13 April 2020
"Yoana!!"
Sean terperanjak bangun dan mendapati dirinya berada di ranjang empuk sebuah kamar rumah sakit. Lengkap dengan selang infus di tangan kirinya.
Saat itu cahaya matahari bersinar cerah hingga menembus jendela dan membuat mata Sean harus menyipit untuk membiasakan pandangan yang masuk.
Sekelebat bayangan beberapa saat lalu —disaat ia dan Yoana sama-sama menangis— masih terekam jelas di otaknya. Membuat Sean sontak tertawa kecut.. yang lama-kelamaan berubah menjadi tangisan sesak.
Sean sudah kembali ke tempat dimana seharusnya ia berada.
Itu juga berarti ia tidak dapat bertemu lagi dengan Yoana..
Selamanya..
Namun mengapa ia malah berada di rumah sakit?
Itulah pertanyaan yang masih mengganjal Sean bahkan ketika kakinya bergerak menuju wastafel kamar mandi. Sean memikirkan hal itu sambil mencuci muka dan menggosok giginya. Entah ia melakukannya sadar atau tidak.. nalurinya mengatakan untuk menjernihkan pikiran dengan air mengalir.
Tok.. tok.. tok..
Ketukan yang cukup keras itu dibarengi dengan terbukanya kenop pintu Sean. Sosok Irene terlihat setelah pintu kamar terbuka.. adiknya terlihat ngos-ngosan, sepertinya ia berlari kencang agar sampai ke kamar inap Sean.
"Bang.. lu udah bangun?!"
Pekik Irene kegirangan. Sean merasa adiknya terlalu lebay, tingkah Irene seolah-olah mengatakan kalau Sean baru bangun untuk waktu yang lama.
Eh.. tunggu.
Jangan-jangan..
"Akhirnya setelah koma 3 tahun lebih, lu akhirnya bangun--"
"--Gue takut lu gak bakal pernah sadar dari koma." Irene menitikkan airmata tanpa sadar.
Koma? Apa maksudnya?
"Gue koma?"
Dalam suasana sedih, Sean malah menghancurkan segalanya dengan pertanyaan konyol tersebut. Membuat Irene geram dan sontak menjitak kepala abangnya.
"Iya goblok.." Umpat Irene. "Waktu itu lu tiba-tiba pingsan dan langsung dibawa ke rumah sakit. Kita semua syok berat tau gak.. padahal harusnya waktu itu kita rayain natal bareng."
Sean masih tak paham situasi ini.
"Untung aja lu pergi bareng Yoana.. kalau gak mungkin lu sekarang tinggal nama." Sambung Irene.
"Maksud lu? Bukannya Yoana udah gak ada?"
Irene kembali menjitak kepala Sean. "Lu ngelantur? Atau mungkin karena efek koma terlalu lama--?"
"--Yoana ada di luar kamar inap, rencananya mau jenguk lu. Kalau dia dengar lu ngelantur bisa ngambek dia."
Mendengar hal itu, sontak Sean berlari ke luar kamar. Membuat Irene menyeringit heran dengan tingkah abangnya yang semakin aneh setelah sadar dari koma.
♧♧♧
Diluar kamar inap, Sean dapat melihat seorang gadis tengah berdiri membelakanginya. Proporsi tubuh gadis itu sangat mirip dengan Yoana.. dan tanpa bertanya pun Sean yakin kalau orang itu benar-benar Yoana.
"Yoana.." Panggil Sean.
Gadis itu berbalik, menyadari namanya dipanggil. Seutas senyum manis terpampang jelas di wajahnya kala melihat Sean manatapnya tanpa berkedip.
Yoana tak berubah sama sekali. Ia tetap Yoana yang Sean kenal, walau sekarang aura-nya nampak lebih dewasa.
"Sean.. akhirnya kamu udah bangun." Ujar Yoana dengan sangat bahagia.
Namun beberapa detik kemudian Yoana menjadi tersentak saat Sean berlari dan langsung mendekapnya erat. Tak sampai disitu, Sean mengecup pucuk kepala Yoana berkali-kali dengan sedikit tergesa. Jangan lupa dengan beberapa bulir airmata yang jatuh membasahi pipinya.
"Ini benar-benar kamu kan Yoana?" Tanya Sean. "Kamu masih hidup?"
"Iya.. ini aku."
"Aku gak lagi mimpi kan?"
"Enggak."
Sean mensejajarkan pandangannya dengan pandangan Yoana. Tangan kekarnya menangkup pipi sang kekasih dan dielusnya lembut. "Tapi bagaimana bisa?"
Yoana mengerti maksud Sean..
Beberapa tahun lalu saat Sean meminum ramuan ungu, lelaki itu langsung pingsan di padang bunga. Untung saja Yoana dengan cekatan menghubungi teman-temannya dan pihak medis. Kondisi Sean terselamatkan karena penanganan yang cepat.
"Saat kamu udah koma di rumah sakit, ada peramal datang ke aku dan bilang kalau ternyata dia selama ini salah beri informasi. Ramuan yang kamu minum itu hanya untuk menghentikan sistem pertukaran nyawa tanpa mengembalikan sejarah yang sudah kamu ubah--"
"--dan itu artinya aku bakal tetap hidup."
"Beneran?" Tanya Sean dengan segala kepolosannya.
Yoana mengangguk mengiyakan.
"Kamu gak akan pergi lagi dari aku?" Tanya Sean.
Kali ini Yoana dengan penuh keyakinan menggelengkan kepalanya. "Gak akan.."
Sean tertawa bahagia. Suatu keajaiban lagi kala melihat Yoana masih disini, bersamanya. Dalam keadaan ceria dan sehat.
Sean menyuruh Yoana mendekat dan dituruti oleh gadis itu. Yang Yoana tak sadari, Sean ternyata mencuri sebuah ciuman darinya. Yoana tak marah.. ia hanya tertawa menerima perlakuan tiba-tiba dari Sean.
"Sean buat malu tau gak.. Irene lihatin kita loh dibelakang."
Sean nyengir. "Aku gak peduli.."
Sean kembali meraih tengkuk Yoana dan membawa mereka pada ciuman yang manis. Ungkapan perasaan lega dari keduanya begitu mendominasi dibarengi dengan ciuman yang mereka lakukan. Ciuman yang terjadi tanpa nafsu di dalamnya.. yang mengantar mereka pada sebuah emosi kasih sayang yang sering disebut cinta.
"Udah dong cium-ciumnya.. ini di rumah sakit."
Teguran Irene tak digubris oleh sejoli mabuk asmara itu. Malahan Sean makin melumat bibir Yoana tanpa henti.
"Kalau ketahuan dokter atau perawat, gue gak tanggung jawab ya." Ujaran Irene tetap tak mendapat respon apapun.
"Bodo amat deh gue, kalian nanggung malu sendiri aja." Geram Irene.
Kemudian masuk ke kamar inap Sean tanpa mempedulikan Sean dan Yoana yang masih mabuk asmara.
TBC
Masih ada satu chapter special.. stay tune gaesss. - Fany
Jangan lupa vote
👇👇👇
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle ✔
Humor{COMPLETED} Sean tidak percaya dengan bualan si peramal yang mengatakan bahwa ia memiliki permen permohonan yang bisa mengabulkan semua keinginan Sean. Masalahnya, keinginan Sean adalah bisa bertemu lagi dengan kekasihnya yang sudah meninggal, Yoan...