BRUK!
Felix memejamkan kedua matanya dan kembali membukanya secepat mungkin. "Kamu udah malu-maluin keluarga, di-skors, terus sekarang seenak jidat minta uang!?"
Felix menundukan kepalanya dengan kedua tangan bersatu di depan tubuh. "Besok udah mulai sekolah, Felix butuh uang ja—"
PLAK!
Pipi Felix seketika terasa panas, air matanya sedikit keluar. "Jadi anak tau diri! Bisanya nyusahin doang! Kalo papa tau kamu yang bakal jadi anak papa, lebih baik papa bunuh sebelum kamu lahir!"
Kedua mata Felix bergetar, air matanya semakin tak terkendali. "Gak ada anak yang berharap dilahirkan di keluarga kayak gini, pa."
"Gak ada yang mau anak kayak kamu ada di keluarga ini!"
"AKU GAK MINTA! Aku gak minta... buat dilahirin di keluarga ini, buat punya orang tua kayak papa, aku gak minta! Aku gak mau!"
Keadaan hening. Satu detik, dua detik, ti—
"Keluar kamu sekarang," Felix sontak kaget. Masih berdiri di tempatnya, masih tak percaya atas kalimat yang keluar dari mulut sang papa.
"KELUAR!" satu bentakan berhasil memundurkan Felix satu langkah. Dengan nafas tersengal, ia berlari ke lantai atas, berencana mengemas pakaiannya secepat yang ia bisa.
Membuka lemari, mengambil barang secara asal, memasukannya ke dalam tas ransel, dan kembali turun.
Di langai bawah. Masih berantakan, papanya masih berdiri di tempat yang sama sambil berkecak pinggang.
Felix akhirnya memutuskan untuk pergi, ia masih memegang kunci motor, jadi masih aman pikirnya.
Menyalakan mesin motor, tanpa menunggu lama Felix langsung meninggalkan rumahnya.
————
"Eh, si Felix mana njir? Jam segini belom dateng, keenakan di-skors jangan-jangan!" —Dino"Nethink mulu lu kerjaannya, telfon dulu telfon!" —Hyunjin
"Udah woy! Kagak dijawab, gue chat juga gak dibaca, last seen nya kemaren malem." —Dino
"Masi tidur kali. Eh! Curut! Tau gak Felix ke mana?" Seungmin mencegah jalan Haechan yang hendak duduk di kursinya. Haechan menggeleng, ya... karena dia memang tidak tau.
"Aelah! Gak guna banget lu! Udah sono!" Seungmin mendorong tubuh Haechan ke belakang, hampir menabrak tembok, tapi untung kaki Haechan bisa berhenti tepat waktu.
Haechan menarik kursi miliknya, duduk di sana, dan hanya menunduk sambil memainkan jemarinya.
Suara seriuh apapun tidak akan membuat Haechan mengangkat kepalanya, kecuali saat jam pelajaran—untuk melihat papan tulis, dan jika Hyunae datang ke kelasnya lalu memanggil namanya.
Namun, pagi ini Hyunae tidak datang. Semalam dia bilang di jam pertama akan ada ulangan, dan dia mau belajar sebelum bel masuk. Jadi Haechan maklumkan.
"Oit! Nunduk mulu, ada duit emang di bawah?" karena Haechan mengenal baik suara orang satu ini, jadi dia mendanga, dan mendapati Xiaojun sedang duduk di depannya.
Haechan menggeleng sambil tersenyum. Xiaojun tiba-tiba mendekatkan wajahnya pada Haechan, membuat Haechan memundurkan tubuhnya.
"Gue denger-denger— eh, liat-liat, besok lo ulang tahun ya?" tanya Xiaojun sambil menaik-turunkan alisnya.
Dengan wajah bingung, Haechan mengangguk pelan. "Nah kan! Gak sia-sia gue jadi anggota osis, bisa dapet info sana-sini!" Haechan tersenyum canggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] Bully || Lee Haechan
Hayran Kurgu"Aku ingin menjadi orang terakhir yang mengucapkan ini. Selamat ulang tahun." [Bully] Di saat mencintai seseorang bukanlah lagi sekedar berbagi rasa, melainkan berbagi segala. Termasuk kehidupan dan salam perpisahan.