Bangunan sekolah perpaduan Indonesia dan Eropa itu tidak pernah gagal membuat kagum. Pilar-pilar besar di pintu masuk jadi salah satu ciri khasnya. Beberapa patung artistik juga menghiasi taman dengan kolam mancur yang menjadi pusatnya.
Tidak hanya bangunan yang menarik, penampilan para penghuni sekolah juga kerap menjadi perhatian. Guru yang mengajar di sekolah ini kebanyakan masih berusia muda dan merupakan lulusan terbaik dari universitas ternama.
Guru-guru di sana biasa mengenakan setelan lengkap dari merek terkenal. Tidak seperti kebanyakan sekolah yang hanya memiliki dua atau tiga jenis seragam, siswa di sekolah ini memiliki seragam yang berbeda setiap harinya.
Zai dan asistennya berjalan melalui jembatan penghubung dari gedung F ke gedung E. Zai masuk ke kelas yang seluruh kursinya hampir terisi penuh. Beberapa dari mereka berpenampilan rapi dengan setelan jas almamater yang terpasang, tetapi ada juga yang malah menyampirkan jas almamater di kursi yang diduduki, seperti Jeff contohnya.
Satu hal yang sangat Zai sukai dari sekolah adalah asisten dan pengawalnya tidak perlu berada di dekatnya saat ia ada di kelas. Untuk beberapa alasan, Zai merasa bebas. Meskipun hal itu tidak sepenuhnya benar karena pada kenyataannya sang asisten masih berdiri di depan pintu kelas.
"Jeff, maaf buat yang tadi." Zai berbicara begitu ia duduk di kursinya.
"Lo nggak perlu minta maaf. Gue ngerti kok." Laki-laki dengan lesung pipi itu tersenyum.
"Lo jadi dikasih supir?" Zai melirik pada kunci mobil yang ada di atas meja Jeff.
"Nggak. Gue menolak dengan keras. Gue nggak suka mobil gue dipakai orang lain."
"Enaknya jadi lo yang nggak perlu dikawal kemana-mana." Zai menghela napas pelan sambil merebahkan kepalanya di meja.
"Ini semua dilakukan demi kebaikan Anda, Tuan Muda." Jeff sengaja berbicara dengan suara yang dibuat-buat. Ia tengah meniru asisten pribadi Zai.
"Kebaikan yang mana? Gue nggak merasa ini benar. Ada atau nggak adanya gue sebenarnya nggak berpengaruh sama bisnis keluarga."
"Ingat, kamu pewaris tunggal di keluarga Arkanayaka." Kini Jeff mencoba meniru Ayah Zai.
"Seandainya gue nggak ada. Mungkin lo yang akan ada di posisi ini."
"Untuk keberadaan lo, gue berterima kasih." Jeff tertawa kecil seraya meledek.
***
Sekolah elit ini juga punya kafetaria yang berkelas. Makanan yang disajikan berasal dari dapur koki ternama. Beberapa menunya adalah modifikasi dari menu Asia dan Eropa. Zai duduk di meja yang sama dengan Jeff, asisten serta keempat pengawalnya berdiri tidak jauh dari meja mereka.
"Coba lo lihat tuh si Zai, dari dulu gayanya sok pangeran banget." Seseorang yang duduk di seberang Zai berkata sambil membuka botol minumannya.
"Waktu SMP sih nggak sebanyak itu pengawalnya. Sejak SMA penjagaannya jadi lebih ketat." Seorang anak yang ada di sebelahnya menyahut mencoba menjelaskan.
"Lebay banget."
Jeff berhenti menyendok makanan di piringnya. Ia menoleh ke arah meja yang sedang sibuk bergosip.
"Jeff, stop it." Zai menggeleng pelan.
Jeff meletakkan sendoknya dan matanya masih menatap sinis ke arah meja seberang.
"Lo nggak perlu marah untuk apa yang mereka bilang, toh semuanya benar."
"Meskipun benar, mereka seharusnya nggak ngomongin lo di belakang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gelembung Mimpi ✓
Teen FictionApakah kekayaan bisa membawa kebahagiaan? Jika pertanyaan itu diajukan, maka kebanyakan orang akan menjawab bisa. Tidak begitu dengan Zaivan Oktora Arkanayaka, ia akan menjawab pertanyaan itu dengan tawa. Menurutnya, kekayaan tidak bisa membawa keba...