15; Alive

1.5K 267 7
                                    

"Haechan..." rintih Hyunae, menyandarkan kepalanya pada pundak Haechan yang sudah tak sadarkan diri.

"Bangun Chan... ini aku dateng... masa gak kangen?" gumamnya lagi. Ryujin mengelus pelan punggung Hyunae sedangkan Xiaojun berdiri di ambang pintu bersama Seohyun.

"HAECHAN!" Ryujin sontak memeluk Hyunae, "Jangan teriak Hyun, kasihan Haechan, dia lagi istirahat."

"HAECHAN IH! BANGUN!" kondisi Hyunae semakin tak terkendali, Xiaojun memutuskan turun tangan. Ia menarik tubuh Hyunae agar menghadap ke arahnya, lalu memeluknya.

"Jangan begini, nanti Haechan sedih," ujar Xiaojun. Tangisan Hyunae semakin menjadi, berupang kali menjadikan Xiaojun sebagai sasaran dari pukulannya.

Ryujin memijat pangkal hidungnya, bahkan ia sendiri tak tau harus berbuat apa pada Hyunae, karena ini pertama kalinya Hyunae begini.

"Gue mau ketemu Haechan..."

"Ini kan udah Hyun.."

"Ketemu... langsung."

Xiaojun sontak melonggarkan pelukannya, sedikit menunduk walau Hyunae masih bersembunyi di dalam pelukannya.

"Gak boleh gitu," Xiaojun mengusap pelan surai Hyunae. "MAU KETEMU!"

Sedetik setelah pekikan kencang Hyunae, tarikan nafas panjang terdengar cukup keras, membuat seisi ruangan menoleh.

"Haechan!?" Seohyun nyaris berlari mendekati tubuh anaknya, "Haechan? Nak?" Seohyun meraba wajah hingga tangan Haechan.

"Haechan!" pekik Seohyun sembari memeluk Haechan. Mata Haechan terbuka, walau tidak sepenuhnya, tapi itu jelas terbuka, bahkan pupilnya bergerak kesana-kemari.

Sekujur tubuh Hyunae seketika lemas, dia mungkin saja terjatuh jika Xiaojun tidak sedang memeganginya sekarang.

Seluruh mata tertuju pada Haechan yang nampak sedang menelaah keadaan, hingga tatapan Haechan berhenti pada Hyunae.

Hyunae tersenyum walau air matanya masih mengalir, tak lama ia menutupi kedua wajahnya dengan cara bersembunyi pada Xiaojun.
~~~
"Haechan gak jadi mati."

"Bahasa lu serem bat dah, alusin dikit ngapa," sahut Dino yang sedang menyampat makanannya. Felix merotasikan bola mata malas, "Haechan sadar, gak jadi meninggal."

"Oohh... EH- anjir!?" Felix menghembuskan nafas kasar, kadang punya teman macam Dino memang harus mengantisipasi segala macam kelemotan yang tergantung sejak lahir di otaknya.

"Tau dari mana lo!?" Felix meenyodorkan handphone-nya yang memperlihatkan chat room grup kelas mereka.

Xiaojun memberi info beberapa menit yang lalu mengenai keadaan Haechan, karena seluruh kelas mengetahui alasan mengapa ia izin tadi siang.

"Terus Seungmin? Bisa balik?" tanya Dino. "Lo masih berharap dia bisa balik abis bikin anak orang mati suri?" sela Hyunjin merebut makanan milik Dino. "Ya kan gak jadi mati."

"Tapi sempet kan?" Dino mengangguk ragu, "Ya udah." Keadaan hening, Dino hanya berusaha mencuri pandang pada dua pria di dekatnya.

Keduanya terlihat santai bahkan setelah mendengar kabar Haechan sadar, "Terus gimana?" keduanya menoleh bersamaan.

"Apanya yang gimana?" balas Hyunjin. "Haechan, kan gak jadi meninggalnya, terus gimana?"

"Kalo anak sekolah pada tobat terus dukung Haechan terus malah kita yang diserang gimana?" tambah Dino.

"Diem dulu bisa gak anjir!? Berisik banget lo!" bentak Felix yang saat itu menggebrak meja dan langsung keluar dari sana.

Sepeninggal Felix, Hyunjin mengetuk pelan meja dengan ujung jarinya. "Lo tau Felix orangnya gimana kan? Dia gak bakal berhenti sampe sesuatu yang fatal bener-bener terjadi."

"Kalo anak sekolah ngebela Haechan, yang ada mereka rata sama Felix, anak sekolah juga udah tau Felix gimana, menurut gue gak bakal ada yang berani kalaupun sebenarnya mereka dukung Haechan," tambah Hyunjin.

"Dia gak ada niatan tobat gitu?" Hyunjin mengedikan bahunya, "Kita udah masuk circle ini sejak kecil, takdirnya udah gini, sebenarnya lo punya pilihan untuk tetep di sini atau keluar, itu terserah pada lo, tapi harus bisa terima konsekuensinya."

"Gue gak mau munafik, gue gak suka sama circle macam gini, tapi Felix butuh gue. Bukan sebagai 'babu pem-bully' tapi sebagai teman yang ada pas dia lagi terpuruk, gue ada di situ."
~~~
Haechan tersenyum sambil mengangguk kecil saat perawat izin untuk keluar dari ruangannya. Kini di sini menyisakan dirinya, bunda, Hyunae, Xiaojun, dan Ryujin.

"Hyun, pulang dulu ya? Biar bunda bisa sama Haechan," tawar Ryujin. Hyunae menoleh, memasang wajah cemburut yang membuat Ryujin mendecak.

"Gue sentil bibir lo lama-lama, udah ayo pamit dulu, besok balik lagi abis sekolah, Xiaojun anterin."

"Heh cumi! Gue belom setujuin ya!"

"Lagian lo gak mungkin bisa nolak kan?" Xiaojun terdiam, membuang pandangannya, "Ya... ya udah!" balasnya.

Ryujin meringis, lalu berdiri dari duduknya, "Kita duluan ya tante, besok masih harus sekolah soalnya." Seohyun mengangguk, ikut berdiri.

"Makasih banyak ya.... tante sampe gak tau harus berterima kasih dengan cara apa."

"Ya elah tante, sama kita mah santai aja, ya gak?" Hyunae dan Xiaojun kompak mengangguk. "Ya udah tante, pulang dulu ya tan..."

Satu-persatu dari mereka mulai menyalim tangan Seohyun serta pamit pada Haechan.

"Selamat ya.... kamu hebat banget, makasih udah kuat, makasih udah kembali, aku janji, aku bakal jagain kamu..." bisik Hyunae sebelum ia keluar dari ruangan.

Pintu ruangan tertutup rapat, pertanda ketiga remaja itu sudah keluar. Seohyun menghela nafas, menatap Haechan sambil tersenyum.

"Jangan lupa berterima kasih sama Tuhan, Dia udah kasih kamu satu kesempatan lagi, udah kasih kamu teman sebaik Hyunae, Ryujin, dan Xiaojun."

Haechan mengangguk sembari tersenyum, "Dia juga udah kasih bunda, aku bersyukur banget," ujar Haechan menggenggam tangan bundanya.

Seohyun mengusap puncak kepala Haechan, mengecup dahinya. "Tidur, udah malem. Besok kan mau ketemu Hyunae sama yang lain, sekarang istirahat dulu."

Seohyun menarik selimut hingga menutupi seperempat tubuh Haechan. Mengecup dahi Haechan untuk yang kedua kalinya, menunggu hingga mata Haechan tertutup rapat.

Seohyun berjalan pelan, membuka pintu tanpa suara, dan berhasil keluar dari ruangan Haechan. Ia merogoh kantung celananya, mengambil benda pipih lalu mencari kontak seseorang.

"Halo?..."

"Apalagi?"

"Aku cuman mau ngabarin, Haechan sadar... tadi siang."

"Oh."

"Itu aja..."

Eunhyuk memutuskan saluran telefonnya, melempar handphone-nya sembarang. "Kenapa lagi?" tanya istrinya.

"Seohyun," jawab Eunhyuk singkat. Istrinya menghela nafas panjang, "Haechan juga anak kamu, sekalipun kamu dan Seohyun sudah gak bersuami-istri, Haechan tetap darah daging kamu, tetap tanggung jawab kamu."

"Aku kasih kamu kesempatan terakhir, temui Haechan, kamu masih punya hubungan darah sama dia... aku perempuan, aku tau gimana rasanya jadi Seohyun. Aku ibu, aku tau gimana rasanya ngeliat keadaan anak sekarat dan gak bisa ngapa-ngapain. Aku mohon, kali ini aja, kalo enggak aku juga akan merasa bersalah sama Seohyun dan Haechan..."

Eunhyuk berdecak, menyambar handphone-nya, dan memilih masuk ke dalam kamar tanpa membalas permintaan dari istrinya.

[✔️] Bully || Lee HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang