10 : The Claveron

387 86 14
                                        

Police Centre, District Beta, Xylon

AUTHOR

Justin terkejut saat melihat wajah gadis itu. Tak seperti dugaan Justin sebelumnya, ia terlihat sangat cantik dengan mata bulat berwarna abu-abu, hidungnya yang kecil dan mancung, serta pipinya yang merona merah tetap terlihat menarik meski telah basah oleh air mata. Bibirnya tertutup oleh isolatip membuat gadis itu kesulitan bicara. Justin kemudian menarik isolatip yang menutupi mulut gadis itu.

"To-tolong... tolong aku..." pintanya dengan raut wajah memelas begitu mulutnya terbebas. Raut ketakutan terpancar jelas dari wajahnya.

"A-apa yang sebenarnya terjadi padamu?" tanya Justin.

"Tolong aku... dia ingin... dia ingin aku mati... tolong aku... tolong aku..." ujarnya terus menerus disertai dengan air mata yang kembali mengalir deras.

James yang ikut terpukau dengan kecantikan gadis itu mendadak mengendurkan pertahanan. Ia menurunkan pistol yang sedari tadi mengarah pada gadis itu. Meski begitu, James masih enggan untuk mendekat.

"Bicaralah yang jelas. Apa yang sebenarnya terjadi padamu? Siapa yang ingin membunuhmu?" Justin pun melemparkan rentetan pertanyaan.

Gadis itu meringkuk. Ia memeluk kedua lututnya dan meletakkan dagunya diantara kedua lutut. Napasnya terdengar berat dan bergetar. Justin sadar mungkin saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk menanyai gadis itu tentang rasa penasarannya. Tapi dia butuh jawaban untuk membuat keputusan apakah dia harus menyelamatkan atau membunuh gadis itu.

"Bunuh... dia ingin membunuhku..." racau gadis itu lagi.

Justin kontan bangun dari posisi jongkoknya lalu menghela napas panjang sambil menatap gadis itu jengah. Ia memang bukan tipikal penyabar yang akan rela menghabiskan waktu untuk sesuatu yang tidak jelas.

"Mohon maaf, Nona. Kami tidak punya waktu untuk menemani ketakutanmu. Tetaplah disitu sampai ada orang lain yang akan menolongmu." kata Justin yang bersiap keluar dari ruang interogasi.

"Hei, mau kemana? Kau mau kita meninggalkannya di sini?" tanya James sembari menahan tangan Justin.

"Lantas apa yang ingin kau lakukan? Berduaan dengannya di sini sambil memeluk dan mendengarkan racauannya sepanjang malam?"

"Aku tidak bilang begitu. Tapi bukankah dia saksi penting? Dia satu-satunya makhluk hidup yang kita temui sejak masuk ke dalam Distrik Beta."

Justin berdecak, "Tidak bagiku. Sebaiknya kita pergi ke tempat lain saja. Terserah kau mau ikut atau tidak."

Laki-laki itu kemudian menegakkan kembali senjatanya sambil berjalan menuju ambang pintu. James yang sempat bingung menoleh sekilas ke arah gadis itu sebelum akhirnya mengikuti jejak rekannya.

"Baracuda." desis gadis itu secara tiba-tiba yang membuat langkah Justin dan James terhenti. Keduanya lalu kompak menoleh ke arah gadis itu dengan tatapan tak percaya.

"Si-siapa katamu?" tanya Justin untuk memperjelas.

"Baracuda... tahanan underworld yang kabur. Dia ingin...membunuhku." sahutnya pelan nyaris tak terdengar.

Justin langsung menunjukkan raut antusias begitu mendengar nama itu disebut. Ia pun mendekat pada gadis itu lalu kembali berlutut di hadapannya.

"Kau bertemu dengannya? Apa yang telah dilakukannya kepadamu?"

Gadis itu menegakkan kepalanya yang sempat tertunduk. Ia menatap sendu pada Justin lalu mengarahkan pandangannya pada borgol yang membatasi gerak tangan dan kakinya.

The Tale of XylonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang