Bab 16 Akhir Semester

8 1 0
                                    

~Cinta membuat rasa takut kehilangan lebih besar dari rasa cinta itu sendiri.~

Untuk pertama kalinya setelah pindah sekolah Angel membawa sendiri motor kesayangannya. Moge berwarna merah hitam melaju dengan kencang membelah jalanan kota, ia sangat merindukan saat berkendara di jalanan. Lima belas menit, Angel sampai juga di halaman rumah sakit Anwar Medika. Dia memarkir motornya, kemudian berjalan menuju ruangan Satria. 

"Ruang Melati nomor 4B VVIP," Angel membaca tulisan di depannya kemudian masuk. 

Terlihat Satria yang berbaring tanpa seorangpun yang menjaganya. Angel melangkah perlahan, Satria bangun dan berusaha untuk duduk. Dia mendekat, lalu membantu Satria untuk bersandar. Satria mengambil kesempatan, ia memeluk Angel lalu mencium pipinya. 

"Aku rindu kamu," Satria sedang dalam mode manja kepada Angel. 

"Aku juga rindu," Angel mengurai pelukan Satria lalu mencium kedua pipinya. 

Satria tersenyum bahagia, Angel tak lagi menolak rasa rindunya. Mereka berdua bercanda, sejenak saling memberikan kebahagiaan. Satria menatap manik mata Angel mencoba merangkai asa dengan menyelami keindahannya. 

"Angel, aku menyayangimu, bukan aku menyukaimu, tidak-tidak aku jatuh cinta padamu. Izinkan aku yang tak romantis ini mengungkapkan rasa," Satria menatap penuh harap. 

Angel tersipu, jantungnya berdetak dua kali lipat lebih kencang, perutnya tergelitik seperti ada ribuan kupu-kupu yang sedang menari disana. Dia tak mampu merangkai kata, meski ini sangat sederhana di ranjang rumah sakit. Angel hanya memeluk Satria, merasakan detak jantungnya yang kian menggila. 

"Angel, mengapa tidak dijawab?" tanya Satria kemudian. 

"Aku lebih menyayangimu dari apapun," balas Angel lalu mengeratkan pelukannya. 

Satria memainkan rambut panjang Angel, lalu menggodanya, "Artinya, kita resmi menjadi sepasang kekasih," 

Pipi Angel merona merah, Satria terus saja meledeknya. Pintu ruangan Satria terbuka, Niko melangkah mendekati mereka berdua. Angel turun dari ranjang, merapikan kembali sprei dan bantal. 

"Masih punya muka untuk datang kesini,  sudah aku bilang kamu bukan lagi sahabat kita," ujar Dion yang berdiri dibelakang Niko. 

"Pengkhianat!" geram Tyo kemudian. 

"Cukup! Katakan saja apa maksud kamu, Niko. ini rumah sakit tolong jangan buat keributan," sambung Angel kemudian. 

Satria cukup memperhatikan saja, tidak ingin mengeluarkan sepatah kata. Dia menunggu Niko menjelaskan sesuatu, alasan apa yang membuatnya berkhianat. 

"Aku minta maaf, bukan maksudku untuk berkhianat. Sheren menjebakku, minumanku dimasuki obat haram itu. Jika aku lapor pada Satria, maka dia akan mengatakan jika aku bagian dari mereka," 

"Aku melihatmu bercumbu dengan Sheren," potong Tyo kemudian. 

"Obat perangsang, dia memaksaku meminumnya jika tidak dia akan menyakiti adikku. Sunguh hanya sekali aku memakai narkoba, saat minuman keras dibasecamp aku cuma pura-pura saja. Ini buktinya aku dilepaskan  karena tidak terdeteksi pemakai dan juga pengedar," jelas Niko kemudian. 

"Satria, aku salah," sesal Niko kemudian. 

"Kamu tetap dihukum, dikelurkan dari tim inti Solid. Namun, kamu tetap sahabat kami," ujar Satria. 

"Satria, kenapa gak dihajar saja, tanganku butuh pelampiasan," sindir Tyo.

"Ide yang bagus, boleh kami bertiga bertarung?" ejek Dion. 

"Keluar kalian, sudah tahu rumah sakit masih mau baku hantam," usir Angel kemudian. 

"Ternyata, ada yang lebih galak lagi," ledek Tyo. 

Jam makan siang, mereka makan bersama di ruang rawat Satria. Angel menyuapi Satria yang manja dan minta diperhatikan melebihi anak alay. Siapa yang sangka, singa yang menakutkan diluar begitu childish didalam. 

"Kita pulang dulu, Angel kamu mau bareng kita gak?" ajak Tyo setelah makan siang. 

"Aku bawa motor sendiri, rindu jalanan dan moge kesayangan," ceplos Angel yang tentu saja mendapat tatapan tajam dari Satria. 

Mereka yang tahu jika situasi mulai memanas, memilih pamit pulang. Hening, Satria mendiamkan Angel begitu saja, siapa yang memberikan izin membawa moge kembali? Satria mencoba menahan amarahnya dengan diam, dia tidak suka Angel bersikap seperti itu. 

"Satria, maaf! Aku hanya ingin menaikinya saja tidak lebih," 

"Siapa yang mengizinkanmu?" 

Suara Satria naik beberapa octaf, dia kecewa. Angel hanya bisa menunduk lalu memainkan jarinya karena takut. Dia tahu kesalahannya, kemarin malam ia mengatakan naik taksi untuk pergi ke rumah sakit. Nyatanya Angel menaiki mogenya tanpa seizin Satria ataupun Leon Kakaknya. 

"Teror pagi ini, aku takut jika hal buruk terjadi padamu. Lebih baik aku yang mati, dari pada melihatmu terluka. Tidakkah kamu mengerti, aku sangat mencintai kamu, Angel," Satria sudah kehabisan kata untuk mengingatkan Angel akan bahaya yang masih mengintai mereka berdua. 

"Maaf," lirih Angel lalu mendekati Satria dan memeluknya. 

"Jangan menangis, sayang. Kamu menyakitiku dengan air matamu. Aku hanya takut kehilangan kamu, tenanglah," 

****

Teror tiap pagi masih diterima Angel dan Satria, namun tidak terjadi di bengkel Leon. Seminggu berlalu, teror itu berhenti dengan sendirinya. Lalu terdengar kabar jika bandar narkoba yang kemarin melarikan diri tertangkap. Bukan kebetulan, tapi Leon sengaja menjebak orang yang meneror itu dengan memasang cctv di sepajang jalan menuju rumahnya. Wajah yang tertangkap kamera ternyata bandar narkoba yang sedang dicari. Leon merahasiakan hal itu dari Angel, jika tahu pasti dia akan merajuk untuk diizinkan ke sekolah membawa mogenya. 

"Pagi, sayang. Ayo naik, hari pertama UAS kok manyun," ledek Satria. 

"Sudah tahu gak suka naik mobil, masih juga bawa mobil buat ke sekolah," omel Angel tapi tetap masuk juga. 

Satria mengenggam tangan Angel, "Jangan marah, aku tidak suka cowok lain melihat pahamu yang terekspose," 

Angel merasa bersalah, benar sekali apa yang di ucapkan oleh Satria. Tak seharusnya ia marah karena dia yang bersalah. Lagian kejahatan terjadi karena ada niat dari manusianya dan juga adanya kesempatan. 

"Maaf, aku yang salah. Kita berangkat sekolah, sayang," balas Angel lalu mencium pipi Satria sekilas. 

"Cie mulai berani cium-cium ya," goda Satria, "tapi aku suka, karena itu berarti kamu juga sayang aku." 

Satria melajukan mobilnya menuju sekolah, selama seminggu ini mereka menjalani UAS. Penilaian kali ini adalah penentu, naik tidaknya mereka ke kelas XII. Satria mengenggam tangan Angel, ia takut jika kenaikan kelas nanti mereka tidak dapat bersama. Tanpa Angel tahu, Leon sudah berbicara kepada Satria. 

"Papa dan Mama sudah mendengar masalah ini, kemungkinan besar mereka akan pulang untuk menjemput Angel. Aku tak bisa mencegah, jika mereka membawa Angel ke Kanada. Maaf, persiapakan saja hati kalian berdua, aku belum berani bicara tentang hal ini kepada Angel,"

Satria masih teringat jelas ucapan Leon, haruskah cinta yang sedang berbunga layu karena harus terpisahkan. Angel heran dengan perubahan sikap Satria, dia lebih banyak melamun semenjak sampai di halaman sekolah. 

"Ayo turun, kok malah melamun. Lagi mikirin aku ya," goda Angel agar Satria mau tersenyum. 

"Tentu saja, kamu mau aku mikir yang lainnya?" Satria balik bertanya. 

"Boleh, asal mikir pelajaran dan bukan yang lain," balas Angel. 

"Pinter banget, sih pacar aku," ujar Satria lalu mencubit pipi Angel gemas. 

#KMCWriting
#KMC9


My Stupid Angel (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang