BETA

239 23 12
                                    

Beta tidak lebih tinggi dari omega, mereka tidak bisa mencium aroma pheromon, mereka juga bukan partner sex yang memuaskan, bahkan kaum beta tidak bisa menghamili atau dihamili seperti para omega dan alpha.

Tapi Copter bisa. Dia seorang beta, dan dia juga sedang hamil. Langka memang, bahkan partnernya sendiri tidak percaya akan itu.

Setelah terjebak dalam friend-zone bertahun-tahun dan menjadi pelampiasan nafsu sahabatnya Kimmon selama beberapa bulan terakhir, kini ia ditinggalkan begitu saja dalam keadaan yang amat hancur.

"Kita berakhir disini, Cop. Saat ini Tee tengah mengandung anak ku, aku harap kau mengerti. Kami akan menikah, berhentilah muncul dihadapanku."

Ucapan Kimmon di malam panas terakhir mereka masih membekas layaknya luka baru.

Copter menyenderkan punggungnya ke penyangga kursi, ia meletakan stetoskop nya dan menatap langit-langit ruangan kerja serba putih itu dengan tatapan kosong, tangannya perlahan mengusap perut dibalik jas kedokterannya yang semakin membulat akhir-akhir ini. Satu nyawa sedang tumbuh di dalam sana, satu-satunya hal yang paling berharga peninggalan dari Kimmon, pria yang amat dia cintai.

"Hamil? Kau bercanda? Kau seorang beta, Ter. Mana mungkin?! Sudahlah, jangan kacaukan pernikahan kami, pergilah." Kimmon membalik tubuhnya untuk kembali ke pesta, namun langkahnya bergenti sejenak.

"Sekalipun kau memang hamil, gugurkan saja. Mudah bukan?"

Tangan Copter mengusap lembut permukaan perutnya. Kehamilan beta memang tidak rentan seperti kehamilan omega, tapi jujur ia lelah, lelah akan kondisinya, lelah akan jalan hidupnya, dan lelah berjuang sendiri, namun gerakan halus di perutnya selalu menghangatkan hatinya kembali.

"Iya, sayang, iya. Ada kamu bersama Papi. Kita akan hidup bahagia, hanya baby dan Papi." Copter tersenyum disetiap katanya.

-

Waktu berjalan teratur sesuai iramanya, tanpa sadar bayi kecil yang lahir dari seorang beta itu telah berusia tiga tahun, bayi laki-laki kecil itu, Tung selalu mengikuti Papi nya bertugas di rumah sakit dan membuat kenakalan dimana-mana. Tapi siapa yang tega untuk memarahi bocah dengan pipi tembam dan mata cerah yang menggemaskan itu?

Hal paling sulit adalah menyuruh Tung tinggal di ruangan Papinya meski telah disediakan banyak mainan dan camilan sekalipun. Seperti saat ini, bocah itu terlihat berlarian menghindari kejaran salah satu perawat yang menjadi rekan kerja Copter, hal itu mengundang banyak pekikan gemas dari pasien yang mengantre di poli anak.

"Astaga, nong Tung, berhenti lari-larian dan ikut bibi ke ruangan Papi Tung, na? Atau Papi akan marah pada bibi, Tung tidak kasian pada bibi?" Perawat itu, Neko berhenti sejenak dan berkacak pinggang.

Tung berhenti berlari dan menatap Neko. "Papi nda akan malah thama bibie! Thini main agi thama Twung!"

Neko berjalan pelan ke arah Tung berharap bisa menangkap anak kucing nakal itu atau induk kucing nya akan benar-benar mencakar Neko.

"Kita main di ruangan Papi Tung saja ya?"

Mengetahui niat Neko, Tung kembali lari terbirit-birit dengan kaki kecilnya. "Ndaa auu! Papi tedang thuntik thuntik pathien! Twung bothan!"

Neko ingin menjerit rasanya. Bocah tiga tahun itu telah menghilang di belokan lorong rumah sakit. Entah kemana Tung, dia pasti masih berada di sekitar rumah sakit, tapi Neko tau hidupnya tidak akan tenang.

Asik melarikan diri, sesekali Tung menoleh ke belakang mengawasi jika Neko tiba-tiba menangkapnya, tapi Tung tidak memperhatikan jalannya hingga dia menabrak kaki pria tinggi yang sedang berdiri di depan ruang UGD. Bukannya minta maaf, Tung malah berteriak marah dan mengomel, sungguh putra seorang Copter Panuwat.

Chocolate!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang