Zai berdiri di depan cermin, ia menatap pantulan dirinya. Jaket dongker khas universitasnya sudah ia kenakan. Tidak lupa kacamata bulatnya juga sudah terpasang. Zai meraih tas selempang dan menyampirkannya ke bahu. Hari ini ia akan pergi bersama Hana. Zai merasa gugup karena ia sama sekali tidak ingat wajah Hana.
Zai mulai berkeringat. Matanya memandang sekeliling. Ia berada di tengah-tengah kerumunan manusia yang siap mengantre untuk masuk ke stadion. Kepala Zai juga mulai pusing karena ia tidak mengenali orang-orang yang ada di sekitarnya. Ponsel Zai berbunyi ketika ia berusaha mencari tempat yang lebih teduh untuk bernaung.
"Lo di mana, Zaivan?"
Zai menghela napas lega. Ia benar-benar senang mendengar suara Hana.
"Gue di bawah pohon palem dekat pintu masuk timur." Zai menatap langit. Ia bersyukur karena cuacanya sangat cerah.
"Tunggu di situ. Jangan ke mana-mana."
Suara teriakan dari ponselnya membuat Zai tersenyum geli. "Iya, gue nggak ke mana-mana."
Tidak lama setelah itu, seorang gadis dengan kaus kuning datang menghampirinya. Gadis itu melambai dan memanggil nama Zai. Begitu mendengar suara serak gadis itu, Zai tersenyum dan ikut melambaikan tangan.
Untuk pertama kalinya Zai datang ke pertandingan sepak bola yang diadakan di lapangan kampus. Kampus mereka memang terkenal sebagai pusat olahraga yang sering digunakan untuk ajang bergengsi. Zai mengikuti Hana yang terus berjalan mencari bangku mereka.
Setelah menemukan bangku, Hana sibuk menyapa orang-orang yang ia kenal. Begitu pemain memasuki lapangan, mata Zai terus memandang ke arah bangku cadangan tim Jatayu, tetapi ia tidak menemukan Pattar di sana.
"Pattar nggak ada di bangku cadangan." Zai berbisik pada Hana yang tengah sibuk berbincang dengan seseorang di sampingnya.
"Masa? Katanya dia tanding kok hari ini." Hana langsung sibuk mencari keberadaan Pattar yang tidak kunjung ia temukan di bangku pemain cadangan.
"Pattar ada di lapangan. Bukan di bangku pemain cadangan. Lihat nomor punggung 26." Hana bangkit dari duduknya dan menunjuk seseorang yang rambutnya terikat setengah.
"Iya, gue lihat." Zai tersenyum karena ia bisa mengenali Pattar dari gaya rambutnya.
Pattar memaksa Zai dan Hana agar bisa hadir untuk menontonnya hari ini. Ternyata hari ini, untuk pertama kalinya ia akan menjadi pemain inti. Pattar mendapat kesempatan terhormat untuk menjadi penyerang dalam timnya.
Babak pertama berakhir dengan skor seri. Zai merasakan perasaan gugup yang belum pernah ia rasakan sebelumnya ketika Pattar berkali-kali hampir mencetak gol. Tepat pada menit-menit terakhir, Pattar berhasil mencetak gol. Zai refleks melonjak dari duduknya dan ikut bersorak. Untuk pertama kali dalam hidupnya ia merasakan kesenangan yang sebelumnya tidak pernah ia rasakan.
Pertandingan berakhir dengan kemenangan yang dipegang oleh tim Jatayu. Zai dan Hana menghampiri Pattar yang masih duduk di pinggir lapangan.
"Keren banget lo." Hana menyodorkan botol minuman isotonik pada Pattar.
"Gue akhirnya percaya kalau dulu lo adalah pemain andalan waktu SMA." Zai menepuk pundak sahabatnya.
"Oh, iya. Minuman itu dari Abang lo." Hana menyampaikan pesannya dengan senyum yang sangat lebar.
Pattar yang tengah menenggak minuman itu terbatuk hingga matanya berair. Zai sibuk menepuk punggung Pattar, sedangkan Hana malah tertawa. Zai sudah mulai terbiasa oleh tingkah Pattar dan Hana.
***
Zai sengaja pamit lebih dahulu karena Pattar pasti akan mengantar Hana pulang. Ia menghindari keributan yang mungkin bisa terjadi kalau Pattar mencari alasan agar tidak mengantar Hana pulang. Zai berjalan cepat meninggalkan lapangan. Akibat dari langkahnya yang terburu-buru, ia menabrak seseorang yang tengah berjalan sambil memegang ponsel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gelembung Mimpi ✓
Novela JuvenilApakah kekayaan bisa membawa kebahagiaan? Jika pertanyaan itu diajukan, maka kebanyakan orang akan menjawab bisa. Tidak begitu dengan Zaivan Oktora Arkanayaka, ia akan menjawab pertanyaan itu dengan tawa. Menurutnya, kekayaan tidak bisa membawa keba...