Dari tadi Revan selalu menggenggam tangan tunangannya. Letta, perempuan itu mengerjab saat merasakan tangannya menghangat akibat digenggam terus-terusan oleh Revan.
"Letta, maafkan saya!" Letta tidak menjawab, dia memegang bibirnya dan menggeleng begitu seterusnya hingga dia lelah dan menatap langit-langit ruangan.
Sepertinya dia tertekan karena ciuman.
"Letta maafkan saya!" Ucap Revan dia meringis saat mendapati Letta mendiamkannya.
Sungguh Letta yang seperti ini sangat menakutkan, Letta yang biasanya banyak bicara, cerewet, bawel, rewel, sekarang diam seperti tidak memiliki arah. Lebih baik Revan mendengarkan celotehan Letta daripada didiamkan seperti ini.
Pintu terbuka menampilkan dua orang wanita, Mia dan Hana.
"Letta kamu kenapa sayang?" Tanya Hana, ibu dari Revan, Letta tidak menjawab.
"Letta!" Panggil Mia lembut, Letta juga tidak menjawab panggilan dari sang ibu, dia hanya diam dan diam.
"Apa yang kamu lakukan pada Letta? Revan!" Tanya Mia pada sang anak yang kelihatan ketakutan dengan pandangan kosong.
"Re...re.revan cium Letta" ucap Revan pelan tapi masih bisa didengar Mia dan Hana.
Hening selama beberapa detik, Mia langsung menarik Hana menjauh "kirain apa? Lanjut aja lah bikin dedek sekalian" ujar Mia santai, Revan melotot dia menilik Letta yang sama sekali tidak peduli dan tidak terpengaruh dengan ucapan ibunya. Sementara itu Hana terkekeh sembari memberikan jempol lalu mengikuti Mia.
"Saya minta maaf Letta!"
Tidak ada jawaban.
"Ini pasti yang pertama buat kamu, saya minta maaf! Maaf!"
Revan menyerah, Letta sama sekali tidak mau mendengarkan, telinganya seakan tuli.
"Saya pinjam hp kamu boleh" Letta juga tidak menjawab, Revan mulai menghubungi seseorang yang dekat di kampus dengan Letta sahabat sekaligus sepupu, Aldo. Beruntung pola ponsel Letta mudah ditebak, hanya huruf L.
"Kenapa sih Shal? gak bisa biarin gue tenang?" Ketus Aldo.
"Saya Revan!"
"Oh pak Revan, tunangannya toh. Udah sampai tukar-tukaran hp lanjut lah, ngapain nelpon saya pak?"
"Saya buat Letta pingsan"
"ALLAHUAKBAR! Bapak apain tuh si polos yang diluarnya keliatan gak?" Ujar Aldo terlihat kelimpungan di sebrang sana.
"Saya cuma cium dia kok!" Ujar Revan santai, lagian Letta dalam mode mati. Gak akan marah atau berani mukul Revan dia sekarang. Jadi an.
"Ci-ci-ciuman? Subhanallah ya Allah dapat ilham tuh anak" Aldo terbata dan takjub sekalian bersyukur "Bapak tau Letta itu polos pake banget, yang racunin dia sampai bisa mabuk, tapi cuma sebatas itu kok itu kami pak. Terus bapak, nambahin ... Tapi gak pa-pa sih kalian kan bakalan sah sebentar lagi" cerocos Aldo panjang lebar sekalian curhat.
"Udah curhatnya?"
"Eh iya pak, ngapain nelpon saya?"
"Letta ngambek, kamu kan deket sama dia siapa tau kamu tau obatnya"
"Beliin coki-coki atau martabak manis rasa nanas yang gak gatel kata Letta, manjur!"
"Oke makasih, assalamualaikum!" Revan menutup telepon tanpa menunggu balasan dari Aldo. Pulsa mahal, untuk Kouta saja Letta keseringan numpang WiFi kampus atau cafe. Kalau bahasa gaulnya sih Letta orang kaya yang merakyat.
Sekarang dia akan pergi membeli coki-coki, Revan berjalan menuju minimarket di depan rumah sakit.
"Coki-coki itu gimana bentuknya?" Gumam Revan bertanya pada dirinya sendiri.
"Bu ada jual coki-coki gak?" Tanya Revan pada warung di depan rumah sakit.
"Ada kok nak berapa maunya, satu kotak atau dua?"
"Satu aja bu!" Ujar Revan menyerahkan uang. Ia manggut-manggut paham, berarti nanti di rumah mereka harus nyetok makanan ini.
Setelah menyerahkan uang Revan kembali ke ruangan Letta.
"Letta saya bawakan kamu coki-coki, kata Aldo kamu suka?" Letta bangun matanya berbinar, senyuman terbit di bibir ranumnya. Ia merebut kotak coki-coki dari tangan Revan dan mulai memakannya dengan rakus.
Revan tertawa "masih ngambek sama saya?"
Letta mengangkat bahu acuh "masih lah, itu ciuman pertama saya. Shock dedek tuh!"
"Ya udah ayo ke rumah saya anterin kamu. Nanti malam saya jemput jam 8"
••
"Saya cari Letta, kamu siapa?" Tanya Revan, didepannya terlihat seorang perempuan yang menurut Revan luar binasa cantiknya. Ia memakai jeans hotpants ditambah kemeja yang hanya diikat sehingga perut putihnya terlihat mengintip dari sana.
"Bapak mau saya pukul?" Letta mengibaskan rambutnya yang di ikat dua, menambah kesan kalau Letta adalah seorang perempuan polos.
"Jangan kayak gitu sama calon suami, masuk sayang!"
"Dih najis!" Ucap Letta dengan enggan duduk di sebelah Revan.
"Saya kok ngerasa bawa anak-anak" celetuk Revan mulai melajukan mobil. Revan memakai kemeja yang dilapisi jas dengan celana bahan. kontras dengan baju Letta sekarang.
"Saya kan emang anak-anak, emang situ om-om!" Ketus Letta.
"Iya iya, saya ngalah" Revan menepikan mobilnya, ia mengambil paper bag yang ada di kursi penumpang dibelakangnya lalu mulai melepaskan bajunya.
"Bapak ngapain?"
"Mau ganti baju, pikiran kamu mesum"
"Dih ogah! Huek" Letta berpura-pura muntah, dia memainkan ponsel hingga Revan selesai dengan acara ganti baju dadakannya.
"Gimana penampilan saya sekarang?" Revan mulai melajukan perjalanan. Letta menatap Revan dan tersenyum sambil melayangkan satu ibu jari.
"Udah cocok kok sama saya"
"Hmm? Apa saya gak denger?"
"Gak pa-pa"
Mereka sampai di sebuah gerobak yang sesak dengan puluhan pembeli. Letta duduk di bagian depan mobil Revan sekalian menunggu.
"Ini saya bawakan martabak kamu suka nanas kan?" Letta berbinar dia tidak mencuci tangannya dan langsung mencomot potongan martabak, tapi sebelum itu Revan sudah menarik kotak martabaknya.
"Loh loh buat saya kan?" Revan mengambil kedua tangan Letta ia membuka tutup botol dengan sebelah tangan dan mencuci tangan Letta.
"Ini, kebersihan itu penting" Letta mulai memakan martabak dengan selai nanas yang tidak gatal itu.
"Pak bapak kok gitu sama bang Baron"
"Saya tidak menyukai dia"
"Engh.. alasan lain?"
"Saya mencintai kamu! Jadi apa kamu juga membalas perasaan saya?"
"Gak nyambung pak"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lettavan (Completed)
Romansa"Letta menikahlah dengan saya!" "bapak bercanda? obatnya habis?" •••••• Ini cerita klise antara Letta dan Revan yang judulnya Lettavan. Si dosen rese yang menjadikan mahasiswinya babu. Si mahasiswi bobrok yang mau mau saja disuruh oleh sang dosen.