Keping 5

102 34 0
                                    

Zaivan mengamati pantulan dirinya di cermin. Ia sudah mengenakan setelan jas berwarna biru muda tanpa dasi. Tak lupa ia memasukkan satu botol gelembung sabun ke sakunya. Hukuman dari ayahnya berakhir karena adanya pertemuan bisnis berkedok makan malam keluarga. Setengah jam sebelum waktu yang ditentukan, Zai sudah siap.

"Ini earphone Anda, Tuan Muda."

"Harus jarak jauh lagi?" Zai menghela napas.

"Sesuai perintah Tuan Harsa, saya akan mendampingi Anda sebelum acara makan malam. Saat makan malam, Anda harus menggunakan alat ini, Tuan Muda."

Zai menerima benda kecil itu dan menyumpal telinga kanannya. Benda kecil tersebut akan sangat membantu ketika asisten Zai tidak ada di sampingnya. Mengenali anggota keluarga adalah suatu kewajiban dalam keluarga, tetapi tidak mudah bagi Zai untuk melakukan itu. 

Mobil Lamborghini Aventador telah terparkir di pelataran rumah. Zai melangkah didampingi oleh asisten dan empat pengawal. Ia memasuki mobil setelah pintu dibukakan oleh salah satu pengawalnya. Mobil itu bergerak mengitari kolam dengan air mancur yang ada di depan pelataran. Bersamaan dengan itu, mobil mewah lainnya bergerak ke pelataran.

Asisten Zai yang mengamati perubahan wajah tuan mudanya dibuat terkejut ketika Zai menyunggingkan senyum. "Ada yang salah, Tuan Muda?"

Zai tidak menjawab pertanyaan itu. Ia malah mengeluarkan ponselnya dari saku.

"Halo, lo diundang ke acara malam ini?"

"Iya. Ini gue sama Kayla on the way."

"Bokap lo?"

"Ya, seperti biasa. Ada operasi yang harus ditangani malam ini."

"Oh, Oke."

Mobil tersebut melaju membelah jalanan yang basah karena hujan. Laju mobil melambat karena terjebak lampu merah. Zai menatap anak-anak yang tengah berlarian dengan gitar kecil dan kantong plastik di tangannya. Mobil tersebut kembali melaju setelah lampu merah. Jalanan yang padat membuat mereka mengambil jalan pintas. Mereka memasuki daerah pemukiman.

"Berhenti!" Zai tiba-tiba berteriak.

"Ada apa, Tuan Muda?" Asisten Zai berseru panik, meskipun dirinya baru saja terbentur jok belakang karena mobil yang berhenti tiba-tiba.

"Apa gadis di pinggir jalan tadi tidak terlihat? Kita baru aja buat bajunya kotor."

"Maaf, Tuan Muda." Supir tersebut menunduk merasa bersalah.

"Seharusnya Anda minta maaf sama gadis itu."

"Kita harus tiba sesegera mungkin, Tuan Muda."

"Kalau dia nggak mau turun, biar saya yang turun." Zai menarik knop pintu dan melenggang keluar. 

"Tuan Muda." Asistennya menyusul keluar dari pintu lainnya.

Laki-laki dengan jas biru itu menghampiri gadis yang tengah menepuk-nepuk bagian bawah bajunya, sepertinya ia tidak sadar kalau tengah dihampiri. "Maaf karena sudah membuat bajumu kotor." 

Gadis itu menoleh dan dibuat takjub seketika. Ia mengamati penampilan laki-laki yang kini tengah berdiri di depannya. Ia sempat bertanya-tanya apakah ia sedang bermimpi atau tidak. Laki-laki itu mengenakan setelan jas layaknya pegawai kantoran. Mungkin istilah pegawai kantoran kurang tepat karena ia didampingi oleh seseorang yang kelihatannya seorang sekretaris pribadi. 

Asisten Zai menghampiri, "Tuan Muda, sebaiknya Anda segera masuk ke mobil. Kita bisa terlambat."

"Saya minta maaf, Nona. Saya tidak sengaja mengotori baju Anda." Supir Zai menunduk setelah mengucapkan maaf.

"Hng ... nggak apa-apa kok. Cuma kena becek dikit." Gadis itu menggerakkan tangannya seperti mengucapkan selamat tinggal. 

"Silahkan, Tuan Muda." Asistennya mempersilahkan Zai masuk kembali ke dalam mobil.

Setelah masuk, Zai berbicara dengan tegas, "Kalian harus memperlakukan orang lain seperti kalian memperlakukan saya. Kenapa kalian memperlakukan orang lain seperti itu?"

"Maaf, Tuan Muda." Supir dan asisten Zai menjawab bersamaan. 


Zai tiba di hotel bintang lima yang menjadi tempat makan bersama keluarganya. Belum banyak orang yang hadir, tetapi ia bisa melihat banyak pengawal tersebar di seluruh sudut. Zai bisa mengenali mereka dari pakaian dan dasi yang mereka kenakan, semua berwarna hitam. 

"Hai, Zaivan." Seorang wanita paruh baya menyapa dan memeluk Zai.

Zai tersenyum kaku. 

"Beliau Nyonya Dwita, tante anda dari keluarga yang ada di Surabaya." Asisten Zai berbisik setelah pelukan mereka terlepas.

"Kamu semakin tampan."

Zai mengangguk dan tersenyum sekenanya. Satu hal yang Zai benci dari acara keluarga ini adalah basa-basi dari sanak saudaranya. Zai tahu betul kalau seluruh anggota keluarga Arkanayaka tidak menerimanya dengan tulus. Mereka memperlakukannya dengan baik karena ia adalah satu-satunya pewaris dari Arkanayaka. Ayahnya adalah anak tertua di keluarga Arkanayaka dan merupakan satu-satunya anak laki-laki.

"Bagaimana dengan sekolahmu?" Wanita itu bertanya sambil menepuk pundak Zai.

"Sekolahku baik-baik saja, bangunannya masih sama bagusnya seperti pertama kali diresmikan." Zai menjawab dengan nada datar. Tampak sekali ia tidak tertarik. 

"Kamu masih lucu seperti dulu, Zai."

Zai hanya tersenyum. 

Asisten Zai kembali berbisik, "Jeffry Narendra tiba, ia masuk dari pintu utara."

"Maaf Tante, saya harus pergi sekarang."

"Loh, kok buru-buru?" Wanita itu tampak kecewa.

"Saya sudah ada janji dengan Jeffry." Zai menjawab dengan cepat.ia sudah tidak tahan dengan wanita yang memiliki senyum palsu seperti itu.

"Oh, Narendra. Kalian sepertinya punya hubungan baik meskipun ayah kalian tidak pernah akur."

"Permisi, Tante." Zai meninggalkan wanita itu. mungkin kesannya kurang sopan, tetapi ia sudah muak.

Jeff langsung menghampiri Zai ketika melihat saudaranya berjalan ke arahnya. 

"Sebuah kehormatan dapat bertemu dengan Anda, Tuan Muda." Jeff meledek dengan suara yang dibuat-buat.

"Sialan, lo." Zai memukul lengan Jeff.

Dengan sigap asisten Zai menangkap lengan tuan mudanya, "Tolong jaga sikap Anda, Taun Muda."

Zai mendengus. Matanya beralih pada gadis dengan dress hitam di depannya. Wanita itu mengecup pipi Zai cepat.

"Hai, Little Brother. Kangen banget sama kamu." Gadis itu mengacak rambut Zai pelan.

"Gimana hidup di New York?"

"Yah, biasa aja. Nggak ada yang spesial. Mungkin kamu juga bakal dikirim ke sana nanti."

"Ow, itu berita buruk. Kalau bisa, gue mau kabur aja."

"Kamu nggak akan bisa melawan Harsa Arkanayaka, Bro." Jeff menyela.

"Kita lihat aja nanti." Zai semangat menjawab.

"Jangan buat masalah, Zai. Ingat, kamu pewaris tunggal keluarga Arkanayaka." Gadis dengan dress hitam itu tersenyum miris.

"Oh, cukup. Gue sudah muak sama kata-kata itu."

Asisten Zai mendekati mereka yang masih berbincang dengan santai. "Tuan Muda, acara akan segera dimulai. Tuan Harsa sudah tiba di depan."

Zai langsung bergerak mengikuti asistennya. Ia duduk tepat di samping kanan kursi ayahnya. Jeff dan Kayla duduk di sisi lain dan berjarak agak jauh dari posisi Zai. Begitu acara dimulai, asisten Zai ikut berbaris dengan pengawal yang lain.

"Hari ini kita akan merayakan hari ulang tahun Zaivan Oktora Arkanayaka yang ke 17. Hadiah ulang tahunnya kali ini adalah hotel yang akan diresmikan besok. Hotel Nayaka yang ada di pesisir Lampung. Mari bersulang."


Gelembung Mimpi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang