🌿enam belas🌿

19.6K 1.4K 5
                                    

Hari ini Letta harus mau menuruti keinginan sang ibu karena uangnya dalam keadaan antara hidup dan mati atau terancam dibakar, jika Letta tidak menuruti keinginan sang ibu tercintah, pake h.

"Ngapa liat-liat, gue congkel juga tuh mata!" Letta mendengus, setiap ia berjalan selalu ada laki-laki yang melihatnya dengan pandangan lapar.

Ini semua salah ibunya, kenapa menyurut Letta memakai baju sependek ini. Untungnya Letta memakai dalaman celana pendek. Jika tidak sewaktu-waktu ia bisa dipermalukan, jika tidak sengaja berjongkok atau mengangkat sebelah kaki saat makan.

Kebiasaan yang meresahkan.

Mata Letta memincing menatap dari kejauhan, sang tunangan berkedok dopret tampan itu sedang berbincang dengan salah satu cabe kampus. Cabe tapi gatel, apatuh? Hasil persilangan dari cabe dan nanas, jadilah cabe-cabean diskotik.

"Pak saya suka sama bapak!" Ujar perempuan itu dengan sangat berani, Letta tertawa cekikikan, bagaimana reaksi Revan. Apakah laki-laki itu mau dengan cabe-cabean diskotik itu?

Revan menghela nafas lelah, dia menunjukkan jarinya yang sudah tersemat cincin "saya sudah mempunyai tunangan"

"Siapa orangnya pak, saya mau tau!" Letta tidak ingin hidup tenangnya berubah jika Revan mengatakan namanya, Letta berjalan mendekat.

"Salahkah bila 'ku mencinta
Salahkah bila semua selalu tentangmu
Izinkan agar 'ku sampaikan
'Ku tahu walau kau dengannya
Haruskah terdiam
Menahan semua rasa~ baik Revan dan cabe-cabean diskotik itu menatap Letta aneh. Perempuan itu bernyanyi seakan tahu apa yang dirasakan mereka.

"Letta keruangan saya!" Letta tidak menggubris, dia berjalan lalu berlari kecil, tidak bisa berlari normal karena ibunya memakaikan baju ketat, salah-salah bisa robek, malunya itu loh.

"Eh eh umpetin gue dong!" Ujar Letta pada seorang laki-laki yang sedang melukis, entah apa uang dia gambar. Hanya campuran warna abstrak yang aneh mungkin. Laki-laki itu mengangguk, saat Revan bertanya dia bilang Letta berjalan menjauh ke arah lain.

"Bye bye makasih udah tolongin gue" pamit Letta, laki-laki itu menahan tangan Letta. Ia menyerahkan kuas.

"Buat apa? Gue gak jago lukis man, engh... Nama lo siapa?" Letta membiarkan laki-laki itu memegang tangannya dan mengarahkan ke kanvas yabg sudah ia gambar.

"Gue Alvin, lo Letta kan?" Letta mengangguk, ia tersenyum saat melihat lukisan abstrak Alvin terlihat semakin hidup. Letta tidak mengerti tentang lukisan tapi ini... indah.

"Lo udah punya pacar?" Alvin menggeleng, Letta tertawa renyah.

"Gue juga belum hehe.Tapi udah tunangan yhaha" Alvin tersenyum dan mengacak rambut Letta gemas.

"Gak percaya!" Ujar Alvin membuat Letta mengendikkan bahunya acuh.

"Terserah sih, lagian lo gak percaya juga gak pa-pa" Letta bersender di bahu kokoh Alvin. Menjilat bubuk kopi instan, katanya biar gak ngantuk.

"Udah selesai?" Letta mengerjab saat melihat lukisan abstrak milik Alvin. Disana tertulis namanya juga Alvin-Letta, meskipun di samping dan kecil itu cukup untuknya. Bangga.

"Wah makasih, boleh buat gue?" Alvin menggeleng, dia meletakkan lukisan itu di tanah, selagi menunggu kering dia mengambil kanvas baru.

Mereka duduk di bawah pohon yang juga besar. Bedanya ini bukan pohon beringin yang dihuni Letta seperti biasa, tempatnya juga bisa dilihat banyak orang. Alvin melukis dengan bertumpu pada pahanya sendiri.

"Vin emang rata-rata cowok ganteng pendiam ya?" Tanya Letta, ia membuang bungkus kemasan kopi instan tadi lalu mengambil Hoodie dan tas milik Alvin. Ceritanya mau rebahan.

"Gak tau"

"Minjem ya!" Alvin mengangguk.

Letta menendang-nendang udara lalu berbaring sambil menunggu Alvin selesai menggambar.

"Eh tidur?" Alvin terkekeh pelan saat melihat wajah Letta yang sudah terlelap. Perempuan ini terlihat sangat polos, lipstik yang dia pakai juga belepotan, Alvin berani bertaruh, Letta bukan perempuan feminim yang tahu make-up.

"Kamu apain Letta?" Alvin mendongak, menatap Revan dengan kening berkerut.

"Dia tidur" ujar Alvin dingin.

"Saya akan membawa Letta" Revan menyingkirkan Hoodie dan tas Alvin lalu membopong tubuh Letta dengan hati-hati. Perempuan ini bisa saja bangun jika dia tidak pelan.

"Tunggu bapak siapanya Letta?" Revan menatap Alvin datar dan berlalu.

"Saya tunangan Letta" ujarnya tanpa berbalik membuat Alvin terdiam.












Jangan lupa follow Wina komen tandain kalau typo dan taburin bintang sayang 🖤✨

Lettavan (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang