Zai terbangun dengan badan penuh keringat. Mimpi itu lagi. Mimpi yang sama yang sudah menemani hampir di setiap malam. Zai menarik napas dalam-dalam. Ia berusaha mendapatkan sebanyak mungkin udara untuk mengisi penuh paru-parunya. Ia menarik tubuhnya dan duduk bersandar.
Zai melihat sekeliling dan menyadari kalau ruangan itu bukan kamarnya. Ruangan itu jauh lebih sempit dibandingkan dengan kamarnya. Ia tersenyum ketika menyadari sesuatu.
"Mimpi buruk lagi, Zai?" Tama bersandar di pintu ruangan itu dengan santai. Ia mengenakan celana tidur dan kaus oblong abu-abu. Bahkan selama di Amerika, Zai tidak pernah melihat sisi Tama yang seperti ini.
"Seperti biasa. Tumben nggak pakai selamat pagi." Zai menyibak selimutnya kemudian ia turun dari ranjang dan meregangkan tubuhnya.
"Setelah kamu menghapus nama Arkanyaka dari namamu, saya nggak perlu lagi memperlakukanmu seperti Tuan Muda." Tama tersenyum dan bergerak membuka tirai yang ada di dekatnya.
"Hari ini gue harus daftar ke kampus Jatayu. Gue juga harus cari kos di dekat sana." Zai berjalan ke arah jendela dan membukanya. Ia mengeluarkan botol gelembungnya, ia membuka botol mingil itu dan meniup bagian batang yang tadinya tercelup dalam cairan sabun. Beberapa gelembung muncul dari tiupan itu.
"Gelembung untuk hidup baru. Gue harap bokap nggak akan mengganggu hidup gue lagi." Zai tetap memandangi gelembung yang beterbangan.
"Sarapan pagi ini nggak disiapkan oleh kepala koki ya. Saya cuma buat segelas susu dan roti bakar aja." Tama beranjak dari posisinya dan berjalan menuju dapur.
"Gue merasa terhormat karena bisa makan roti bakar dan susu cokelat buatan lo, Bang." Zai menyusul langkah Tama dengan segera.
***
Zai kira kegiatan mendaftar kuliah dan mencari indekos tidak sesulit itu, tetapi nyatanya ia sudah kehabisan tenaga setelah bolak-balik ke kampus dan berkeliling mencari indekos setelahnya. Beruntung Tama membantunya untuk menyelesaikan urusan administrasi di kampus barunya. Jika Tama tidak membantunya, mungkin ia akan berakhir sebagai pengangguran tanpa status.
Ia sempat menyesal karena tidak menerima bantuan Tama yang bersedia mengantarnya untuk mencari indekos. Zai sudah menghabiskan cukup banyak uang untuk menyewa ojek online. Ini adalah indekos ke sekian yang ia kunjungi. Zai sampai lupa sudah berapa banyak indekos yang ia kunjungi.
Seseorang menyentuh pundak Zai saat ia berdiri sambil menatap layar ponselnya. Ia berbalik dengan sigap dan mendapati seorang pria yang terlihat lebih muda darinya tengah tersenyum.
"Siapa ya?" Zai memandang laki-laki itu heran.
"Gue kira lo teman gue, ternyata bukan. Maaf ya." Laki-laki itu melangkah menjauh setelah mengangguk beberapa kali. Tak lama setelah Zai melanjutkan langkahnya, laki-laki itu kembali memanggil, "Oy, gue perhatiin, dari tadi lo bolak-balik terus. Lagi cari alamat?"
Zai menghentikan langkahnya. "Gue lagi cari kosan."
"Oh, cari kosan. Mau kosan yang gimana?" Laki-laki itu tersenyum sombong.
"Kos yang nyaman dan harganya terjangkau." Zai menjawab penuh harap, meskipun ia tidak yakin dengan penampilan orang yang ada di hadapannya.
"Gue punya rekomendasi buat lo." Laki-laki itu memimpin jalan setelah mengajak Zai. Mereka berhenti tepat di depan sebuah bangunan yang kelihatan tua tapi terasa asri karena dikelilingi pepohonan.
"Memang bangunannya tua, tapi aman kok di sini. Kebetulan ini punya Paman gue, nanti bisa nego harga." Laki-laki itu membuka pintu depan bangunan itu dan Zai dihadapkan pada sebuah ruangan besar lengkap dengan sofa dan televisi besar di sudut ruangan. Bangunan ini terdiri dari satu lantai, tetapi luasnya bukan main.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gelembung Mimpi ✓
Teen FictionApakah kekayaan bisa membawa kebahagiaan? Jika pertanyaan itu diajukan, maka kebanyakan orang akan menjawab bisa. Tidak begitu dengan Zaivan Oktora Arkanayaka, ia akan menjawab pertanyaan itu dengan tawa. Menurutnya, kekayaan tidak bisa membawa keba...