🌿delapan belas🌿

18.6K 1.3K 7
                                    

"kenapa kamu melamun?" Tanya Revan, ia menghela nafas saat Letta sama sekali tidak membalasnya.

Gadis itu terlihat sangat pucat, bibirnya terlihat putih, suhu disini panas, apa yang membuat Letta menggigil?

"Letta!" Letta memegang perutnya. Ia terjatuh dengan Revan yang langsung menangkap, lalu membawa Letta kerumah sakit.

Setelah kedatangan ibu dan ayahnya juga calon mertua. Letta, belum bangun juga dari keadaannya.

Lima hari kemudian Letta baru tersadar, ia merenggangkan otot tubuhnya yang terasa keram, ia melihat ke tangannya yang dialiri selang infus dan menatap sebelah tangannya lagi yang digenggam oleh Revan hingga menghangat.

Gak seharusnya gue jahat sama pak Revan. Gimana pun dia tunangan gue! Batin Letta, ia mengusap rambut hitam Revan menyebabkan laki-laki itu bangun dari tidurnya.

"Eh saya gak maksud buat bapak bangun!" Ujar Letta tidak enak, Revan menggeleng, dia tersenyum simpul dan mengecup bibir Letta singkat. Letta mematung, namun beberapa detik kemudian dia tersenyum.

"Kamu bikin saya khawatir Shaletta Diandrani!"

"Maafkan mahasiswi mu ini pak Andrian Revano" balas Letta, ia terkekeh geli melihat wajah Revan yang cemberut, bisa Letta duga Revan tidak suka dipanggil dengan embel-embel bapak.

"Kamu gak mau terimakasih gitu, karena saya jagain kamu selama lima hari" Letta melirik ponselnya dan benar tanggal sekarang sudah lebih lima hari dari tanggal yang Letta ingat.

"Emhh.. makasih gimana pak"

"Cium saya gitu"

"Astaghfirullah ya Allah, bukan muhrim pak" Letta tertawa melihat Revan memutar bola matanya malas.

"Ya udah nikahnya sekarang aja" Letta menggeleng. Ia sudah membulatkan keputusan agar menikah setelah lulus nanti.

"Bapak jangan pura pura amnesia deh!"

"Saya bukan bapak kamu" Letta lagi-lagi dibuat tertawa. Sisi lain dopret tampan satu ini adalah bisa merajuk, hmm tidak normal untuk ukuran manusia dingin.

"Jadi hubungan bapak dengan cabe-cabean diskotik itu gimana?" Revan menaikkan alisnya. Cabe-cabean diskotik? Siapa?

"Siapa?" Tanya Revan bingung.

"Semalam, dia nembak bapak kan tuh. Saya udah jadi backsound nya loh"

"Saya bukan bapak kamu"

"Semalam dia nembak mas Revan kan? Hubungan kalian bagaimana" Letta tertawa dan itu membuat perutnya keram. Wajah Letta yang tadinya mulai hidup akhirnya kembali pucat.

"Letta, kamu kenapa?"

"Pak.. saya.. ma..mau coki-coki" Revan mendengus, dia pikir maag yang diderita Letta kembali lagi. Dia sungguh merasa menyesal saat itu karena tidak tahu Letta mempunyai maag dan malah membiarkan Letta makan dengan sambal yang banyak.

"Saya gak beli itu, saya beli ini" Revan menyodorkan kresek yang diluarnya terlihat embun-embun air karena dingin.

"ULTRA MILK COKELAT!!!" Letta mengambil kresek itu dan tak lupa mengucapkan terimakasih pada Revan yang tahu kesukaannya.

"Kamu suka itu?"

"Iya bapak mau?" Letta menyodorkan kotak susu kemasan yang sudah dia minum. Tanpa diduga Revan meminumnya, dengan sedotan yang sama alias tidak diganti. Letta bergidik, wah gak waras nih dopret, bisa-bisa ketempelan jin rumah sakit.

Riset mengatakan bahwa dopret satu ini tidak pernah makan dikantin dan selalu membawa bekal sendiri, demi menjaga yang namanya kesehatan. Minum dari sedotan yang sama? Bukan ciri khas beliau juga, bukan hanya itu beberapa waktu yang lalu dia juga tidak keberatan saat Letta suapi.

"Pak nama saya siapa? Nama bapak siapa?" Revan menatap Letta dalam. Kenapa dengan mahasiswi bobrok satu ini?

"Nama kamu Shaletta Diandrani dan nama saya Andrian Revano" Letta makin bingung, ternyata Revan tidak amnesia.

"Saya kira bapak amnesia" gumam Letta pelan. Revan mengulum senyum saat gumaman Letta terdengar sangat nyaring karena posisi mereka yang berdekatan.

"Gak akan!" Sahut si dopret "saya gak mau amnesia dan lupain kamu!"









Jangan lupa follow Wina komen tandain kalau typo dan taburin bintang sayang 🖤✨

Lettavan (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang