🥀 - Pedih Tak Berujung

572 83 9
                                    

Sean hampir pingsan saat melihat tubuh Yoana yang sudah tidak bernyawa. Sean menangis, menumpahkan airmatanya di depan semua orang dan di depan mayat Yoana.

Persetan dengan harga dirinya.

Biarkan saja semua orang menganggapnya cengeng.

Yang Sean inginkan saat ini hanyalah agar Yoana kembali bangun. Walau ia tau itu adalah hal yang mustahil. Yoana sudah tidak ada, dia sudah pergi jauh dan tidak akan pernah kembali.

Yoana meninggal karena bunuh diri dan itu semua terjadi karena Yoana dan anak dikandungannya dihina oleh orang banyak. Fakta itu membuat Sean membenci dirinya sendiri, dirinya yang tidak bisa menjaga Yoana dengan baik. Padahal saat-saat seperti itu Yoana butuh dukungan penuh dari Sean, tapi Sean mengabaikannya. Sean seolah tidak peduli dengan Yoana dan anaknya. Bahkan saat orang-orang membully dan menyuruh Yoana aborsi, Sean hanya menutup mata dan telinga.

Sebenarnya tidak ada maksud untuk mengabaikan Yoana, hanya saja Sean tidak dapat berpikir jernih waktu itu karena ia sedang fokus pada cita-cita yang sudah diimpikannya sejak kecil.

Atlet renang.

Sean sudah berlatih serius bahkan sampai menyewa guru privat untuk meningkatkan skill renangnya agar mimpinya menjadi seorang atlet dapat terwujud. Kalau anak yang di kandung Yoana sampai lahir ke dunia, Sean pasti tidak akan bisa fokus pada cita-citanya, Ia pasti harus mengurus anak kecil itu. Mungkin saja ia dan Yoana akan menjadi orangtua.

Tapi yang terjadi sekarang diluar dugaan, Yoana meninggal bersama dengan anak yang dikandungnya. Sean tau pasti bahwa Yoana menentang keras pengaborsian, dan mungkin Yoana membunuh dirinya dan anaknya sendiri karena ia berpikir tidak ada yang menginginkan kelahiran anak yang dikandungnya. Yoana sudah tidak punya harapan lagi, kalau anaknya harus mati maka ia pun harus mati juga. Seperti kenyataan yang terjadi.

Orang-orang ikut meneteskan air mata bersama dengan Sean. Sean sekarang sedang dalam posisi berlutut di lantai dan menangis tak henti-henti.

"Sean, ayo kita keluar sebentar nak.." Pinta mama Sean.

Dengan dibantu Brandon, mama Sean merangkul lengan anaknya lalu membawanya keluar dari ruangan. Mama Sean menuntun Sean di kursi dekat ruangan Yoana lalu menyuruh Brandon untuk menjauh.

"Kamu yang kuat, gak boleh menangis.. K-kasihan Yoana kalau kamu nangis terus." Mama Sean mengelus pucuk kepala anaknya, berusaha agar Sean sedikit lebih tenang.

Sean hanya diam. Yang ia lakukan daritadi hanyalah tertunduk sambil menitikkan air mata.

"Kamu harus kuat ya.." Ujar mama Sean lagi.

Sean menghapus kasar airmatanya.

" Kalau aku berhenti menangis, apa Yoana bisa kembali? "

Pertanyaan Sean sukses membungkam mulut mamanya. Mama Sean tidak dapat menjawab. Dia tau kesedihan Sean begitu dalam. Siapa memang yang tidak sedih kalau orang yang dicintai meninggal?

♧ ♧ ♧

30 Maret 2019

Pemakaman Yoana dihadiri oleh keluarga dan beberapa teman. Tidak ada seorang pun yang tidak mengeluarkan air mata. Mereka semua terlarut dalam kepedihan, terutama Sean. Airmatanya terus jatuh tanpa isakan. Pandangan Sean kosong dan sedari tadi dia hanya mengelus batu salib dimakam Yoana. Orang-orang yang melihatnya merasa kasihan, pasalnya Sean sudah seperti orang yang tidak punya semangat hidup lagi.

Bersamaan dengan itu hujan pun turun, mendominasi suara orang-orang yang menangis. Sean menatap ke arah langit. Sepertinya Yoana juga sedang bersedih di atas sana. Lagi-lagi airmata Sean jatuh, bercampur dengan air hujan. Membiarkan air hujan menerpa wajahnya. Sedangkan orang lain sudah sibuk membuka payung agar terlindung dari hujan. Sean percaya, hujan yang sedang turun adalah perwakilan perasaan Yoana atas ketidakadilan yang didapatkannya semasa hidup.

Miracle ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang