“Warna pelangi itu selalu mejikuhibiniu kan? Apa menurutmu ada warna lain?” Calum menempatkan bokongnya di atas sofa yang sedang diduduki oleh Vigi, matanya berbinar menatap kearah gadis itu penuh dengan rasa penasaran soal jawaban yang akan dilontarkan.
“Tidak. Malah aku berpikir bahwa pelangi itu cuma punya satu warna.” gadis itu menarik novel yang sedari tadi ada di pangkuannya lalu mulai kembali menekuninya.
Calum yang akhirnya merasa tidak diperhatikan oleh Vigi pun memberengut kesal, “Vi, aku memintamu untuk menanggapi pertanyaanku. Bukan kembali membaca novel.” Protesnya.
Yang dimintai perhatian pun menoleh, menatap kearah Calum dengan tatapan aku-tak-punya-urusan-denganmu. Namun kemudian Vigi sadar bahwa Calum selalu membutuhkan perhatian lebih darinya. Setidaknya, itu yang terjadi padanya satu tahun kebelakang.
“Dengar ya Cal, pelangi itu asalnya dari sebuah warna. Hanya ada satu, yaitu putih. Kemudian membias menjadi tujuh warna yang kau sebutkan tadi.”
Calum langsung melipat kedua tangannya di depan dada, “Kenapa pendapatmu selalu berbeda dariku sih, Vi?” dia mendengus kesal lalu memalingkan wajahnya kearah lain.
Pun Vigi menatap kearahnya, memfokuskan pandangan dalam lensa matanya pada sosok Calum. Tentu dia sadar bahwa lelaki itu punya obsesi, lelaki itu punya sesuatu yang harus dibangkitkan kembali, pun lelaki itu punya sesuatu yang membuat Vigi menganggap bahwa dia unik.
“Calum,” Vigi menyentuh pelan pundak Calum yang membuat lelaki itu seketika menoleh.
“Ya?” sahutnya sebagai jawaban singkat yang otomatis membuat Vigi melontarkan kalimat selanjutnya.
“Tapi setelah aku pikir lagi, aku setuju padamu. Pelangi itu punya tujuh warna.” ujarnya pelan dengan suara yang menghanyutkan. Sontak Calum tersenyum, wajah yang tadinya memberengut pun hilang setelah Vigi menyetujui pendapatnya.
“Aku tahu kau hanya sedang menghiburku.” Calum menyahut. Dengan senyuman yang semakin lama memudar.
“Cal, kau berubah. Tepat setelah kejadian satu tahun lalu.” Vigi menghembuskan napas beratnya.
“Aku kehilangan separuh ingatanku—tidak, menurutku aku kehilangan separuh pikiran jernihku.” ujar Calum dengan sendu. Entah apakah ia mengingat hal itu atau tidak.
“Sudah satu tahun, Cal. Tapi aku akan terus mencoba membuat semua memorimu kembali. Selama ini aku selalu berusaha asal kau tahu dan aku rela melakukan apa saja demi kau.” kata Vigi mencoba membuat Calum percaya pada dirinya.
“Oh really? Would you lose your mind, if I lost mine too?”
“I would.” dan entah mengapa jari kelingking mereka pun akhirnya bertaut menandakan persetujuan yang terjadi di antara mereka.
**
Inspired by @Calum5SOS tweet (15-01-15)
It'll be an absurd short story, but I'll try my best ({})
KAMU SEDANG MEMBACA
Mind ツ c.hood ✅
Fanfiction❝Would you lose your mind, if I lost mine too?❞ a Calum Hood's short-story [COMPLETED] Copyright © 2015 by liamsterdamxo. All Rights Reserved