Chapter 1 : Rudan's Treasure

18.5K 1.4K 568
                                    

St

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

St. Louis, 10 Desember 2011

Hari ini adalah hari dimana musim gugur nyaris berganti menjadi musim dingin yang mencekik. Langit terlihat sangat gelap dengan kumpulan awan hitam yang menumpahkan milyaran butir air ke kota St. Louis malam itu, mengguyur seisi kota tanpa ampun dan menjadi lagu pengantar tidur yang nyaman bagi orang-orang yang kini tengah bergelung diatas ranjang hangat mereka.

Namun ada beberapa orang diluar sana yang jauh dari kata hangat dan justru ikut terguyur oleh derasnya air hujan kala itu. Termasuk seorang remaja yang berjalan terhuyung di trotoar yang sangat sepi di malam berhujan ini. Bukan karena alkohol remaja itu berjalan terhuyung, melainkan beberapa luka bekas tembakan peluru yang kini bersarang di tubuhnya.

Tangannya yang terlihat memutih itu menggapai apapun yang ada di dekatnya dan menjadikan itu sebagai topangannya untuk tetap bisa berdiri meski rasanya sangat menyakitkan. Tetesan darah menghiasi setiap langkah terseretnya, namun segera terhapus oleh derasnya hujan hingga tak meninggalkan jejak apapun.

Wajahnya yang kian memucat dengan air hujan yang menyapu beberapa luka lebam disana nampak semakin tak karuan kala ia memaksakan tubuhnya untuk terus berjalan.

Shit, umpatnya dalam hati ketika darah segar tak kunjung berhenti keluar dari luka-lukanya. Ia sekarat, namun ia tak menyerah begitu saja dan tak membiarkan sang dewa kematian menjemputnya karena ia lah yang seharusnya menjadi dewa kematian itu sendiri.

Sekuat tenaga ia berusaha mengambil ponsel didalam saku jaket yang ia kenakan, namun sebelum berhasil menghubungi seseorang, tubuhnya ambruk diatas trotoar saat darah segar keluar dari mulutnya dengan begitu melankolis. Surai hitamnya yang basah jatuh menutupi keningnya dan sedikit mengaburkan pandangannya, namun meski begitu di detik-detik terakhir kesadarannya ia tahu ada seseorang yang menghampirinya. Entah itu kawan atau lawan, karena selanjutnya yang ia tahu semuanya menjadi gelap dan ia mati rasa.

Beberapa jam berlalu hingga terasa seperti beberapa detik, dan kelopak matanya perlahan terbuka menampilkan mata biru safir khas yang langsung menatap tajam ke sekelilingnya.

Ia sadar bahwa kini ia masih hidup dan berbaring diatas ranjang dengan tubuh bagian atas yang telanjang dan banyak di tutupi perban yang melilit hampir seluruh tubuhnya bak proses mumifikasi. Tangannya ditancapi oleh jarum infus beserta hidungnya yang di pasangi selang oksigen.

Wajahnya sedikit mengernyit akibat perih yang ia rasakan dari luka-lukanya ketika ia mencoba bergerak dan duduk diatas ranjang dengan payah.

"Kau sudah sadar?" Kepalanya menoleh dengan cepat ke arah belakang dengan tatapan waspada begitu sebuah suara lembut seorang wanita menyapanya.

Netranya menyipit penuh curiga, meski dengan keadaan penuh luka ia masih bisa melakukan perlawanan dengan sebilah pisau operasi yang ia ambil dari nampan besi diatas nakas untuk kemudian menodongkannya ke arah si wanita.

Missouri (ChanBaek) | COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang