11; Opsi Kedua

1.8K 294 1
                                    

Hyunae bergegas menarik tangan Ryujin untuk ke pergi ke kelas Haechan. Bukan, bukan untuk menemui Haechan, melainkan untuk meminta tumpangan pada Xiaojun.

Hyunae mendapat kabar bahwa kemarin malam Haechan sudah sadar dan berhubung kemarin dia sudah janji untuk tidak masuk sekolah hanya satu hari, jadi dia memutuskan menjenguk Haechan sepulang sekolah.

"Santai nariknya mbak!" protes Ryujin saat Hyunae berhenti berlari dan melepas genggamannya sambil meringis tak berdosa.

"Siang Xiao Dejun!" sapa Hyunae saat Xiaojun sampai di ambang pintu, "Hm, kenapa?" balasnya.

"Haechan udah sadar!"

"Terus?"

"Anterin!"

Xiaojun menghela nafas pelan, "Kebiasaan, ya udah ayo." Hyunae loncat-loncat kegirangan, sampai Ryujin harus memegangi tubuh Hyunae agar diam.

"Lo gak ada kerjaan lain selain nyamper Haechan?" tanya Xiaojun saat mereka sudah berada di dalam mobil.

"Ya ada, tapi kan bisa dikerjain malem," jawab Hyunae seraya mengenakan seat-belt, "Pantes bergadang terus," sahut Ryujin dari belakang."Sekali-sekali doang ya!"

Xiaojun menjalankan mobilnya, sepanjang perjalanan hanya ada keheningan. Ryujin yang sibuk dengan handphone-nya dan hanya beberapa kali menunjukan sesuatu pada Hyunae, lalu diam lagi.

Sesampainya di rumah sakit, Hyunae yang berjalan paling depan dengan segala semangat dan antusiasnya.

Sedangkan Xiaojun dan Ryujin hanya mengikuti dari belakang.

TOK TOK!

Tak ada jawaban, Hyunae pun langsung mendorong pintu kamar Haechan. Matanya langsung tertuju pada Haechan yang mungkin tertidur, dalam posisi duduk.

"Masuk!" bisik Hyunae pada Ryujin dan Xiaojun, keduanya menurut dan ikut masuk ke dalam.

"Tidur?" Hyunae mengangguk, "Tau dari mana?" tanya Xiaojun. "Ya masa gak sadar lagi, lagian itu posisinya duduk."

"Bangunin jangan?" ujar Xiaojun. "Gue aja yang bangunin, kalo lo nanti digaplok." Xiaojun berdecih, lalu memilih melepas tasnya dan duduk di sofa bersama Ryujin.

"Haechan... Lee Haechan..." menepuk pelan lengan Haechan beberapa kali, akhirnya kedua mata Haechan perlahan terbuka.

"Eemm??" gumamnya pelan. Hyunae tersenyum, "Loh?" ujar Haechan—kaget sekaligus bingung.

"Happy birthday!!"

"Udah telat neng," sela Xiaojun. "Sirik aja lo! Kan kemaren gak bisa ngucapin!" balas Hyunae.

"Bunda mana?" —Hyunae

"Anak orang baru ba— aduh!" Ryujin memukul paha Xiaojun cukup keras, "Gue buang lo ke empang lama-lama, berisik!" Xiaojun hanya mengusap-usap pahanya, memilih bungkam sebelum ada perang dunia ketiga.

"Kemaren aku bawa kue buat ulang tahun kamu, udah kamu makan?" Haechan mengangguk pelan.

"Enak gak?" Ia mengangguk lagi, "Bunda juga makan?" lagi-lagi mengangguk. Hyunae mengernyit, "Kok ngangguk-ngangguk doang?"

"Kan jawabannya sama, hemat suara," balas Haechan. "Kenapa harus hemat suara?"

"Biar bisa nyanyiin kamu."

Jangan ditanya, ini Hyunae pengen teriak kegirangan tapi gak bisa. Kalo Xiaojun di belakang udah pengen nyinyir, tapi gak jadi karena Ryujin melototin dia.

"Eh itu ada Ryujin!" merasa namanya disebut, Ryujin pun bangkit berdiri, dan mendekati brankar Haechan.

"Lah? Gu—"

[✔️] Bully || Lee HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang