21; Langkah

1.5K 238 7
                                    

Haechan dan Valen turun dari bus, keduanya berdiri bersebelahan. "Aku mau cerita sekarang," ujar Valen, ia berbalik, duduk di kursi halte bus yang kebetulan sepi bahkan tak ada satupun orang selain mereka berdua.

Haechan mengambil tempat di sebelah Valen, hanya diam sambil memainkan jari-jemarinya. "Kamu tau kan, masalah keluarga kamu, ah... keluarga kita, kayak gimana?" Haechan menoleh lalu mengangguk ragu.

"Aku, kamu, dan Felix, itu sama."

Haechan mengerutkan dahinya, "Sama? Maksudnya?"

"Kita ada sebelum orang tua kita menikah secara sah. Ayah kamu itu papaku. Papaku itu ayah kamu. 10 tahun lalu mungkin masa-masa paling menyeramkan buat kamu, tapi 10 tahun lalu adalah masa paling bahagia dalam hidup aku. Tapi sayangnya bahagianya cuman sebentar..."

"Kenapa... cuman sebentar?"

"10 tahun lalu ayah kamu cerai kan sama bunda kamu?" Haechan mengangguk pelan,
"10 tahun yang lalu juga, akhirnya papa aku nikah sama mamaku. Tapi kamu tau sendiri kan, gak lama dia masuk penjara?"

"Terus, Felix?..."

"Dia saudara kembarku, adik kamu juga," secara tiba-tiba jantung Haechan berdentak lebih cepat dari sebelumnya. Ia segera berdiri, bermaksud untuk pergi.

"Eh!" Valen menahan tangan Haechan, berdiri di sebelahnya. "Itu pasti sakit kan?" tanya Valen. Ia meraih tangan kiri Haechan, membalikannya, lalu menunjuk goresan-goresan yang ada di sana.

"Jaket kamu kan lagi di aku, besok pake ini aja ke sekolah," Valen meletakan handban di atas telapak tangan Haechan.

"Maaf kalau aku datengnya tiba-tiba, nyeritain semuanya juga gak tepat waktu. Tapi aku gak mau tau ini sendirian, kamu juga harus tau. Walaupun rasanya sakit, tapi bakal lebih sakit lagi kalau kamu gak tau ini sampai mati. Hidup kamu gak adil kalau gitu..."
————
"Weehh, gaya ye sekarang, pake masker segala, siape lo? Artis?" Dino duduk di kursi Xiaojun yang kosong karena pemiliknya harus pergi ke ruang guru untuk membantu wali kelas mereka.

"Eeittss, pake handband juga dia! Gila gila, nyolong di mana?" Felix mendengus mendengar ucapan Dino.

Felix mengangkat pergelangan tangan Haechan, memutar-mutarnya, mengamati handband yang terpasang di sana, hingga ia berhenti pada satu titik.

"Dapet dari mana lo?" tanya Felix, "Da-dari.... temen..." Felix mendekatkan wajahnya pada Haechan, lalu berbisik di telinganya, "Sejak kapan gue jadi temen lo?"

Ia kembali mengatur jarak di antara keduanya, menepuk bahu Dino, lalu pergi keluar kelas.

Bertepatan dengan itu Xiaojun masuk melalui pintu belakang, ia duduk di kursinya menghadap ke arah Haechan.

"Sakit lo?" Haechan mengangguk pelan. "Lo ngapa sih hobi bat nunduk-nunduk, nanti kalo kepala lo jatoh kan serem!" Xiaojun menaikan kepala Haechan, seketika ia menutup mulutnya sendiri karena terbuka terlalu lebar.

"Mata lo kenapa woy!?" Haechan tersenyum di balik maskernya, menggeleng, lalu menjawab, "Kemarin jatoh, biasa, kesandung tali sepatu sendiri."

"Lo jatoh ke tebing apa gimana!?" Haechan tertawa kecil, "Jatoh ke aspal," balasnya. Xiaojun meringis, pandangannya tak lepas dari lebam yang ada di mata Haechan.

"Udah lo obatin belom sih itu?" Haechan menggeleng. "Kagak ada obatnya gi—"

"Haechann!!" seketika Haechan langsung menundukan kepalanya lagi. Xiaojun pun langsung berusaha menutupi Haechan dengan tubuhnya dan memasang senyuman lebar pada Hyunae.

[✔️] Bully || Lee HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang