02 : The Witch

587 106 13
                                    

Distrik Alpha, Xylon

ROSÉ

Aku menutup mataku rapat-rapat, menahan napas, dan meringkuk ketakutan sebelum tiba-tiba aku mendengar suara tembakan yang keras sebanyak empat kali secara beruntun.

DOR! DOR! DOR! DOR!

Cipratan darah mengenai wajahku setelah bunyi tembakan terakhir. Suara erangan dari keempat mahkluk menyeramkan itu tak lagi terdengar dan kakiku kini terbebas dari genggaman mereka. Aku memberanikan diri membuka mata kemudian menyentuh cipratan darah di wajahku.

Darahnya berbeda. Darah mereka berwarna hitam. Sementara itu di atas tanah tampak empat mahkluk yang tewas mengenaskan dengan cairan hitam dari dada mereka merembes ke jalanan yang diselimuti salju.

Mataku kini tertuju pada sosok yang berdiri di antara keempat jasad itu. Tampak seorang wanita yang sudah cukup berumur dengan senjata laras panjang di tangan kanannya. Masih terlihat asap yang mengepul dari ujung senjata itu.

"Kau tidak apa-apa, Nona?" tanyanya padaku sembari mengulurkan tangannya. Sebenarnya aku sedikit takut padanya tapi saat senyuman mengembang dari bibir orang itu, aku yakin dia berbeda. Senyumnya terlihat tulus.

"Tidak apa-apa." kataku lalu menyambut uluran tangan itu. Ia membantuku berdiri lalu membersihkan wajahku dari cipratan cairan hitam itu.

"Maaf membuatmu terkejut. Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya di daerah ini. Siapa namamu? Darimana asalmu?" tanya wanita itu. Ia memperhatikanku dengan seksama mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Aku terpaku saat melihat wajahnya yang masih menawan di umurnya yang sudah tergolong tua. Hidung mancung, bibir merah muda, mata bulat dan berwarna abu-abu. Warna yang sama dengan mata Crux.

"Rosé. Roseanne Park. Aku... aku berasal dari tempat yang jauh." jawabku sekenanya. Jika aku menjawabnya dengan menyebut asalku yang sebenarnya mungkin dia akan kebingungan dan menjauhiku karena menganggapku orang asing. Saat ini satu-satunya yang kubutuhkan adalah tempat untuk istirahat dan sepertinya dia adalah orang yang tepat untuk dimintai tolong.

"Ngomong-ngomong mengapa kau bisa sampai di tempat ini? Tadi kebetulan aku sedang lewat dan kau terlihat ketakutan. Makanya aku memutuskan untuk menolongmu. Kau tidak boleh keluar sembarangan di Xylon." kata wanita itu yang membuatku mengernyitkan dahi.

"Ti...tidak boleh keluar sembarangan? Apa maksudnya?"

"Ikutlah denganku. Rumahku tidak jauh dari sini. Kau harus membersihkan diri terlebih dahulu. Nanti setelah itu aku akan menjelaskannya padamu."

Aku mengangguk. Wanita ini benar. Aku memang harus beristirahat terlebih dahulu untuk mengembalikan pikiranku yang kacau. Terlalu banyak kejadian-kejadian yang sulit diterima akal membuatku lelah.

"Mari, ikuti aku." ujarnya. Tanpa pikir panjang akupun mengikuti langkahnya

Wanita itu berjalan cepat. Seolah sedang dikejar waktu. Meski begitu ia tetap waspada dengan mengapit senjatanya. Setelah hampir berjalan sepanjang 500 meter akhirnya kami sampai di sebuah rumah sederhana yang gelap gulita. Tak ada penerangan di sekitarnya.

"Aku meninggalkan rumah sejak pagi dan baru kembali. Jangan takut. Aku akan menyalakan lampunya dulu." ucap wanita itu sembari tertawa kecil.

Aku bisa melihat rumah itu dengan jelas setelah lampu akhirnya dinyalakan. Ia pun membuka pintu lebar-lebar dan mempersilakanku masuk ke dalam rumah. Rumahnya tidak terlalu besar kontras dengan pekarangannya yang cukup luas meski tidak terawat.

Aku mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru. Melihat-lihat isi rumah yang tampak biasa. Tidak ada yang istimewa. Masih terlihat seperti rumah pada umumnya. Tadinya kupikir akan ada perbedaan yang signifikan ternyata tidak.

The Tale of XylonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang