan alatnya pada dokter Lina.

"Alhamdulillah. Selamat ya, Pak, Bu, sebentar lagi akan mendapatkan momongan" Dokter Lina memandang Eva dengan senyum lebar. "Ibu Eva sedang isi, sekarang"

Eva awalnya tidak paham, tapi setelah mendapat bisikan dari Fariz di telinganya, Eva baru bisa paham.

"Udah jadi, Mas?" Eva bertanya dengan suara setengah berbisik. Tapi dokter Lina tetap bisa mendengar nya. Dokter Lina hanya tersenyum geli melihat betapa polosnya istri dari Fariz ini.

Fariz tersenyum kikuk ke arah dokter Lina. Setelahnya mengangguk kan kepala tanda mengiyakan pertanyaan Eva.

"Alhamdulillah...dedeknya Eva udah jadi" Eva langsung memeluk Fariz dengan erat.

Setelah acara haru-haru yang di buat Eva, dokter Lina memberikan saran agar besok Eva mengecek kondisi kandungan nya di rumah sakit.

"Iya dok, Terimakasih. Maaf, jadi merepotkan" Ucap Fariz sungkan.

Dokter Lina tersenyum.

"Ini sudah jadi tugas saya, Pak Fariz. Ya udah, saya permisi, Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam" Setelah dokter Lina dan mobilnya sudah tidak terlihat lagi, Fariz menutup pintu dan berbalik ingin kembali ke kamar menghampiri Eva.

*°*°*
Assalamualaikum.

Jazakallah khairon katsiron...

Tinggalin jejak di part ini yoo...


Wassalamualaikum.

REVA Dan REVI [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang