🌿tiga puluh lima🌿

17.1K 1.1K 95
                                    

Saya beruntung memiliki Letta, saya tidak pernah merasakan sesuatu yang namanya goblok dan karena saya bersama Letta saya tahu goblok itu menyenangkan

_Andrian Revano_

"pak gak kerja?" Letta melirik Revan yang tidurnya terlihat sangat nyenyak. Ini karena Revan itu tidur hanya 4 jam karena kesibukannya yang melebihi anggota DPR.

Ditambah suasana sangat mendukung karena musim hujan mulai terasa, terbukti dengan jam pagi yang seharusnya cerah malah mendung. Letta mengusap-usap lembut rambut Revan ia hanya tersenyum kala Revan kembali memeluknya.

"Letta saya mau masuk kedalam kehidupan kamu" Letta tersenyum dan mengangguk.

"Iya ini bapak Andrian Revano udah masuk kok ke kehidupan Shaletta Diandrani yang penuh dengan kebahagiaan" Revan tidak membuka matanya, dia hanya berdehem sembari memeluk lebih erat sang istri yang baginya sangat menggemaskan.

"Letta!"

"Hmm?"

"Ajarin saya bahagia" Letta menangkup wajah Revan yang mulai berair. Apa ini yang menyebabkan Revan terlihat suram dan selalu dikelilingi aura gelap dan dingin?

"Cerita ke saya pak, saya siap jadi pendengar yang baik" Revan kembali membaringkan Letta yang tadinya duduk, ia memeluk Letta dan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher sang istri yang dengan sabar mengelusi punggungnya lembut.

"Selama ini saya tertekan" Letta berdehem, ia mengelus punggung Revan lagi, leher Letta basah? Ini Revan ileran? Bukan ternyata Revan menangis, terbukti dari nafasnya yang tidak beraturan dan isakan kecil yang mulai terdengar.

"Semua yang saya inginkan diatur" Revan tertawa hambar, Letta meringis pedih.

"Saya anak tunggal, dari dulu saya tidak bebas melakukan apapun. Saya tidak bahagia Letta, saya hanya bisa tertawa dan tersenyum jika melihat kamu bahagia" Letta berdehem lagi, kenapa rasanya sesak?

"Pak saya senang kalau sumber kebahagiaan bapak itu saya, tapi umur tidak ada yang tahu bukan? Kalau saya pergi, bapak nanti gak baha-- hmph.." perkataan Letta terputus, Revan mencium bibir Letta tidak membiarkan sang istri berkata yang tidak-tidak. Kembali lagi, Revan tidak ingin menjadi duda.

Revan mengusap bibir Letta, sedangkan Letta mengusap air mata Revan "udah jangan nangis gak cocok, bapak kan suka nyiksa saya. masa nangis sih? Saya videoin bapak viral loh, setelah itu kita masuk hitam putih dan jadi pemeran utama Mahabarata, bagaimana?" Revan terkekeh, walaupun Letta bicaranya ngawur, percayalah Revan merasa ini lucu, sejak bertemu dengan Letta, entah kenapa selera humor Revan jatuh, seanjlok-anjloknya.

"Mandi dulu, saya kasih tau sesuatu yang bisa bikin bahagia, saking bahagianya ini gak bisa di lakuin sering-sering" Letta membereskan kasur, Revan mandi.

"Nah kita nonton Dora" Letta menyetel VCD yang dia beli baru-baru ini.

"Dora?" Letta meringis, astaga masa kecil Revan menyedihkan sekali, bahkan laki-laki ini tidak tahu Dora.

"Lihat deh pak, seru"

Ayo kita cari mutiara milik tuan putri yang hilang- setelah peta bernyanyi diikuti Letta dan Revan barulah si rambut pendek itu bersuara.

"Letta itu siapa? Kok rambutnya mirip kamu dulu?" Revan menunjuk karakter anak kecil dengan ransel dan monyet di sampingnya. Astaga Letta bahagia sekali di samakan dengan kembarannya.

"Itu Dora, kembaran saya" ucap Letta bangga.

"Hmm, tadi di suruh cari mutiara kan, itu didalam laut, tapi di sini kok ada di dekat semak, kenapa Dora nanya? Padahal itu dekat banget sama dia?"

"Tunjuk pak" Revan menunjuk mutiara yang Dora cari, tapi sepertinya Dora ini tuli.

"Itu di samping kamu, eh ada serigala"

Astaga ada swiper, apa gang harus kita lakukan- tanya Dira terlihat seperti orang yang tidak bersemangat, ini yang nerjemahin jadi bahasa Indonesia ngajak gelud.

"Dora goblok!" Ucap Letta kesal, Revan melirik Letta dan mengerutkan keningnya.

"Usir aja Ra!" Suruh Revan.

Katakan swiper jangan mencuri- titah Dora yang diangguki oleh Revan dan Letta.

"Swiper jangan mencuri" ucap Letta dan Revan bersamaan, mereka tertawa bersama namun harus kembali merasa kesal karena Dora yang tuli ini.

Apa aku tidak mendengar kalian?- Revan menghela nafasnya, ini kartun yang membutuhkan banyak tenaga, pantas saja Letta jadi seperti.. engh lupakan.

"Swiper jangan mencuri" ucap Revan datar, terlihat sama sekali tidak bersemangat melihat film ini, baiklah sepertinya selera kartun yang Letta tonton melewati batas usia Revan yang harusnya 21-- harus di tonton 21++ , tentu saja Revan tidak cocok dengan kartun ini.

"Main game yuk pak" Letta menyodorkan ponselnya, dia duduk di pangkuan Revan sambil mengajari Revan yang masih pemula ini"

"Ini saya harus bunuh orang?" Letta mengangguk, memang begitu sistem kerjanya, kalau gak dibunuh ya membunuh.

Lebih dari tiga puluh menit kemudian, Revan sudah terkena penyakit kecanduan game. Letta memeluk Revan dan menaruh dagunya di bahu Revan "lapar"

"Masak sayang"

"Kita belum beli bahan masakan, kamu pergi gih ke warung depan, beli mie"

"Mie?"

"Hooh mie instan, beli aja yang pake kuah bungkusnya hijau"

"Iya sayang" Revan langsung mematikan ponsel Letta dan mencharge baterainya, Letta membereskan kamar mereka yang terlihat seperti kapal pecah karena Dora yang membuat iman goyah.

Selang beberapa jam kemudian kamar mereka sudah kinclong, ini bakat Letta karena dilatih oleh pak Revan yang profesional dalam hal suruh menyuruh.

"Saya tidak pernah makan mie instan, apakah ini sehat?"

"Gak tau tuh pak, tapi saya belum mati tuh, cobain aja"

Revan mengangguk, walaupun ragu dia tetap memakan mie tersebut. Letta tersenyum kala melihat mata dan kunyahan Revan, laki-laki itu menikmatinya.

"Letta kita harus membeli perusahaan mie!"

















Yang ikut demo gimana kabarnya?
Semoga sehat selalu ya dear🖤
Yang gak ikut, doain mereka sehat dan gak sakit atau sampe luka, jangan lupa jaga kesehatan kalian semua iluvyuuu!!

Semoga negeri ini cepat pulih✨

Jangan lupa follow Wina dan taburin bintang sayang 🖤✨

Lettavan (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang